Devil's Fruit (21+)

Mengunjungi Resor kota Lain



Mengunjungi Resor kota Lain

0Fruit 1529: Mengunjungi Resor kota Lain     
0

Pada pagi hari, Jovano menemui adiknya di kamar. "Sepertinya kalian sering happy-happy tralala beberapa malam ini, ya kan?"     

"Ohh? Aha ha ha!" Malah Voindra yang menyahut lebih dulu. "Maafkan aku, Jo! Aku jadi sering ajak-ajak adikmu main ke luar, he he he …."     

Jovano tersenyum simpul dan mengalihkan matanya ke Zivena.     

Tahu bahwa dirinya dinantikan suaranya oleh sang kakak, maka Zivena pun mulai menyahut, "Iya, Kak Jo. Aku dan Kak Voi memang banyak melakukan misi kemanusiaan setiap malam."     

"Misi kemanusiaan, yah?" Jovano seperti sedang menahan senyum.     

"Tentu saja, Kak! Hm, pasti Kakak menyuruh budak iblis Kakak untuk memata-matai aku, yah?" Pandangan Zivena menyiratkan kecurigaan.     

"Ha ha ha!" Jovano tak bisa menahan tawanya dan meledak apa adanya. "Ketahuan, yah?"     

"Sikap Kak Jo yang bikin ketahuan, kok!" Zivena mengerucutkan bibirnya. "Pokoknya, aku tidak nakal dan hanya melakukan misi. Tanya saja ke budak iblis Kak Jo." Lalu, dia mengeluarkan bola kristal yang menjadi tempat pengumpulan kebajikan. "Lihat, Kak Jo, punyaku sudah sebanyak ini, sudah hampir penuh!"     

Cairan keemasan di dalam bola kristal transparan itu terlihat indah saat digoyang-goyangkan Zivena.      

"Pokoknya, aku ini adik pintar Kak Jo yang selalu berbuat kebajikan di manapun!" Zivena menegaskan itu seusai menyimpan lagi bola kristalnya di cincin ruangnya.     

"Iya, iya, Kakak tahu, kok!" Jovano meraih adiknya dan mencubit gemas pipi Zivena. "Yang penting kamu selalu baik-baik saja dan tak ada yang mencelakai kamu, Kak Jo sudah tenang, sih!"     

"Tentu saja! Mana ada yang berani macam-macam denganku!" Zivena menaikkan dagunya dengan rasa bangga.     

"Jo, masih belum ada kabar tentang Sera?" tanya Voindra.     

Kepala Jovano menggeleng dengan sedih. "Sampe sekarang belum ada tanda dan sinyal dari manapun mengenai Sera. Aku  udah nyebarin banyak mata-mata ke segala penjuru dan belum ada yang melapor."     

Voindra diam termenung. "Aku ikut berduka untuk itu, Jo. Semoga aja cepat ditemukan."     

"Ya sudah, ayo kita kemas-kemas dan pindah ke kota lain. Atau kalian masih ingin lebih lama di sini untuk misi kalian?" Jovano mengerling jenaka ke dua gadis di depannya.     

"Pindah saja. Aku sudah bosan dengan orang-orang mesum gila di sini!" Zivena berlagak kesal padahal dia sendiri merasa bangga telah bisa menyelamatkan banyak orang dari celaka akibat manusia jahat lainnya.     

Akhirnya, sesuai kesepakatan, mereka pun mulai berpindah kota menggunakan mobil dengan Jovano yang mengemudi.     

Perjalanan menyenangkan bagi mereka berenam dan tiba di kota berikutnya, sebuah kota yang juga terkenal akan kesenian batiknya.     

"Ayo cari hotel dulu! Kalian ingin yang modern atau etnik?" tanya Jovano.     

"Yang bernuansa tradisional saja, Jo! Aku sudah bosan hotel modern!" Voindra memberikan suaranya.     

"Baiklah, kalau yang lainnya setuju, aku akan langsung cari." Jovano bersiap membuka map pada ponselnya untuk mencari mana sekiranya hotel di dekat mereka yang sesuai keinginan.     

Setelah menemukan pilihan terbaik, maka mobil diarahkan ke destinasi yang sudah disepakati bersama.     

Mereka tiba di sebuah resor dekat dengan hutan buatan dan dikatakan di situs agen wisata bahwa itu adalah resor baru dan paling diminati turis mancanegara.     

Benar saja, ketika mereka tiba di lobi resor, sudah ada banyak turis mancanegara di sana sedang duduk santai saja atau mendaftar ke resepsionis.     

Jovano dan Shona segera maju berdua ke meja resepsionis dan memesan 3 kamar untuk rombongan mereka.     

"Ada 1 kamar yang agak jauh dari yang 2, nih! Tidak apa-apa, kan?" tanya Jovano ke istrinya ketika melihat bahwa yang tersisa adalah 3 kamar saja dan 1 letaknya agak jauh dari 2 lainnya.     

"Aku pikir tidak apa. Pasti ada yang mau ambil. Kalaupun tidak ada, kita bisa ambil itu." Shona berkata. Jovano pun mengangguk setuju dengan pemikiran istrinya.     

Sementara Jovano dan Shona sedang berbincang di meja resepsionis, Zivena mengobrol dengan Voindra. "Entah kenapa, yah Kak Voi, aku merasa sejak dulu kalau kak Sho jauh lebih pantas jadi istrinya kak Jo."     

"Hm?" Voindra mendekatkan telinganya ke Zivena dan menyahut, "Ohh, ya, aku juga merasa begitu, sih! Yah, mungkin karena aku sudah melihat sendiri seperti apa kapasitas Shona karena pernah menjalani kamp pelatihan di alam kakekmu."     

"Hn, itu aku belum lahir." Zivena menyahut.     

Lalu, Voindra mulai menceritakan kisah perjuangan mereka di alam Schnee dengan membentuk tim Blanche. Zivena mendengarkannya dengan mata berbinar dan terus berkata betapa dia iri kepada mereka yang menjalani pelatihan itu.     

Tentu saja Voindra tidak menceritakan mengenai kisah kasihnya pada Gavin di sana untuk menjaga perasaan Louv.     

"Kalian sedang mengobrol apa?" tanya Jovano ketika kembali ke rombongannya di lobi dan melihat asyiknya Zivena dan Voindra mengobrol.     

"Hanya menceritakan ke adikmu mengenai perjuangan kita di Schnee, Jo, biar dia iri, ha ha ha!" Voindra menyahut.     

"Ya, aku memang iri! Sangat iri!" Zivena cemberut meski itu hanya lagaknya saja.     

"Ayo, kita ke kamar masing-masing." Jovano melambaikan 3 kunci di tangannya. Tapi dia masih menjelaskan mengenai adanya 1 kamar yang letaknya paling ujung jauh dari 2 lainnya.     

"Buat aku dan Zizi saja, Jo!" Voindra berkata.     

"Buat aku saja, Kak Jo!" Gavin juga ikut bicara.     

Mereka saling menoleh dan menjadi canggung.     

"Ya sudah, untukmu saja." Dan keduanya sama-sama mengucapkan itu tanpa direncanakan.     

Zivena dan Jovano sama-sama tertawa dan Shona cuma bisa tersenyum.     

"Ciyeee … kompakan, ya?" Zivena menggoda Voindra dan Gavin. Louv hanya diam dan berlagak tak melihat apapun.     

Kemudian, mereka mencapai kesepakatan bahwa kamar terjauh itu dihuni Zivena dan Voindra saja.     

"Aku malas mendengar suara nyaring kalian kalau sedang sibuk!" Demikian Zivena beralasan dengan wajah cemberut.     

"Ha ha ha … Zizi, kalau begitu, kenapa kau tak cari pacar saja biar bisa seperti mereka!" saran Voindra.     

"Tak mau, cuih! Hubungan seperti itu menjijikkan, aku geli sendiri kalau melihat!" Zivena berlagak menggigil dan memeluk dirinya sendiri. Voindra tertawa keras dan dia mengajak adiknya Jovano itu ke kamar mereka di tempat paling ujung.     

Ketika membuka kamar tersebut, ada bau lembap dan tak sedap menguar.     

"Ufhh! Sudah terlalu lama tak disewa yah, kamar ini?" tanya Voindra ke petugas resor yang mengantar mereka.     

"Maaf, Kak, iya, yang ini agak jarang diisi. Apakah Kakak ingin dibersihkan dulu?" tanya si petugas.     

"Tak usah, tak usah, begini saja!" Voindra menolak. "Kami bukan tamu yang cerewet, kok!" katanya sambil meringis.     

Seperti biasa, rombongan Jovano akan selalu menyembunyikan hawa iblis atau aura astral mereka masing-masing jika bepergian, kecuali saat bertarung. Jovano tak ingin terlalu menarik perhatian makhluk astral sekitar mereka.     

Kemudian, petugas resor pun keluar dan melangkah kembali ke lobi. Namun, di tengah perjalanannya, dia bertemu petugas lainnya.     

"Yang benar saja kamar yang itu ditempati?" tanya rekan petugas tadi.     

"Iya, bro! Bagaimana lagi, resor sudah penuh semua dan tak mau kehilangan tamu, makanya dikasih juga kamar satu itu." Si petugas menyahut rekannya.     

"Waduh … padahal di sana kan ada … ahh, sudahlah! Paling-paling kita harus siap-siap mendengar bunyi jeritan tengah malam atau mereka minta pindah atau refund, hi hi hi!" Si rekan terkikik geli membayangkan apa yang bakal terjadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.