Devil's Fruit (21+)

Pengalaman Baru ke Kelab Malam



Pengalaman Baru ke Kelab Malam

0Fruit 1523: Pengalaman Baru ke Kelab Malam     
0

Zivena tak menyangka bahwa dia diajak saudara sepupu dia, Voindra, ke kelab malam. "Kak! Kenapa harus ke sana?" Matanya melebar ketika dia sudah berada di dalam taksi.     

"Percayalah, di sana ada banyak 'pasien' yang bisa kau urus." Voindra mengerling satu matanya ke Zivena.     

"Tapi … akan lebih tepat kalau kita ke rumah sakit, ya kan?" Zivena masih cukup polos mengenai itu dan hanya mengerti bahwa misi dia akan lebih menuai kesuksesan jika mendatangi rumah sakit ketimbang kelab malam.     

"Sudah, ikut saja dulu denganku, nanti kau akan mengerti." Voindra menepuk lembut pipi adik sepupunya.     

Taksi mulai melaju ke tempat yang diinginkan Voindra, sebuah kelab malam besar dan ternama di pusat kota.     

Turun dari taksi, mereka menuju ke pintu masuk kelab malam. Ditanya mengenai kartu identitas, tentu saja itu hal mudah bagi Voindra menciptakan KTP palsu. Dalam hitungan detik, dia sudah menyodorkan ID Card dengan Amerika sebagai negara asal mereka.     

"Apakah aku perlu memperlihatkan paspor dan visa ke kalian juga? Tapi itu sungguh merepotkan kalau begitu." Voindra berlagak bosan.     

Petugas di sana segera saja membolehkan kedua gadis yang sangat terlihat bule untuk masuk ke kelab. Apalagi, di kartu identitas tadi, usia Voindra dan Zivena sudah lebih dari 18 tahun.     

Voindra terkikik senang dan menarik tangan Zivena.     

Sesudah melewati penjaga, keduanya mulai menyusuri lorong yang hanya cukup untuk 3 orang berjajar saja.     

"Kau ini gila, Kak! Kau membuat kita sebagai warga negara Amerika!" Zivena baru kali ini bertingkah senakal itu mencurangi seseorang mengenai identitas.     

"Ohh, ayolah, Zizi … jangan terlalu serius begitu. Mereka tidak akan memeriksanya! Percayalah! Mereka hanya basa-basi menggertak saja! Ayo!" Voindra menarik tangan Zivena sambil berlari sehingga adik Jovano itupun pasrah ikut berlari.     

"Kak, santai saja! Tak usah buru-buru begini!" Zivena tak paham, kenapa Voindra begitu antusias ingin lekas ke ruang utama kelab.     

"Ha ha …." Voindra akhirnya mulai berjalan santai lagi dan bertanya ke adik sepupunya, "Hei, Zi, kenapa tidak mengganti bajumu? Ayolah, ganti saja di sini, mumpung  tidak ada orang di dekat kita!" Kepalanya sembari menoleh ke depan dan belakang untuk memastikan tak ada siapapun di dekat mereka.     

"Tidak mau! Aku tetap pakai celana panjang jins begini saja dan kaos sepinggang." Zivena saat ini memang mengenakan baju kasual dia.      

Berbeda dengan Voindra yang memakai gaun terusan pendek warna perak yang bertali kecil di bahu dan potongan dada cukup rendah. Belum lagi sepatu bertumit tinggi, membuat dia terlihat mirip wanita dewasa meski sebenarnya baru di usia 20 awal.     

Rambut panjang bergelombang warna madu milik Voindra bergerak-gerak gemulai menyesuaikan langkahnya.     

Akhirnya, lorong itu berujung di sebuah ruangan luas dengan hiruk-pikuk musik dan orang-orang banyak berjubel di sana. Ada yang berdiri sambil menggoyangkan tubuhnya, ada pula yang lalu-lalang bersama kawannya.     

"Ayo kita ke bagian atas!" ajak Voindra, tak lupa dia memegang tangan Zivena menaiki tangga dari kaca fiber yang kokoh, tak peduli orang bisa melihat celana dalam dia dengan memakai baju mini begitu.     

Sementara, Zivena lega karena dia memutuskan memaka celana panjang. "Kak Voi, sepertinya kau biasa mendatangi tempat seperti ini, ya kan?"     

"Ha ha ha … yah, seperti itu. Kan sudah aku katakan sebelumnya, kalau aku ini mudah bosan. Maka dari itu, aku kadang pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan agar tidak bosan!" Voindra terus menaiki tangga sampai tiba di lantai 2 kelab itu.     

Di lantai 2, ada banyak bilik kaca dengan tirai-tirai tipis di sekeliling bilik. Cukup mudah mengetahui apa saja yang dilakukan seseorang di dalam bilik itu berdasarkan siluet dari bayangan tubuh mereka.     

Zivena melihat di masing-masing bilik, ada berbagai kegiatan dilakukan di dalamnya. Ada yang sedang bercumbu, ada yang sepertinya berpesta dengan teman-teman, ada pula yang terlihat melakukan adegan mesum tanpa sungkan.     

Ya ampun, Zivena merasa pengap sendiri hanya dari melihat siluet dari aksi-aksi tak pantas itu.     

"Sepertinya belum ada bilik kosong." Voindra mengerutkan mulutnya. "Kita berdiri santai dulu di sini, yah Zi!" Mereka ada di selasar lantai 2, berdiri sambil bersandar di pembatas selasar, sama seperti kebanyakan orang di sana.     

Wajah Voindra yang bercirikan seperti gadis Balkan, membuat beberapa pemuda terus melirik ke arahnya. Mengetahui dirinya diperhatikan, Voindra tertawa genit.     

Zivena bertanya-tanya dalam hati, pasien apanya yang ada di tempat semacam ini? Yang ada dia yang pusing melihat kelakuan gila orang-orang di bawah lantai dansa dan di dalam bilik. Bahkan dia mulai menyesali keputusan dia ikut Voindra ke tempat itu.     

Voindra memberikan gerak-gerik sebagai isyarat kepada para pemuda yang melirik-lirik ke arahnya.     

Tapi, karena para pemuda itu sepertinya masih ragu dan takut, maka Voindra tidak lagi menggubris mereka dan matanya mulai mencari-cari ke kerumunan orang yang sedang berjoget di lantai bawah.     

"Zi, kau lihat di sana itu?" Telunjuk Voindra mengarah ke sebuah sudut yang agak gelap.     

"Ya. Kenapa di sana, Kak?" Meski tahu apa yang dia lihat, yaitu ada 3 lelaki berbincang dan minum dengan 2 perempuan, namun dia tidak memahami apa maksud Voindra.     

"Itu calon pasien kamu, Zi." Voindra sambil menoleh ke adik sepupunya.     

"Hah? Kenapa bisa begitu, Kak?" Zivena terlalu polos mengenai itu sehingga dia masih belum paham.     

"Lihat saja gerak-gerik mereka berlima." Voindra mulai menyandarkan perutnya di besi pembatas selasar bersama Zivena.     

Mata Zivena mulai menajam, mengawasi kelima orang di bawah sana. Pandangannya memicing ketika dia melihat sepertinya lelaki itu menyentuh si perempuan tapi perempuannya seperti tak nyaman dengan sentuhan itu.     

"Mereka … sepertinya mereka memaksa perempuan itu …." Zivena tak yakin dengan penilaiannya.     

"Matamu cukup tajam juga, Adikku!" Voindra tertawa santai sambil menepuk pipi Zivena. "Kau bisa mengurus mereka, aku ingin ke bawah dulu, yah! Ada yang menarik perhatianku!"     

"Ehh! Kak?" Zivena tak bisa lagi memanggil kakak sepupunya karena Voindra sudah berlari menuruni tangga. Mau tak mau, dia bertahan di selasar itu dan mengawasi ketat kelima orang tadi.     

Sementara itu, Voindra ternyata bergabung di lantai disko, berjoget ke dekat seorang perempuan yang dikelilingi 3 lelaki sambil dipegang sana dan sini.     

Dengan cerdik, Voindra yang mengetahui perempuan itu ingin lepas dari ketiga pengerumunnya, dia mengalihkan perhatian ketiga lelaki dan memberi kode mata ke perempuan yang ketakutan tadi.     

Sedangkan di tempatnya, Zivena melihat ketiga lelaki itu mulai membawa kedua perempuan muda itu naik ke lantai atas. Sepertinya hendak menyewa sebuah bilik.     

Seperti dugaan Zivena. Kedua perempuan itu dibuat mabuk dan kesadarannya mulai menipis, makanya mereka tidak berontak ketika dibawa ke dalam bilik yang sudah disewa sebelumnya oleh kelima lelaki.     

Mau tak mau, Zivena mengikuti mereka. Dia yakin dengan penuh bahwa kedua perempuan tadi tidak suka dengan perlakuan kelima lelaki itu.     

Benar saja, ketika Zivena memaksa membuka pintu menggunakan ilmu magisnya, dia melihat kedua perempuan itu sudah direbahkan ke sofa dan sudah dilucuti pakaiannya. Kondisi mereka sudah tidak sadarkan diri.     

"Kalian lelaki brengsek!" teriak Zivena. Enaknya diapakan lelaki macam itu, ya? Dia bertanya-tanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.