Devil's Fruit (21+)

Ke Mana Serafima?



Ke Mana Serafima?

0Fruit 1514: Ke Mana Serafima?     
0

Ketika Jovano dan kelompoknya tiba di daratan, mereka kembali ke tubuh masing-masing. Hari sudah siang dan menjelang sore ketika itu.     

"Ayo kita kembali ke mobil." Jovano membuka matanya dan menyatukan jiwa yang baru dari laut dengan yang dia tinggalkan sedikit di tepi pantai, lalu dia mengajak semua anggotanya, termasuk kedua istrinya, untuk pulang.     

"Ayo!" Yang lainnya mengangguk dan telah menyatukan jiwa masing-masing. Mereka berdiri, bersiap untuk ke mobil karena pastinya Pak Aan sudah menunggu sejak lama.     

Namun, Jovano seperti merasakan ada yang salah. Apa itu?     

"Sera?!" panggil Jovano sembari dia menyentuh pundak Sera ketika kepala wanita nephilim itu tertunduk dengan ponsel di tangan. "Sayank? Sera!" panggil Jovano lebih keras.     

Segera, satu demi satu dari mereka menatap ke arah tubuh fisik Serafima yang masih diam tidak bergerak dengan secuil jiwa terdapat di sana.     

Sedikitnya jiwa di tubuh Serafima mengakibatkan wanita itu memberikan ekspresi seperti orang linglung dengan pandangan mata kosong dan tidak merespon meski masih hidup.     

Inilah kenapa ketika jiwa seseorang yang masih hidup ditawan di dunia lain, dalam kondisi terburuk adalah orang itu seperti cangkang tanpa isi, hanya menjadi manusia linglung layaknya idiot, tidak bisa apa-apa.     

"Apakah Sis Sera mengeluarkan semua jiwanya?" Shona bingung.     

"Tapi, bukankah kita menaruh sedikit jiwa kita di sini ketika kita masuk ke laut?" Gavin mengingatkan.     

Jovano segera memeriksa jiwa dia sendiri yang tadi dia tinggalkan, dia telusuri memorinya. "Sepertinya semua baik-baik saja. Tidak ada yang aneh. Bagaimana ini bisa terjadi?" Sungguh dia kebingungan dengan hal yang sangat aneh ini.     

"Coba sini aku pindai dulu memori dia." Shona memegang kepala Serafima sembari wanita nephilim itu dipeluk Jovano agar tidak oleng.     

Shona memejamkan matanya dan kemudian, keningnya berkerut.      

"Gimana, Sho? Apa yang kamu temuin di memori Sera?" Jovano tak sabar ingin cepat tahu. Dia sudah mengedarkan kemampuan pelacakannya ke radius ratusan meter dan masih belum menemukan apapun.     

Serafima seolah lenyap begitu saja dari sekeliling Jovano.     

"Kenapa … kenapa memorinya aneh begini, yah?" Shona membuka matanya usai memindai otak Serafima.     

"Jelaskan padaku apapun itu, Sho." Jovano menatap istri keduanya penuh harap.      

"Ini … ketika kita sedang berada di laut … tubuh kita dengan sedikit jiwa di sini awalnya baik-baik saja, tidak ada gangguan sama sekali. Bahkan aku melihat orang-orang hanya melewati kita tanpa mereka bertanya atau mengganggu kita." Shona menjelaskan awalnya.     

"Lalu?"     

"Selang 2 jam berikutnya, seperti ada kabut tebal melingkupi kita dan itu berlangsung sangat cepat."     

"Kabut tebal?"     

"Ya. Tapi manusia tidak mengetahuinya, mungkin itu kabut astral."     

"Apa warnanya?"     

"Hitam."     

Jovano menarik napas panjang. Kabut hitam biasanya bukan pertanda baik. Biasanya itu digunakan iblis, namun jin juga bisa menciptakan kabut hitam, hanya saja jin kelas paling atas yang mampu untuk itu.     

"Lalu?"     

"Setelahnya, begitu kabut itu menghilang perlahan, jiwa kita mulai datang dari laut ke sini ke tubuh kita masing-masing."     

"Hn … maksudmu … kabut itu datang tepat sebelum kita kembali ke tubuh kita?"     

"Ya, Jo."     

"Kak Jo, apakah ini artinya kak Sera diculik?" tanya Gavin.     

Jovano menoleh ke Gavin. "Bisa jadi begitu, Gav. Hanya saja, kenapa ada kabut hitam? Untuk apa itu?" Jovano mengerutkan kening dalam-dalam pertanda dia sedang berpikir keras.     

"Kenapa jiwa kita di sini tidak berbuat apa-apa ketika kabut hitam itu datang, yah?" Zivena memiringkan kepalanya sambil menampilkan wajah penuh tanya. Dia merasa ini sungguh aneh dan unik.     

"Astaga!" pekik Jovano, tiba-tiba.     

"Ada apa, Kak Jo?"     

"Kenapa, Jo?"     

"Kabut itu adalah pengalih perhatian!" Jovano menepuk keras pahanya ketika dia selesai menganalisis. "Ya! Pasti begitu! Kabut itu datang hanya untuk membuat kewaspadaan kita turun, maksudku … kewaspadaan secuil jiwa kita di sini."     

"Ohh! Jadi … kabut itu bagaikan obat bius untuk kesadaran jiwa kita?" Gavin mengonfirmasi.     

Jovano mengangguk. "Sepertinya begitu. Meski aku belum terlalu yakin dengan dugaanku. Ya sudah, aku akan mencari Sera dulu, semoga dia belum jauh dari sini."     

Dengan itu, Jovano kembali mengeluarkan sebagian besar jiwanya dari tubuh fisik dan hendak terbang melesat dari sana untuk lebih mudah secara pergerakan.     

"Jo! Aku ikut!" seru Shona sambil bersiap memisahkan jiwa dan tubuh seperti tadi.     

"Jangan!" Jovano lekas berteriak. "Kalian semua, kembali ke hotel, bawa tubuh aku dan Sera. Tunggu aku di hotel saja!"     

Setelah itu, Jovano melesat pergi dari sana diiringi pandangan cemas anggota kelompoknya.     

"Zi, bagaimana ini? Kakakmu sendirian mencari sis Sera." Shona cemas. Dia ingin sekali ikut.     

"Kalau kak Jo sudah mengatakan seperti tadi, kita sebagai anggotanya harus patuh." Zivena menyahut, "Pastinya kak Jo memiliki pemikiran dan keputusan yang dipikirkan dengan sangat matang."     

Menelan kecewanya, Shona mengangguk saja dan mereka membawa tubuh Jovano dan Serafima ke mobil.     

"Lho? Kenapa dengan Pak Jo dan Nyonya Sera?" Pak Aan bingung dengan kondisi tubuh lemas dengan pandangan hampa dari tubuh Jovano dan Serafima. Sepertinya Jovano menyisakan sekian persen dari keseluruhan jiwanya saja untuk mencari istrinya.     

Yah, bisa dipahami karena semakin banyak jiwa, maka akan semakin besar kekuatan yang bisa digunakan dalam pertempuran astral nantinya.      

Karena ini menyangkut keselamatan Serafima, mana mungkin Jovano menahan diri lagi? Kalau tidak ingat dia adalah ketua tim, dia sudah mengambil seluruh jiwanya dari tubuh fisik.     

Hanya saja, dia tidak boleh gegabah begitu.     

Shona yang memegangi Serafima, menyahut pada Pak Aan, "Mereka mungkin lemas karena terlalu lama berjemur di bawah matahari, Pak!" Sepertinya ini alasan yang sangat masuk akal.     

Heat stroke, Shona menggunakan alasan itu.     

"Ohh?" Pak Aan diam saja sembari membantu memasukkan tubuh lemas Jovano ke mobil. Padahal, dalam hatinya, dia menyangsikan apa yang dikatakan Shona. Bukankah tadi dia melihat kelompok Jovano ada cukup jauh dari bibir pantai dan malahan berteduh nyaman di bawah tenda?     

Bagaimana itu bisa mengalami heat stroke?     

Tapi … Pak Aan tidak ingin banyak mendebat. Bagaimanapun juga, dia hanyalah orang yang disewa Jovano. Tidak sepatutnya dia meragukan apa yang sudah dikatakan anggota Jovano, kan?     

Pak Aan hanya bisa memberi saran, "Apa tidak sebaiknya mereka dibawa ke rumah sakit saja, Nyonya Shona?"     

"Ohh, tidak usah, Pak." Shona menjawab setelah dia duduk berdampingan dengan tubuh Serafima dan memeluknya dari samping, dia berkata, "Ini hanya perlu direbahkan sebentar dan akan kembali baik setelah mereka tidur dan istirahat."     

"Ohh, baiklah, Nyonya. Ini kita kembali ke hotel, kan?" Pak Aan menyalakan mesin mobil.     

"Iya, Pak! Langsung kembali ke hotel saja." Shona menjadi pembuat keputusan mewakili Jovano kalau begini.     

Mobil meluncur meninggalkan pantai di sore itu untuk kembali ke hotel.     

Lalu, bagaimana dengan Jovano? Apa pula yang menimpa Serafima?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.