Devil's Fruit (21+)

Interview with the Genie



Interview with the Genie

0Fruit 1512: Interview with the Genie     
0

Jovano memberikan pertanyaan ke Ratu Laut Utara, "Ibu Ratu, aku dengar Ibu Ratu kerap menarik manusia untuk menjadi budak di sini. Benarkah? Tapi, aku juga mendengar kalau Ibu Ratu juga membuka lapangan pekerjaan untuk manusia bekerja sebagai pembatik di tempat Ibu Ratu. Apakah itu juga benar?"     

Tentu saja Jovano sudah menyelidiki mengenai itu terlebih dahulu sebelum sembarangan melontarkannya menjadi sebuah pertanyaan.      

Apalagi, tadi ketika dia melihat ke gerbang paling depan dari istana Ratu Laut Utara, itu berisi kumpulan tubuh manusia yang berjajar di sana, disula seperti satai dari bagian bawah sampai atas.      

Hal itu sangat mengganggu mata Jovano dan kelompoknya semenjak tadi. Hati mereka tercabik melihat hal itu.      

Manusia diperlakukan seburuk demikian, mana mungkin Jovano dan yang lain tidak merasa miris?     

Manusia? Ya, itu memang manusia sesungguhnya. Terlebih, manusia-manusia yang disula itu masih hidup, hanya tidak bisa bergerak, hanya mengerang pelan saja dengan raut wajah muram tanpa ada daya.      

Ada pula yang menangis lirih sambil meratap meski suaranya rendah saja, mereka tetap terlihat jelas menderita. Siapa yang tidak?     

Ratu Laut Utara diam sejenak mendapatkan pertanyaan semacam tadi. Dia tidak boleh salah menjawab atau dia bisa menerima takdir seperti Gargamaz dan Marges. "Tuan Mudaku …."     

"Ibu Ratu, tidak perlu cemas, itu hanya pertanyaan sederhana saja, bukan?" Jovano menginterupsi ucapan Ratu Laut Utara yang terdengar diucapkan dengan napas berat seperti sebuah beban.     

Ratu Laut Utara menelan ludahnya sambil benaknya menjerit, 'Bagaimana bisa itu disebut pertanyaan sederhana?!' Tapi dia harus tetap tenang menghadapi  Jovano yang sepertinya sungguh sulit ditebak.     

"Tuan Mudaku … hamba yakin pasti Tuan Muda sudah melihat adanya jajaran manusia di pintu gerbang depan istana." Pertama-tama, Ratu Laut Utara akan menyampaikan ini terlebih dahulu.     

Jovano mengangguk. "Tentu saja, itu sebuah pemandangan yang sungguh mengejutkan sanubari kami sampai kami ingin melompat karena kaget."     

Ratu Laut Utara menarik napas dalam-dalam meski tidak berani keras-keras agar tidak terdengar tamunya karena itu tidak sopan. "Hamba akui itu pasti menimbulkan Tuan Muda dan yang lainnya terkejut. Itu … itu adalah manusia-manusia yang berdosa setelah membuat perjanjian dengan makhluk seperti kami."     

"Maksudnya, Ibu Ratu? Bisa diperjelas mengenai bagian membuat perjanjian dan dosa tadi?" Jovano bertanya dengan harapan mendapatkan jawaban yang lebih rinci.     

"Mereka semua adalah dukun-dukun yang telah dikalahkan oleh orang lain dan selain dukun, ada juga manusia yang membuat perjanjian gaib dengan para jin." Ratu Laut Utara berusaha memberikan kalimat sejelas mungkin. "Mereka mendapatkan apa yang patut mereka dapatkan. Kami berhak melakukan itu pada mereka karena itu kehendak mereka sendiri. Kami tidak memaksa."     

Jovano dan yang lainnya terdiam, merenungkan ucapan Ratu Laut Utara. Kemudian, dia berkata, "Jadi, itu hanya orang-orang yang membuat perjanjian dengan kalian atas kehendak bebas mereka sendiri, benar?"     

"Benar, Tuan Mudaku. Itu benar-benar seperti yang saya ucapkan. Hamba tidak berani memberikan berita bohong pada Tuanku ini." Ratu Laut Utara mengangguk sopan.     

"Lalu, kenapa mereka masih berwujud manusia? Bukan jiwa?" Jovano ingin tahu.     

"Karena mereka sudah memasrahkan hidup dan mati mereka pada bangsa kami dan itu sudah tertulis di perjanjian darah antara kami." Ratu Laut Utara mengungkapkannya.     

Hal ini makin membuat Jovano tertarik. Dia tidak mengira bahwa bangsa jin bisa memiliki hak sebesar itu atas manusia. Tapi dia tidak boleh melupakan bahwa ada perjanjian darah di sana sehingga itu tidak bisa dihindarkan.     

Jovano yakin, hal ini tidak bisa diberikan campur-tangan surga karena itu sudah pilihan manusia itu sendiri yang menginginkan hal seperti ini terjadi.     

Bahkan, Jovano sendiri tidak memiliki hak apapun atas hal tersebut. Dia yang tadinya hendak bernegosiasi mengenai para manusia malang yang ditusuk bagaikan satai itu dengan Ratu Laut Utara, kini dia sendiri tak yakin apakah dia layak ikut-campur.     

Namun, tentu saja Jovano tidak ingin melepaskan kesempatan bagus untuk bisa mengorek keterangan dan informasi mengenai dunia gaib di alam Indonesia ini.      

Maka dari itu, mumpung Ratu Laut Utara tunduk padanya, maka dia akan menguras semua informasi berharga yang bisa dia gunakan di lain kesempatan agar tidak salah langkah.     

"Yang membuatku heran, Ibu Ratu, kenapa manusia-manusia berdosa itu berwujud fisik di sini? Apakah mereka tidak tenggelam atau paru-parunya pecah karena berada di alam yang berbeda dengan tempat mereka tinggal?"     

"Tuan Mudaku, itu sudah sesuai dengan apa yang akan hukum alam berikan pada mereka jika melakukan perjanjian darah dengan kami. Mereka berhak kami bawa ke tempat kami dan kami perlakukan sesuai dengan ketentuan semesta.     

Ngeri. Sungguh Jovano merasa ngeri karena ini ternyata hukuman yang diperbolehkan oleh semesta itu sendiri. "Kenapa mereka tidak dihukum saja di neraka?"     

"Akan ada waktu dimana mereka akan direnggut untuk dibawa ke sana, menjadi penghuni di sana secara abadi, Tuan Muda. Tapi tidak sekarang. Waktunya belum tiba." Ratu Laut Utara menjawab.      

"Kalau fisik mereka dibawa ke sini, lalu yang dikubur—" Jovano menggantung pertanyaannya dengan wajah bingung.     

"Tubuh mereka ketika kami ambil, kami ganti dengan kayu atau batang pohon pisang, Tuan Muda," ungkap Ratu Laut Utara.     

"Ahh, rupanya begitu. Jadi, kalian menggunakan trik sihir supernatural sehingga manusia yang menguburkan mereka tidak mengetahui mengenai bergantinya jasad si pendosa?"     

"Benar, Tuan Muda. Demikianlah cara kami. Benda pengganti itu akan terlihat kembali menjadi kayu atau batang pohon pisang setelah ada di kubur selama satu minggu."     

"Wah, cara kerja kalian sungguh rapi!" Jovano takjub.     

Rupanya, sembari menunggu hari akhir, manusia-manusia pendosa itu akan terus berada di penyiksaan dunia di alam jin bagi yang memiliki perjanjian dengan jin.     

Setelah itu, manusia pendosa itu akan direnggut ke neraka. Jovano belum pernah menginjakkan kakinya di neraka, karena itu tempat sangat terlarang bagi makhluk yang tidak berkepentingan di sana.     

Neraka, sebuah dimensi yang pernah dikatakan kakeknya pada dia sebagai dimensi ruang dan waktu yang sangat amat mengerikan beratus kali lipat dari underworld.      

Underworld hanya merupakan tempat para iblis tinggal dan bermasyarakat membentuk koloni.      

"Lalu … aku pernah mendengar mengenai tumbal, itu bagaimana? Kalian memiliki jiwa mereka untuk ditawan di alam kalian, kan?" Shona membuka suara, ikut bertanya.     

"Ahh, ya benar! Aku dengar kalau manusia yang ditumbalkan itu bisa dibawa ke alam jin. Bukankah itu takdir yang tidak adil untuk mereka? Mereka hanya korban!" Sebagai sosok yang emosional, Serafima bertanya dengan berapi-api.     

Ratu Laut Utara tersenyum sejenak dan menjawab, "Itu sudah menjadi ketentuan semesta, kami tidak bisa apa-apa dan hanya mematuhi saja."     

"Tapi tidak adil untuk mereka! Bolehkah kami membebaskan mereka?" Serafima belum puas.     

Ratu Laut Utara memandang kedua istri Jovano. Sepertinya mereka sama menakutkannya seperti Jovano jika memberikan pertanyaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.