Devil's Fruit (21+)

Sosok Penjaga Warung Beraksi



Sosok Penjaga Warung Beraksi

0Fruit 1504: Sosok Penjaga Warung Beraksi     
0

Jovano dan kelompoknya dibawa Pak Aan ke sebuah warung makan nasi megono yang dikatakan terkenal enak oleh Pak Aan.     

Di sana, ternyata Jovano melihat adanya sosok penjaga yang berbentuk seperti patung singa penjaga yang biasanya lazim ada di beberapa kuil dan rumah kuno orang Tionghoa.     

Hanya saja, Jovano dan yang lainnya tidak merasa bahwa sosok di depan pintu masuk warung itu memiliki aura negatif.      

"Vibe mereka netral."     

"Ya, benar. Aku sama sekali tidak merasakan adanya gelombang energi gelap di mereka."     

"Sepertinya mereka memang ditaruh di sana hanya untuk menjaga saja, bukan untuk alasan lainnya."     

"Menjaga? Kira-kira menjaga dari apa, yah?"     

Kelompok Jovano berdiskusi mengenai itu setelah mereka semua bergantian memesan makanan secara langsung di depan etalase kaca.     

"Hm, nasi megononya enak!" Shona berkata sambil kepalanya mengangguk-angguk.      

"Kak Sho nasi megono apa itu?" tanya Zivena sambil menoleh ke kakak ipar favoritnya.     

"Ini katanya pelayannya, nasi megono manggut?" Shona mencoba menirukan ucapan pelayannya tadi.     

"Mangut, sayank, bukan manggut." Jovano membenarkan istri keduanya.     

"Ohh, mangut, yah! Aku kurang paham sebutan di sini." Shona terkekeh kecil mengakui kesalahannya.     

"Iya, mangut itu tergolong bumbu semacam gulai kuning yang biasanya digunakan untuk ikan." Jovano menjelaskan secara singkat usai dia mencarinya di Gugel.     

"Ohh! Pantas saja ini ada potongan ikan, sepertinya ikan pari kalau melihat dari siripnya." Shona menunjuk ke piringnya. "Zizi tadi milih apa?"     

"Aku? Aku nasi megono telur dan … tunggu, aku tirukan dulu mbak pelayannya. Err … nasi megono telur dan orek tempe! Ya, tadi dia berkata seperti itu!" Akhirnya Zivena berhasil mengingat ucapan pelayan yang meladeni dia.     

"Ohh, ya, sepertinya ini tempeh." Shona menunjuk ke orek tempe di piring Zivena.     

"Tempe, sayank, tak ada huruf H-nya." Jovano meralat. "Di sini, hanya berlaku kata tempe, bukan tempeh seperti di luar negeri."     

"Ohh, begitu." Shona mengangguk paham.     

"Kak Jo ini serba tahu, yah! Mirip kamus berjalan!" puji Gavin sambil memandang kagum ke sahabat masa kecilnya.     

"Sudah pasti! Kakakku orang jenius dengan wawasan luas, tidak seperti kau yang bisanya berpikir dengan kepala bawahmu saja." Zivena secara gamblang mengolok keras Gavin.     

Gavin tertawa santai. Dia sudah terbiasa dengan mulut jahat Zivena padanya.      

"Kak Jo nasi megono apa?" tanya Zivena kepada kakaknya.      

"Kakak memilih nasi megono cumi hitam." Jovano menunjukkan isi piringnya. "Gav, kau pilih yang apa?"     

"Aku nasi megono empal goreng, sepertinya tadi mbaknya bilang begitu, Kak!" Gavin menjawab, lalu menoleh ke selirnya, "Sayank, kamu yang apa?" Sembari melirik ke Louv.     

"Tadi ini disebut nasi megono teri kacang. Entah itu apa maksudnya." Louv sambil mengedikkan bahunya.     

"Ohh, teri kacang itu maksudnya kacang tanah digoreng ditambah teri nasi goreng dan biasanya diberi bumbu pedas." Jovano sekali lagi memberikan penjelasan. Dia memang sudah mempelajari banyak hal di Pekalongan ini.     

"Jadi, ini juga nasi megono teri kacang, yah Jo?" Serafima menunjukkan piringnya yang sudah setengah kosong.      

"Ohh, itu sepertinya menu komplit, karena aku lihat itu ada suwiran ayam, mie goreng, dan juga telur rebus." Jovano menerka saja.     

"Wah, jadi ini yang menu komplit? Tadi aku hanya iya-iya saja ketika pelayannya menawarkan menunya padaku." Serafima menyahut, "Rasanya sangat enak!"     

Mereka semua sepakat bahwa makanan di warung nasi megono milik Nyonya Meihua memang lezat memanjakan lidah.     

"Hm, sepertinya kuliner di Asia Tenggara ini sangat pekat bumbu dan rempahnya, yah!" Gavin berkomentar.     

"Benar, aku setuju, Gav!" Jovano mengangguk.      

"Sama seperti saat aku dan Zizi ke Thailand, Pilipina, dan Vietnam, cita rasa makanan di sana hampir mirip seperti di Indonesia ini, kaya akan rempah dan bumbunya tajam tapi lezat." Gavin teringat akan pengalamannya itu.     

"Kukira kau hanya ingat cita rasa perempuan-perempuan di sana saja yang sibuk kau gauli." Lagi-lagi Zivena memiliki celah untuk menaruh kritikan pedas berbalut sindiran ke Gavin.     

Sementara Gavin tertawa canggung, Louv di samping hanya melirik singkat ke Gavin.     

Tak berapa lama mereka di sana, warung mulai ramai oleh banyak orang berseragam.      

"Ternyata di sini memang benar ramai untuk tempat sarapan pekerja dan karyawan." Shona melihat sekeliling yang cepat penuh, padahal cukup banyak tempat duduk, tapi sepertinya masih saja kurang untuk menampung pembeli sebanyak itu.     

"Ayo, kita jangan berlama-lama di sini, kasihan yang ingin makan." Jovano mengajak kelompoknya menyelesaikan minum setelah makanan ditandaskan.     

Mereka mengangguk dan lekas meneguk minuman dan bangkit berdiri. Kemudian, Jovano pergi ke kasir dan menyerahkan 2 lembar uang merah ke pelayan. Padahal pelayan sedang bertanya makan apa saja kelompoknya tadi, untuk dihitung total.     

"Sudah, ini saja, Mbak." Jovano tidak ingin memperlama pelayan yang pastinya masih punya banyak pekerjaan seiring makin ramainya warung saat ini.     

"Tapi, Mister, ini terlalu banyak." Pelayan memegang 2 lembar merah yang baru saja disodorkan Jovano.     

"Itu sekalian tips karena makanan di sini enak sekali! Pertahankan, yah!" Jovano tersenyum dan melenggang pergi dari depan kasir, berkumpul dengan kelompoknya yang sudah berada di luar warung, berdiri santai dulu di sana.     

"Sudah, Jo?" tanya Shona.     

"Sudah." Jovano menjawab. "Nah, ingin santai dulu begini atau langsung masuk mobil?" Jovano bertanya ke kelompoknya yang belum mulai bergerak masuk ke mobil padahal Pak Aan sudah menghidupkan mesinnya.     

"Sebentar dulu, aku i—" Ucapan Shona terhenti ketika dia melihat makhluk astral entah dari mana, mendadak saja meluncur hendak masuk ke warung.     

Segera, dua sosok penjaga tadi memasang sikap waspada. Sebelum makhluk astral tadi menerobos masuk ke dalam warung, sosok penjaga berwujud seperti patung singa di kebudayaan orang Tionghoa itu bergegas mengibaskan cakarnya dan memusnahkan makhluk astral tadi.     

Kemudian, datang lagi, kali ini jin lusuh yang melesat ingin menerobos penjagaan, namun, lagi-lagi ditangkis dengan cakaran penjaga gaib tadi. Jin tidak terluka seperti makhluk astral sebelumnya, melainkan hanya mundur. Tapi, jin itu tidak menyerah dan terus saja mencoba masuk.     

Karena terus saja ngotot ingin menerobos masuk, maka salah satu sosok penjaga itu pun menerjang maju ke jin dan menerkam leher jin tadi.     

Tapi, mendadak muncul jin lain yang mengira bisa memasuki celah lengah penjaga.     

Sepertinya jin itu terlalu meremehkan para penjaga karena dia segera dihadang dengan pedang yang dikeluarkan sosok penjaga yang kini berubah wujud menjadi humanoid dengan karakteristik kepala mirip singa.     

Segera, kedua jin dihajar hingga terluka dan membuat jin-jin nekat itu melarikan diri.     

Jovano dan kelompoknya menyaksikan itu semua dalam diam sambil sesekali mereka melongo takjub dengan aksi sosok penjaga itu.     

"Mereka kuat juga, yah!" puji Jovano.     

Seketika, salah satu sosok penjaga itu menatap ke Jovano dengan tatapan heran. Mungkin dia bingung, kenapa ada manusia bisa melihat wujud keberadaan mereka yang gaib itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.