Devil's Fruit (21+)

Nasi Megono dan Sosok Penjaga Warung



Nasi Megono dan Sosok Penjaga Warung

0Fruit 1503: Nasi Megono dan Sosok Penjaga Warung     
0

Rupanya, Jovano belum melupakan rencana awal kenapa dia ingin datang ke Pekalongan.     

Itu tak lain karena dia mengetahui bahwa salah satu pantai di Pekalongan menjadi penghubung ke markas kerajaan laut pantai utara. Dia tergelitik ingin ke sana dan … sekedar melihat-lihat saja.     

Kemudian, setelah mengatur jadwal, mereka kembali memanggil Pak Aan di pagi hari.     

"Ayo, Pak! Ajak kami sarapan di tempat yang enak di sini!" Jovano sudah mempersiapkan dirinya, demikian pula anggota timnya.     

Kali ini, ada tambahan orang, yaitu Gavin dan salah satu selirnya yang merupakan bangsa Elf.     

Gadis Elf yang mengikuti Gavin dan bersedia menjadi selirnya adalah jenis elf cahaya dengan kekuatan besar nyaris seperti dewa dan tidak kalah dari jin kuat sekalipun. Dia bernama Louvradine. Gavin biasa memanggilnya Louv, seakan sedang mengucapkan love.     

Louv merupakan salah satu selir kesayangan Gavin karena Louv paling kuat di antara selir-selirnya. Selain itu, Louv sangat cantik dengan tubuh ramping meski hanya setinggi dada Gavin.     

Melihat Louv seperti melihat bocah SMP bertubuh mungil. Padahal usia Louv sudah mencapai 170 tahun dan itu sama seperti usia 20 tahun pada manusia.     

Karena ada Pak Aan, tentu saja Louv tidak mungkin memperlihatkan wujud aslinya yang berambut perak dan bertelinga panjang nan runcing.      

Menggunakan sihirnya, Louv mengubah penampilannya bagaikan gadis belia berambut cokelat dengan telinga manusia.     

"Wah, ini teman Pak Jo?" Pak Aan menatap Gavin dan Louv yang mendekat ke mobil Beliau.     

"Mereka termasuk keluarga saya, Pak!" Jovano berkata.     

Segera, Pak Aan berkenalan secara sopan dengan Gavin dan Louv. Jovano berkata bahwa Gavin dan Louv adalah pasangan suami dan istri.     

Meski Pak Aan bingung melihat kenapa orang yang masih terlihat seperti remaja belasan tahun malah dikatakan pasangan suami istri, tapi Beliau tidak banyak bertanya, mengiyakan saja tanpa ingin banyak tahu mengenai urusan pribadi tamu-tamunya.     

Walaupun misalkan Gavin dan Louv ternyata hanya pasangan kekasih yang berlagak suami istri agar legal menginap di hotelpun, Pak Aan tidak ambil peduli. Dia bukan petugas moral. Dia hanya sopir mobil sewaan untuk membawa turis berkeliling kota.     

"Ayo, ayo, silahkan masuk ke mobil saya. Mobilnya nyaman, kok! Tenang saja! Jok belakang juga sama nyamannya dengan yang depan atau tengah, jangan khawatir!" Pak Aan riang mempromosikan mobil yang kerap dia bawa untuk mengantar turis.     

Itu memang bukan mobil pribadi Beliau melainkan milik bos persewaan mobil. Namun, Pak Aan rajin merawat mobil itu sehingga selalu prima dan nyaman.     

Setelah semua orang di dalam mobil, Jovano kembali bertanya, "Restoran mana yang akan kita kunjungi, nih Pak?"     

"Soto sudah, kan? Bagaimana kalau sarapan nasi megono?" tanya Pak Aan sambil menoleh ke Jovano di sebelahnya.      

"Nasi megono?" Jovano memiringkan kepala sambil mengingat-ingat. "Bukankah itu nasi yang pernah kita makan di perkemahan malam itu, Pak?"     

Ya, dia masih ingat akan nasi megono yang tidak bisa dia nikmati dengan nyaman dikarenakan gangguan jin dan makhluk astral yang datang malam itu di perkemahan Black Canyon.     

"Ahh, yah semacam itu, Pak! Kalau yang di perkemahan itu kan nasi megono teri. Nah, ini Pak Jo dan keluarga bisa mencoba nasi megono jenis lainnya!" tutur Pak Aan penuh semangat.     

"Kenapa disebut nasi megono, Pak?" Serafima bertanya dari kabin tengah.     

"Megono itu makanan ikonik dari Pekalongan ini, Nyonya. Terbuat dari olahan nangka muda yang dicincang dengan kelapa parut dan kecombrang. Pokoknya rasanya sedap mantap dan gurih!" Pak Aan menjelaskan sambil mengemudi.     

"Ohh! Jadi itu bukan daging atau semacam lauk berat begitu, ya Pak?" Shona juga ingin bertanya.     

"Bukan, Nyonya. Megono itu seperti … apa ya … pendamping lauk berat? Seperti bumbu tapi memberikan cita rasa tambahan yang guriih dan unik." Pak Aan kembali menjawab.     

"Ohh, mungkin itu semacam kimchi di Korea, sering dijadikan makanan pendamping lauk apapun untuk menambah cita rasa." Shona jadi teringat pada makanan ikonik dari Korea tersebut.     

Pak Aan terkekeh karena Beliau tak paham dengan kimchi.     

"Apakah di Pekalongan ini ada restoran makanan Jepang atau Korea, Pak?" Kali ini Gavin yang bertanya dari arah kabin belakang.     

Pak Aan melirik ke spion tengah agar bisa menatap Gavin di belakang sana dan menjawab, "Ohh, tentu saja ada, Pak! Ada banyak, sudah mulai menjamur di sini. Apakah kalian ingin ke sana saja sekarang? Tapi sepertinya agak susah mencari yang sudah buka di jam ini."      

"Tidak usah, Pak! Kami akan makan nasi megono saja. Kami ingin menjajal semua kuliner khas setiap kota yang kami singgahi." Jovano menjawab.     

Pak Aan terkekeh senang. Dia menghargai niat baik Jovano yang ingin merasakan kuliner setempat.     

Lalu, mobil tiba di sebuah tempat, itu tidak bisa dikatakan sebagai restoran besar, namun tempatnya rapi dan bersih dan sudah buka di pagi jam 7 ini.     

"Cik Meihua, saya bawa tamu spesial, nih!" Pak Aan menyapa wanita paruh baya yang sepertinya pemilik dari warung tersebut.     

"Ohh, iya, terima kasih, Pak Aan. Suruh mereka duduk dulu, sebentar lagi ramai, nih! Bakalan banyak orang kantoran makan pagi di sini." Wanita bernama Meihua memberikan senyum ramah ke Jovano dan kelompoknya yang mulai masuk ke warung.     

Jovano dan lainnya membalas senyuman orang keturunan etnis Tionghoa tersebut sembari menatap sekeliling warung sebelum memilih sebuah meja yang bisa menampung 6 orang.     

"Pak Aan! Ayo ikut sarapan!" ajak Jovano seperti biasa bila mampir ke warung makan untuk wisata kuliner.     

Tapi Pak Aan, seperti biasa pula, akan menolak sopan dengan berkata, "Tidak usah, Pak Jo, terima kasih! Saya sudah sarapan di rumah, he he …."     

Pak Aan memang selalu menolak ajakan tamu penyewanya bila diajak makan di rumah makan. Itu karena Pak Aan tidak ingin melanggar aturan yang menerapkan bahwa sopir dilarang ikut makan dengan tamu karena itu tidak tercantum di pasal penyewaan mobil. Kalaupun ingin ikut makan, maka harus membayar sendiri dengan uang pribadi.     

Oleh karenanya, Pak Aan sudah terbisa menolak tawaran baik para pelanggan Beliau.     

Karena Pak Aan menolak, maka Jovano tidak memaksa.     

"Kalian liat dua sosok di depan pintu masuk?" tanya Jovano pada kelompoknya dengan sedikit berbisik dan merunduk ke depan. Yang lain juga mengikuti cara Jovano.     

"Tentu saja, mereka menyeramkan, mirip seperti patung penjaga di beberapa rumah atau kuil orang Tionghoa." Shona menjawab berbisik juga.     

"Tapi sepertinya mereka hanya menjaga saja, bukan untuk melakukan apapun yang sekiranya bisa mencelakai manusia. Benar, kan?" Gavin ikut menuangkan pemikirannya.     

"Ya, aku rasa juga seperti itu, sih!" Jovano mengangguk dan berkata, "Tapi, nanti coba kita lihat bagaimana setelah ini."     

"Mister!" Mendadak terdengar panggilan dari salah satu pelayan di sana. "Silahkan ke sini untuk memilih menu. Bisa bergantian kalau takut kursinya diambil orang lain."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.