Devil's Fruit (21+)

Asih dan Susilo



Asih dan Susilo

Fruit 1501: Asih dan Susilo     

"Anaknya … anaknya Asih sudah hilang." Shona berkata lirih usai dia memeriksa kondisi Asih.     

Semua orang melongo.     

"Apa?! Anaknya hilang?"     

"Janinnya lenyap?"     

"Ya ampun!"     

Segera, ini menjadi bahan pembicaraan orang di sana.     

Jovano bertanya pada istri keduanya, "Sho, apakah ini ada kaitannya dengan jin yang merasukinya?"     

Shona mengangguk, menjawab, "Sepertinya demikian." Wajahnya muram dan sedih. "Aku gagal melindungi janinnya. Maafkan aku." Dia benar-benar sedih.     

Sebenarnya, Shona sudah mengetahui ini begitu dia menangani Asih usai dipisahkan dari jin yang merasukinya, namun baru sekarang dia berani membukanya.     

Tidak mungkin Shona terus menyembunyikannya, bukan?     

Jovano rasanya ingin mencabik-cabik jin yang telah melenyapkan janin di perut Asih.     

Zivena malah menoleh ke penjaga Susilo dan berkata, "Nah, janinnya Asih sudah menghilang dan tak ada lagi, bukankah dengan begini kau bebas melenggang pergi karena tak perlu lagi bertanggung jawab, ya kan?" Ada nuansa sindiran di kalimatnya.     

Sebelumnya, ketika penjaga Susilo mengetahui mengenai hamilnya Asih, dia ingin menikahi gadis itu. Lalu kini, janin yang menjadi dasar alasan lelaki itu ingin bertanggung jawab, sudah tidak ada.     

Penjaga Susilo tentu saja muram dan sedih, lalu menjawab Zivena, "Aku ingin menikahi Asih. Aku tetap akan menikahi dia karena … karena aku benar-benar mencintainya."     

"Ohh! Luar biasa! Kuharap kau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu." Zivena masih memberikan serangan melalui kalimat pedasnya yang bermuatan sindiran dan juga tantangan.     

Lelaki itu mengangguk tegas. "Aku menyukai Asih sejak lama, maka ada atau tidak janin itu di perutnya, aku tetap akan menikahinya."     

"Oh ya? Lalu kenapa kau tidak menikahi dia sebelum ini? Kenapa menunggu dia mengungkapkan kehamilannya? Kalau dia tidak hamil, maka kau tidak akan memiliki keinginan menikahi dia, begitu?" Sungguh lidah tajam Zivena tidak bisa dilawan begitu mudah.     

"Aku akui aku salah karena telah seenaknya bertindak ke Asih dan sekarang, aku sudah disadarkan dengan insiden ini bahwa aku takut kehilangan dia, aku makin sadar aku ingin Asih, aku butuh dia untuk terus mendampingi aku." Penjaga Susilo tundukkan kepalanya dengan sikap menyesal.     

Tak berapa lama, Asih siuman dan dia harus diberitahu mengenai anaknya meski itu menyakitkan, lalu terdengar raungan sedih dari Asih. Janin berusia 3 bulan itu sudah tidak ada lagi di perutnya.     

Meski awalnya Asih sangat membenci keberadaan janin itu di dalam dirinya, namun perlahan dia mulai menumbuhkan perasaan ikhlas dan keibuan. Dia ingin melahirkannya meski Susilo tidak mau bertanggung jawab sekalipun.     

Hanya saja, dia harus menerima kenyataan pahit ketika dia diberi kabar janinnya lenyap dimakan jin yang merasukinya. Ia menangis tersedu. Namun, dia lebih terkejut lagi ketika mendadak saja penjaga Susilo menyatakan cinta padanya bahkan ingin melamarnya.     

Asih mengusap air matanya akibat kaget dan tidak menyangka sama sekali bahwa dia dicintai penjaga Susilo. Dia tertunduk, tak tahu harus menjawab apa ketika dirinya dilamar oleh lelaki pertengahan 20-an itu.     

"Sudah, terima saja, Asih!" Seorang wanita mendukung Susilo.     

"Benar, Sih! Dia tetap ingin menikahi kamu walau tak ada lagi janin di perutmu, itu tandanya dia sangat mencintaimu, loh!" Wanita lain berkomentar.     

Asih menaikkan pandangannya untuk menatap orang di sana. Mereka semua memberikan tatapan dukungan untuk dia dan Susilo. "Tapi … aku … aku belum bicara dengan emak."     

"Tenang saja, nanti akan aku bantu bicara dengan emakmu." Penjaga lain menyatakan janjinya.     

Asih kemudian menunduk lagi, tapi kali ini dia tersipu. Menikah dengan Susilo, itu tidak terlalu buruk. Pemuda itu masih lajang, dia juga demikian, dan juga … sebenarnya Asih tidak melihat Susilo orang yang buruk kecuali hanya dalam hal memaksakan kehendaknya terhadap dia.     

.     

.     

Malam hari ketika Asih diberi waktu untuk berdua saja membicarakan ini dengan Susilo di salah satu tenda yang sudah dikosongkan pengunjung yang siang tadi pulang ke kota, keduanya terlihat sama-sama canggung.     

"Sih …," panggil Susilo pada gadis yang tertunduk di sebelahnya.     

"Mas Sus … itu … lukanya Mas Sus … masih sakit?" Asih sempat mengetahui bahwa dirinya menikam punggung Susilo saat dia sedang dalam kuasa jin jahat.     

"Ahh, udah enggak sakit sama sekali, kok Sih." Susilo terkekeh singkat dan kembali merasa canggung.      

"O-Ohh, ya syukurlah kalau … kalau sudah tidak sakit." Asih kembali tertunduk.     

"Sih, kamu … kamu mau kan jadi istri Mas?" Susilo meraih tangan gadis 20 tahun itu.     

"Aku … aku belum bilang ke mak."     

"Iya, nanti kan mau dibantu bilang ama Mas Giri. Nanti Mas juga akan datang ke mak kamu untuk lamar kamu, kok!"     

"Um, iya …."     

"Sih … kamu … kamu cinta Mas apa enggak, sih?"     

"Aku … aku …."     

"Sih, Mas tuh cinta kamu. Iya, Mas memang jahat ke kamu, keterlaluan ke kamu, tapi … tapi yah itu … itu karena Mas udah gak tahan ngebet ama kamu. Maafkan Mas, yah Sih!" Susilo memberanikan diri meraih dagu Asih agar gadis itu menatap dia.     

Rasanya Susilo ingin tertawa dengan apa yang terjadi saat ini, dia begitu sungkan dan canggung menyentuh Asih. Padahal, dulunya dia dengan kejamnya memaksa Asih meladeni napsu bejatnya hampir tiap malam.      

Tapi, sekarang, setelah dia menyatakan perasaannya dengan gamblang dan apa adanya, bahkan ingin menikahi Asih, dia justru merasa canggung sendiri dan malu.     

Asih memang diminta menjaga warung oleh emaknya yang sudah menjanda sejak 5 tahun lalu. Sementara itu, di malam hari, si emak akan di rumah menunggui warung kopi di desa tak jauh dari Black Canyon.     

Beliau harus tega meninggalkan Asih berjaga sendirian di Black Canyon karena mereka memang membutuhkan uang untuk biaya kehidupan sehari-hari, apalagi adik Asih ada 2 masih kecil-kecil.     

itulah kenapa Asih diminta untuk menjaga warung di tempat wisata itu  bahkan sampai malam jika ada yang berkemah, karena biasanya ada pengunjung yang berkemah meski tidak setiap hari. Setidaknya, warung sotonya pasti akan ramai dikunjungi di tempat yang berhawa dingin tersebut.     

Dia sudah menjalani kehidupan sebagai penjaga sekaligus pelayan warung soto sejak 3 tahun lalu dan merelakan SMA yang tidak dia tamatkan demi bekerja menghasilkan uang.     

Asih adalah potret dari banyak gadis keluarga miskin di Indonesia yang harus berjuang meski berat perjalanan yang harus dilalui hanya demi bisa bertahan hidup, terlebih sebagai anak yatim.      

"Mas Sus … yakin ingin serius dengan aku? Aku ini cuma anak yatim miskin, Mas." Asih jadi tidak percaya diri karena yang dia ketahui, kehidupan Susilo masih jauh lebih baik dari dirinya.      

Ayah Susilo bekerja di kelurahan dan ibunya juga guru sebuah TK di desa. Susilo merupakan anak bungsu dengan kakak yang sudah bekerja dan berkeluarga di luar kota.     

"Kamu kok masih meragukan aku, tho Sih?" Susilo gemas sendiri. "Kalau aku ndak serius ke kamu, untuk apa aku sampai bikin kamu hamil?"     

Asih tersipu merona akan ucapan nakal Susilo. Tapi ketika dia teringat akan janinnya yang telah lenyap, dia sedih lagi.     

Mengetahui Asih mendadak muram, Susilo menangkup pipi gadis itu. "Ada apa?"     

"A-Anak kita … anak kita sudah …." Asih tak bisa meneruskan kata-katanya, terlalu menyakitkan. Di saat dia sudah mulai bisa menerima kehadiran janin itu, kenapa malah diambil makhluk lain?     

Susilo merangkul Asih dan membiarkan Asih membenamkan wajahnya ke dada dia sambil menangis. "Sudah, sudah, relakan saja, Sih …." Lalu dia menatap wajah Asih sambil berkata lirih, "Nanti kan bisa kita bikin lagi, yah!"     

Asih melongo bahkan dia tidak bisa mengelak ketika bibirnya dipagut lembut oleh Susilo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.