Devil's Fruit (21+)

Berpamitan



Berpamitan

0Fruit 1500: Berpamitan     
0

Pangeran Djanh terkekeh sembari menyeringai saat menonton bagaimana Jovano sedang memberikan hukuman pada dukun Dasmo.     

Jovano memberikan rasa sakit luar biasa di selangkangan dukun cabul yang sudah tidak bisa berkutik apapun. Dia menggunakan api iblis biasa pada tubuh fisik si dukun meski dia berada dalam mode astral.     

Setelah si dukun cabul mulai sekarat, maka Jovano memasukkan api iblisnya ke cekikan di leher Dasmo dan itu membakar lehernya sembari tangan lainnya menempel di ubun-ubun si dukun.     

Maka, dengan cepat, dukun cabul Dasmo pun akhirnya tewas mengenaskan dengan kondisi mengerikan. Ubun-ubun, leher, dan selangkangan dia gosong dan rasa sakit itu menyebabkan jantungnya berhenti berdetak.     

Segera, setelah nyawa si dukun cabul lepas dari tubuh fisiknya, mendadak saja ada grimreaper hitam yang menyabet roh si dukun dengan sabit besarnya dan bergegas membawa pergi tanpa Jovano sempat merespon.     

"Ayo kita kembali ke tempat mereka." Pangeran Djanh mengajak menantunya.     

Jovano mengangguk dan berdua, mereka melesat ke Black Canyon.     

Di sana, sudah mulai tenang sembari semburat jingga perlahan muncul dari ufuk timur. Sudah pagi.     

Sungguh tidak disangka, pertarungan astral ini terjadi semalaman. Meski begitu, Jovano lega karena tidak ada jatuh korban yang parah sampai meninggal.     

"Kalian, aku beneran makasih ke kalian, nih!" Jovano menemui tim Blanche.     

"Santai saja, Jo! Aku malah senang bisa bertempur lagi seperti ini!" Kuro menyahut cepat.     

"Oh ya, aku penasaran dan ingin tau, gimana kalian bisa datang serempak begini di sini?" Jovano bertanya sambil menatap satu persatu dari mereka.     

"Ohh, itu … mendadak saja di kepala kami seperti ada suara yang mengatakan kamu butuh bantuan. Apalagi opa kamu datang dan minta kami segera datang ke sini." Myren menjawab rasa penasaran Jovano.      

Anggota Blanche lainnya mengangguk mengiyakan, menandakan bahwa mereka juga mendapatkan suara yang sama.     

Suara di kepala masing-masing anggota tim Blanche? Jovano berpikir cepat. Jika itu dari kakeknya, kenapa harus mengirim suara ke mereka semua? Kenapa tidak ke Myren saja yang akan mengomando lainnya.     

Suara di kepala … apakah ini sama dengan suara Semesta milik Sang Sumber yang kerap muncul di kepalanya?     

Kalau benar itu merupakan suara dari Sang Sumber yang memberitahu mereka bahwa dia butuh bantuan, maka … bukankah ini artinya ucapan Nafael terbukti? Bahwa Sang Sumber tidak melupakan manusia.     

Apakah ini … ini cara kerja dari Sang Sumber? Dengan menggerakkan hati orang-orang untuk saling tolong-menolong?     

Alih-alih Sang Sumber yang turun tangan sendiri, Sang Sumber malah lebih ingin sesama makhluknya saling bekerja sama dan tolong-menolong dalam kebajikan terhadap manusia.     

Bukankah Nafael pernah mengatakan ini pula?     

Maka, sebenarnya makhluk yang paling dicintai Sang Sumber … adalah manusia?     

Dengan begini, Jovano mulai memahami lebih jauh mengenai pemikiran Sang Sumber meski dia yakin ini hanyalah pengetahuan seujung kukunya saja mengenai Sang Sumber.     

"Jo, kalau kau butuh bantuan apapun, jangan ragu untuk memanggil kami." Vargana tersenyum saat dia menepuk pelan lengan sepupunya. Dibalas anggukan kepala oleh Jovano.     

"Pangeran Muda, panggil saja aku dan Ro jika butuh tenaga kami, jangan sungkan, tolong jangan lupakan kami." Kyuna ikut bicara.     

"Iya, bibi Kyu, terima kasih atas bantuan kalian semua, tentu aku tidak melupakan kalian, karena awalnya aku berpikir aku bisa mengatasi semuanya. Tapi tidak menyangka bisa sebanyak itu serangan."     

"Tuan Muda, kami selalu siap untuk Anda." Rogard berkata dengan wajah serius biasanya.     

"Iya, Paman Ro, makasih. Dan salam juga untuk Kevon dan Alyn." Jovano menepuk lengan kokoh Rogard.      

"Jo! Aku ingin kumpul-kumpul lagi seperti dulu." Voindra berkata dengan senyum dikulum. Tatapan matanya melirik singkat ke Gavin, pemuda yang pernah dia cintai.     

"Tentu aja, Voi. Nanti kalo urusan misi dan abis bangunin mom, kita harus rayakan besar-besaran, yah di Cosmo." Jovano mengangguk sambil menepuk lembut pipi Voindra.     

"Ayo, kita harus kembali ke tugas kita masing-masing!" Myren meraungkan komandonya. Dia sudah terbiasa menjadi pemimpin, maka dari itu sering memegang kendali.     

"Terima kasih untuk Aunty Myren dan Uncle Ronh. Juga untuk Om Kenzo, serta kalian semua."     

"Jaga dirimu baik-baik, Jo." Shiro berkata singkat sambil anggukkan kepala.     

"Iya, Kak Shiro, makasih." Jovano membalas dengan senyuman pada saudara angkatnya.     

"Bro, titip adek aku yang kadang kayak kulkas itu, yah!" Zevo menepuk tegas bahu sahabatnya.     

"Tentu aja, bro! Mana mungkin aku cuekin dia. Kau tenang saja dan bersiap dapat ponakan, oke!" Jovano tertawa kecil.     

Sementara itu, ada wajah Pangeran Abvru yang sedikit masam akan ucapan Jovano tadi. Itu karena dia masih menganggap Shona istri mendiang kakaknya, Pangeran Zaghar.     

Tapp!     

Vargana seolah tahu apa yang ada di pikiran suaminya dan menepuk keras dada Pangeran Abvru dengan punggung tangan. "Jangan bayangkan aneh-aneh. Sudah, ayo kita pergi!"      

Setelah saling pamit dan berpelukan, semua anggota Blanche kembali ke kegiatan dan lokasi masing-masing mereka sebelumnya.     

Revka yang terakhir pamit berkata pada Jovano, "Hei, Jo, kalau kau merasa sepupu tololku ini tidak berguna, buang saja dia, tak usah ragu-ragu." Sambil dia melirik ke Serafima. "Putriku jauh lebih baik dari dia."     

Mendengar itu, mana mungkin Serafima tidak melotot ganas ke Revka.     

"Dia sangat berguna untukku, kok Mama Mertua. Sama bergunanya seperti Sho." Jovano menjawab sambil tergelak.     

Sementara itu, Serafima sudah melantunkan ribuan sumpah-serapah untuk Revka sambil mengejar sepupunya itu.     

Pangeran Djanh hanya bisa berdecak geli melihat tingkah istrinya dengan si sepupu. "Abaikan kekanakan mereka, yah Jo. Maklumi saja karena ibu mertuamu itu rindu pada ibumu yang biasanya jadi teman debatnya."     

"Kau bilang apa, Djanh busuk?!" lengkingan suara Revka menggelegar di langit.     

"Ha ha ha! Aku pergi dulu, Menantuku! Jaga semua istrimu dengan baik dan juga adikmu, dia harus lebih chill bila berhadapan dengan lawan." Pangeran Djanh sambil mengedipkan satu mata ke Zivena.     

Ini membuat Zivena sedikit malu karena dia memang beberapa kali hampir celaka dan musnah dikarenakan sikap emosionalnya.      

Kemudian, tinggal Jovano dan kelompok kecilnya saja saat ini. Kepingan jiwa mereka mulai kembali ke raga masing-masing dan mendekat ke perkemahan.     

"Apakah kalian semua baik-baik di sini?" tanya Jovano.     

"Ya, Pak Jo. Semalam kami merasa ada hawa aneh dan untung saja ada istri dan adik Pak Jo yang membantu kami dengan kekuatan mistisnya." Pak Aan kini mulai mempercayai bahwa hal mistik itu memang ada.     

Semalam, Pak Aan menyaksikan sendiri seperti apa Asih saat kerasukan jin. Itu sungguh mengerikan di matanya. Dia juga baru mengetahui bahwa tamu bule yang dia bawa dari kota ternyata seperti dukun hebat yang sakti mandraguna.     

"Bagaimana kondisi penjaga yang terluka?" Jovano menanyakan penjaga Susilo.     

"Saya sudah sembuh sepenuhnya, Pak Jo." Susilo menampakkan diri.     

"Lalu Asih?" Jovano mencari Asih yang dikatakan kerasukan parah dan melukai Susilo.     

"Dia sudah tidur, baru saja dia siuman dan katanya tubuhnya sangat lemah."     

"Anaknya … anaknya Asih sudah hilang." Shona berkata lirih usai dia memeriksa kondisi Asih.     

Semua orang melongo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.