Devil's Fruit (21+)

Mengingatkan Pada Masa Lalu di Kutub Selatan



Mengingatkan Pada Masa Lalu di Kutub Selatan

0Fruit 1496: Mengingatkan Pada Masa Lalu di Kutub Selatan     
0

Di saat Jovano sedang kelimpungan dengan suasana kacau akan serbuan ratusan jin dan makhluk astral ke area perkemahan, mendadak saja muncul sosok dari ruang kosong. "Om Kenzo!" pekik Jovano dengan mata terbelalak tak percaya.     

"Sepertinya kau merindukan aku, Jo." Kenzo menyeringai sambil kedipkan satu matanya usai menebas musnah 3 jin sekaligus.      

"Woaahh! Aku tidak percaya Om datang!" Jovano segera menghampiri salah satu panglima kakeknya.     

"Jangan anggap aku tidak ada, yah!" Mendadak terdengar suara yang sangat familiar bagi Jovano.      

"Aunty Myren! Om Ronh!" Matanya membelalak lebar saat melihat pasangan paman dan bibinya muncul dari ruang kosong juga. Mereka semua dalam tubuh supernatural yang transparan, bukan tubuh solid, namun jangan remehkan itu, karena kekuatan mereka tetap sama.     

"Bagaimana denganku, Jo!" Teriakan lain datang dari arah berbeda.     

"Kak Kuro! Wah! Kak Shiro juga datang!" Jovano seperti tidak percaya dua saudara angkatnya ikut datang.      

"Kau tidak melupakan aku, kan Jo!" Seruan lain datang.     

"Woaahh! Kak Vava! Voi! Pangeran Abvru!" Jovano seperti ingin menangis melihat anggota Tim Blanche berdatangan satu demi satu.     

"Yo, bro!" Dari atas, muncul Zevo.     

"Bro!" Jovano lekas menangkupkan tangan pada kepalan tangan Zevo.     

"Huh! Kau ini selalu saja lamban!" Kuro mendengus ke suaminya, Zevo. Dia baru saja menebas 1 roh siluman.      

"He he, maafkan aku, sayank. Aku tadi sempat hampir salah koordinat." Zevo menggaruk kepalanya.     

"Banyak alasan!" Kuro cemberut tak mau tahu. "Pasti kau berhenti di tempat banyak wanita!"     

"Tidak, sayank, tidak berani!" Zevo bergegas mendekati istrinya.     

Jovano tidak bisa apa-apa selain memutar bola matanya melihat betapa sahabatnya takluk pada istri. Tapi, bukankah dia juga demikian? Rasanya tim Blanche ini penuh dengan lelaki takut istri. Mungkin nanti mereka bisa membuat klub sendiri.     

Maka, mulailah pembantaian jin dan makhluk astral oleh tim Blanche. Jovano cukup heran juga kenapa mendadak saja rekan seperjuangan dia muncul serentak begini? Siapa yang mengkomando mereka? Mungkin Myren.     

"Jo, keluarkan om pedang dan bibi rubah!" teriak Kuro dari jauh. "Aku yakin mereka pasti tak sabar ingin ikut bertarung!"     

"Ahh, baiklah!" Jovano mengeluarkan Rogard dan juga Kyuro dari alam Cosmo.     

Begitu pasangan suami istri itu muncul, mereka ternyata sudah siap sedia dan langsung bertarung.      

"Terima kasih sudah mengeluarkan kami, Pangeran Muda Jo!" seru Kyuro sambil dia membebaskan kesembilan ekornya menari-nari di udara untuk mencari mangsa.     

Jovano terkekeh dan dia makin bersemangat dalam pertempuran ini. Tadinya dia sudah hampir menggunakan kekuatan dahsyat dia tanpa memedulikan hidup dan hukuman dari Sang Sumber lagi dikarenakan makin banyaknya jin yang muncul dari berbagai arah, tapi mendadak saja muncul bala bantuan tanpa dia sangka-sangka.     

"Kak Jo! Ini seperti masa-masa kita dulu di kutub selatan!" Gavin berteriak girang.     

"Ha ha ha! Benar, Gav! Ini wow banget!" pekik Jovano.     

Kini, dengan tim Blanche berkumpul meski tanpa ibu dan ayahnya, Jovano merasa sangat lengkap.     

"Kurang ibu dan ayahku." Pecahan jiwa Shona mendekat ke Jovano.     

"Tidak usah, Sho, mereka pastinya memiliki kesibukan luar biasa di sana." Jovano menggelengkan kepalanya.     

"Oh ya?" Suara Revka terdengar sembari ruang seolah membengkok bersamaan dengan hadirnya dia suaminya, Pangeran Djanh. "Hei, sepupu burik, apakah kau baik-baik saja?" Revka bertanya pada Serafima.     

"Tutup mulut busukmu, Revka!" teriak Serafima.     

"He he … kami juga ingin bersenang-senang di sini, boleh?" Pangeran Djanh terkekeh. Di mana ada kekacauan dan pertempuran, maka dia harus muncul untuk meramaikan suasana.     

"Tentu, papa mertua! Silahkan! Ha ha ha!" Jovano tertawa riang.     

Dalam waktu sekejap, terbantai semua jin dan makhluk astral yang mengepung kawasan itu.      

Namun, baru saja mereka hendak berkumpul untuk bersantai, tiba-tiba saja muncul ribuan makhluk astral lainnya menyerbu ke tempat itu. Langit berubah lebih gelap dan suasana mendadak lebih dingin dan menyesakkan bagi pengunjung di sana.     

"Sepertinya anginnya lebih kencang." Salah satu wanita mengusap-usap lengannya meski dia sudah memakai jaket tebal.     

"Hawanya seperti tidak enak." Yang lain menimpali.     

"Dadaku serasa sesak kekurangan udara, padahal ini udara terbuka tapi rasanya seperti berdesakan di konser tertutup." Ada yang berkomentar demikian.     

"Benar juga, aku juga merasa lebih lemas." Seseorang mulai terlihat lunglai sampai harus merebahkan kepala di bahu kawan sebelahnya.     

Melihat itu, Shona yang sudah selesai menyembuhkan petugas bersama Zivena pun saling bertatapan, keduanya seperti memiliki pemikiran sama.     

"Cepat kumpulkan semua orang di depan api unggun!" Shona memberi perintah. Tidak mungkin dia menyuruh semua orang berkumpul di satu tenda karena akan makin pengap meski itu menghangatkan mereka.     

Namun, keadaan sekitar membuat mereka kedinginan, pengap, dan lemas. Api unggun adalah pilihan terbaik.     

Zivena mengambil lebih banyak batang kayu khusus untuk membuat api unggun di dekat pos penjaga dekat tenda dan melemparkannya ke api unggun untuk melanggengkan pijar api.     

Dibantu oleh Gavin yang berbentuk debu, api unggun lebih berkobar membara. Vargana mendekat untuk meniupkan sedikit kekuatan anginnya ke api unggun sehingga kobarnya lebih membumbung sehingga memberikan lebih banyak kehangatan pada orang yang yang duduk mengelilingi api unggun besar itu.     

Kepingan jiwa Shona dan Zivena mulai berpencar ke manusia di depan api unggun sambil mereka memberikan pengobatan pada mereka semua agar orang-orang tidak merasakan sesak dan pengap.     

Menggunakan kekuatan kayunya, Gavin menciptakan balok-balok kecil kayu yang dia sediakan menumpuk di dekat salah satu tenda sehingga Zivena bisa bergegas mengambilnya untuk menambahkan bahan bakar bagi api unggun sebelum apinya mengecil.     

Petugas sedikit heran, kenapa di dekat sebuah tenda sudah ada potongan balok kayu siap sedia? Dia tidak pernah menaruh itu di sana. Tapi … ahh, mungkin saja rekannya yang lain yang melakukan itu. Maka, petugas tadi kembali fokus saja dengan api unggun di depannya. Sesekali dia akan membantu Zivena mengambil balok tadi.     

Sementara itu, Asih yang masih pingsan karena jiwanya cukup terguncang dan terluka akibat perasukan mendalam salah satu jin kuat tadi, kini dia ada di dekat petugas Susilo yang tadi tertusuk di punggung.     

Saat ini, petugas Susilo sudah sepenuhnya sembuh berkat kerja sama Shona dan Zivena. Dia membungkus tubuh Asih dengan jaketnya dan selimut tebal sambil memeluk Asih dengan wajah penuh sesal dan iba.     

"Dia belum sadar?" tanya salah satu orang pada petugas Susilo.     

"Belum, Pak." Petugas Susilo menjawab sambil gelengkan kepalanya dengan lemah.     

"Mas, lebih baik kamu bertanggung jawab dengan baik pada Asih. Kasihan dia." Seorang wanita ikut berbicara pada petugas Susilo.     

"Iya, Bu. Aku sudah punya rencana akan melamar Asih setelah ini." Petugas Susilo menyahut.     

"Kamu bujang?"     

"Iya, Pak, saya masih bujang."     

"Ya sudah, itu lebih baik. Memang seharusnya kamu menyayangi Asih, jangan lagi perlakukan dia seenaknya."     

"Saya … saya sebenarnya suka Asih sejak di sini, Pak. Tapi Asih … Asih susah didekati makanya saya tidak sabar dan … dan …."     

"Ya sudah, Mas, jangan begitu lagi, bicara baik-baik, perlakukan dia dengan hormat dan lembut kalau memang kamu cinta dia."     

Petugas Susilo mengangguk pada orang-orang yang menasehati dia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.