Devil's Fruit (21+)

Mati Atau Jadi Budak



Mati Atau Jadi Budak

0Fruit 1472: Mati Atau Jadi Budak     
0

Jovano dan Zivena tiba di hunian Pak Lurah dan mendapati Shona masih berusaha membuat Ferdi bertahan.     

"Apa yang terjadi di sana, Jo?" tanya Serafima begitu suaminya datang. "Tadi dia sempat kritis dan hampir mati, tapi kemudian pulih lagi setelah Shona gila-gilaan menyalurkan energi healing dia."     

"Bos silumannya ternyata iblis." Zivena yang menyahut. Gadis remaja itu segera mendekat ke Shona dan menempelkan tapak tangannya ke Shona, mengalirkan energi healing dia yang berwarna putih.     

Shona yang memang sudah mulai lelah, seakan mendapatkan suntikan energi baru begitu aliran energi healing Zivena memasuki dirinya. Ia menoleh ke adik iparnya dan berkata, "Terima kasih, Zi. Ini sangat membantuku."     

Zivena tersenyum. Dia memang lebih menyukai Shona sebagai kakak ipar. Meski Shona keturunan iblis, tapi dia lebih tenang dan lembut ketimbang Serafima yang keturunan malaikat namun kasar dan tomboy.     

"Iblis? Bosnya Cempluk itu iblis, Kak Jo?" Gavin berkata dengan kedua alis terangkat saking terkejutnya. Jovano mengangguk. "Astaga, pantas aja! Sebelumnya aku udah punya dugaan sih mengenai itu."     

"Halah, kau ini! Apa benar otakmu itu bisa berpikir selain hanya bersenang-senang dengan perempuan saja?" sindir pedas Zivena pada Gavin.     

Gavin meringis malu. Zivena ada benarnya, meski kadang dia juga bisa memikirkan hal serius. Tapi, dia memilih tidak berdebat dengan adik sahabatnya itu dan menerima saja diberikan ucapan semacam itu.     

"Tidak ada salahnya bersenang-senang dengan perempuan, ya kan Gav?" Jovano membesarkan hati sahabatnya sambil menepuk bahu Gavin. "Toh aku juga melakukannya."     

Seketika, Serafima dan Shona berbarengan menoleh ke Jovano, hanya saja, Serafima mendelik ganas sambil berkata, "Apa maksudmu, Jo?" Nadanya mulai mengancam, siap mencabik suaminya jika Jovano berani mengatakan hal yang membuatnya terbakar cemburu.     

Apakah Jovano bersenang-senang dengan perempuan lain di belakang dia dan Shona? Serafima bertanya-tanya dengan dada bergemuruh akan cemburu.     

Jovano terkekeh menanggapi kesengitan dari suara istri pertamanya. "Hah hah … memang benar aku bersenang-senang dengan perempuan, yaitu kalian berdua. Kalian ini perempuan, kan?"     

Shona tersenyum dan kembali fokus ke Ferdi. Sedangkan Serafima memutar bola matanya sambil menampar dada suaminya. Dia kesal karena dipermainkan secara kata-kata oleh sang suami. "Awas saja kalau kau berani bermain dengan selain aku dan Shona, ucapkan selamat tinggal nantinya pada burungmu itu."     

"Tuan Rajawali pasti akan baik-baik saja, karena aku tidak memiliki niat untuk bermain selain dengan kalian berdua, kok!" sahut Jovano sambil mengerling nakal ke Serafima.     

Kali ini ganti Zivena yang memutar bola matanya sambil berkata, "Hentikan perbincangan menjijikkan itu, please!" Namun kakaknya malah menanggapi dengan tawa lepas.     

"Ohh, ya, ini untaian benang jiwa Ferdi." Jovano hampir saja terlupa akan hal penting itu dikarenakan asyik menggoda istrinya. Ia mengeluarkan gulungan benang jiwa berwarna merah semburat oranye.      

"Itu jiwa milik Ferdi?" Serafima menatap takjub ke jiwa yang saat ini terlihat seperti gulungan benang wol hanya bercahaya dengan serat halus seperti cahaya yang dijalin menjadi tali.     

Jovano mengangguk, lalu dia mendekat ke Ferdi dan memasukkan jiwa tadi melalui mulut pemuda anak Pak Lurah yang dibuka sedikit oleh Jovano.     

Perlahan, jiwa itu memasuki tubuh Ferdi dan mulai menyebar ke seluruh tubuh, menyatu kembali dengan sisa jiwa lainnya. Segera, tubuh Ferdi mulai terlihat segar dan warna mukanya juga tidak sepucat sebelumnya.     

"Dia pasti sebentar lagi akan siuman, lebih baik kita pergi." Jovano berkata ke timnya.      

Mereka mengangguk. Shona juga mulai menghentikan energi healing dia pada Ferdi karena merasa Ferdi sudah terselamatkan dengan masuknya seluruh jiwa dia yang hilang ke tubuhnya.     

Tim Jovano segera menghilang dari kamar Gavin di sana, tak lupa Jovano menggunakan sedikit ilmu ilusi untuk memudarkan ingatan Ferdi mengenai Cempluk.     

Namun, karena kekuatan ilusi Jovano yang dia pelajari dari Wei Long belum begitu kuat, dia hanya bisa memudarkan ingatan mengenai Cempluk sebagai wanita di benak Ferdi, sehingga nantinya pemuda itu akan tetap ingat Cempluk sebagai kucing.     

Sementara itu, Gavin masih bertahan di sana, menunggui sampai Ferdi benar-benar siuman dari pingsannya.     

"Hai." Gavin menyapa ketika Ferdi mulai membuka mata.     

"Heh! Kenapa aku di sini?" Ferdi terkesiap dan lekas duduk meski kemudian kepalanya terasa sangat pusing untuk beberapa detik.     

"Kamu pingsan, tak sadarkan diri di depan kamarku. Makanya aku bawa dulu ke sini." Gavin berkata santai memberikan alasan masuk akal.     

Ferdi berusaha mengingat-ingat kenapa dia sampai bisa pingsan di depan kamar orang yang menumpang tinggal di rumah orang tuanya ini, tapi dia tidak menemukan jawabannya.      

Dibantu Gavin, Ferdi pun kembali ke kamarnya sendiri di subuh itu. Untung saja tak ada yang mengetahui insiden itu.     

Setelah Ferdi masuk ke kamarnya sendiri, Gavin menghubungi Jovano melalui anting komunikasinya. "Kak, Ferdi sudah kembali ke kamarnya."     

"Oke, Gav, apa kau ingin ikut ke sini? Kami sedang menghadapi Cempluk." Jovano menyahut di anting komunikasi.     

"Bawa aku ke sana, Kak!" Gavin menutup kamarnya sendiri dan menguncinya.      

Segera, Wei Long menarik Gavin ke dunia ciptaannya dan dalam waktu sekian detik, Gavin sudah bergabung bersama Jovano dan lainnya.     

Di depannya, sudah ada Cempluk yang terengah-engah kelelahan akibat berjuang melepaskan diri dari jerat dimensi spasial milik Wei Long. Penampilannya sudah tidak semanis biasanya. Dia terlihat kuyu dan menyedihkan.     

"Kau! Vin! Kenapa kau bisa ada di sini?!" pekik Cempluk begitu dia menyadari adanya kekasih tercintanya, Vin, berada satu kelompok dengan penangkapnya.     

"Menurutmu apa, kira-kira?" Gavin menyeringai santai.     

Cempluk terdiam sejenak dan kemudian dia akhirnya sadar. Wajahnya berubah bengis dan ingin menerjang ke Gavin sembari berteriak marah, "Kau! Ternyata kau hanya mempermainkan aku! Kau menjebakku! Manusia bangsat!"     

Namun, belum sampai cakar ganas Cempluk tiba di Gavin, pemuda itu sudah mengubah tangannya menjadi tangan iblis yang berwarna hitam berikuran besar dengan serat urat kasar di sekujur lengan dan tak lupa ada cakar besar di setiap jari yang mengerikan.      

Cukup dengan menampilkan satu lengan dalam mode iblis beserta aura iblis di sana, Cempluk segera mundur jauh dengan wajah terpana, tak percaya akan apa yagn dia lihat. "Kau … kau iblis! Kau ternyata iblis!"     

"Khe he he …." Gavin terkekeh. "Bagaimana rasanya dipermainkan orang yang kau sukai?"     

Cempluk geram tapi dia tahu, dia tidak bisa melakukan apapun di sini. Apalagi dengan hadirnya banyak sosok di depannya yang dia sadari pasti tidak berkekuatan biasa-biasa saja.     

"Kami sudah membawakan bosmu." Jovano mengeluarkan kepala milik siluman harimau dan dilemparkannya ke hadapan Cempluk.     

Melihat itu, alangkah terkejutnya Cempluk. Dia segera meraih kepala sang bos dan harapannya segera luntur. Dia pikir, sebentar lagi bosnya akan menyadari ketiadaannya di bumi dan akan menyelamatkan dia. Tak tahunya ….     

Menyadari bahwa ajalnya pasti sudah tiba, Cempluk mulai menangis sambil memeluk kepala bosnya.     

"Aku masih berbaik hati padamu. Bertobat dan menjadi budak kami atau mati saja bersama bosmu." Jovano memberikan pilihan yang membuat adik dan kedua istrinya melotot kaget.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.