Devil's Fruit (21+)

Memindai Memori Korban



Memindai Memori Korban

0Fruit 1392: Memindai Memori Korban     
0

Sewaktu Zivena hendak mengembalikan satu jiwa ke tubuh pemiliknya dengan cara membujuknya, jiwa itu malah menghardik Zivena, "Kau bukan aku! Kau tak tahu apa saja yang aku lalui!" teriak jiwa itu membuat Zivena membeku di tempatnya.      

Meski ingin sekali emosi dan menghardik balik kepada jiwa tersebut, namun Zivena berjuang mendinginkan kepala dan juga hatinya. Dia tidak boleh hilang kendali di saat seperti ini. Dia harus ingat apa tugas dia agar bisa membangunkan ibunya. Dia ingin sang ibu kembali membuka mata dan itu sesuatu yang telah lama dia rindukan.     

Menggenggam erat kepalan tangannya sendiri, Zivena menjawab jiwa tersebut, "Ya, mungkin aku memang tidak mengetahui apa yang sudah kau lalui selama ini. Namun, apakah kau tidak melihat masih ada orang-orang yang menyayangimu dan berharap kau kembali kepada mereka?"     

Jiwa itu menatap ke bawah dan melihat bahwa ibunya sedang mengusap air mata di sisi ranjang inap dia di ICU. Wanita paruh baya di bawah sana tidak menangis keras-keras dan memang itu hal yang dilakukan Beliau hampir tiap beberapa jam sekali selama menunggui putrinya di ICU.      

Jiwa itu menatap tubuhnya yang babak belur dengan hiasan selang di mulut, hidung, dan entah di mana lagi, dia tidak ingin tahu.      

Semua itu adalah hasil dari perbuatan beberapa kakak kelas di sekolahnya yang iri kepada dirinya hanya karena dia lebih cantik dari kelompok orang yang merundungnya.     

Tak hanya itu, dia juga sempat mengalami pelecehan seksual hebat sebelum akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Tentu saja itu juga berkaitan dengan kelompok kakak kelas tadi yang begitu kejam menyerahkan dirinya ke lelaki agar dia dirudapaksa.      

Dia memang selalu tabah setiap dirundung atau pun dipukuli. Pelecehan seksual juga kadang dia terima meski itu masih di taraf ringan saja.      

Namun, hari itu, kakak kelasnya sudah berbuat terlalu jauh dan menyebabkan dia koma seperti sekarang. Dia ditemukan sekarat dan tak sadarkan diri di sebuah kolong jembatan yang sepi. Orang yang menemukannya pun adalah sekumpulan pemulung. Mungkin jika tidak ada mereka, para perundungnya akan menghabisi nyawanya.     

Sayang sekali, para perundung itu bertindak begitu rapi, semuanya memakai topeng ski sehingga para pemulung tidak bisa melihat dengan jelas wajah mereka. Apalagi mereka berlari berhamburan menggunakan motor yang plat nomornya dikaburkan ketika ditegur para pemulung itu.     

Tindakan mereka sungguh terorganisir dan terencana dengan rapi agar tidak ada siapapun bisa menuduh mereka. Bahkan ketika kejadian ruda paksa itupun para lelaki sengaja memakai sarung tangan dan pengaman di bagian intim mereka sehingga akan sulit dicari DNA dari mereka.     

Hingga saat ini, dikatakan polisi tidak menemukan siapa pelaku pemukulan dan perudapaksaan yang terjadi padanya. Apalagi, korban adalah keluarga tak mampu. Tak mungkin mereka sanggup menyeret pelakunya dengan tuntas.     

Bahkan, meskipun si korban berhasil selamat dan bangun dari komanya, dia tidak akan berani bersuara menyebut siapa saja pelaku yang menganiaya dia meski dia bisa menyebutkan satu demi satu nama dari mereka. Dia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dia dan ibunya yang janda jika melakukan itu.     

Para penganiayanya merupakan anak-anak dari pejabat daerah dan petinggi di kota tersebut. Ada juga yang merupakan anak dari perwira polisi. Ini semakin menciutkan korban.     

Oleh sebab itu, korban lebih memilih dia mati saja. Namun, dia heran, kenapa ketika dia sudah pasrah dan berharap jiwa serta rohnya terangkat naik ke akherat, itu belum juga terjadi dan malah datanglah sosok yang membujuk agar dia kembali ke raganya.     

Melihat jiwa gadis muda itu masih saja terdiam menundukkan kepalanya untuk menatap sang ibu di bawah sana yang tanpa lelah terus duduk di sampingnya, Zivena bergerak cepat ke depan jiwa itu dan menyentuhkan salah satu telapak tangan dia ke kepala jiwa itu.     

Jiwa si gadis muda terkejut dengan tindakan Zivena, namun ketika ingin menepis tangan Zivena, dia merasakan dirinya tak bisa bergerak meski sudah berbentuk jiwa begini. Dia seperti membeku begitu saja.     

Dari telapak tangan Zivena, keluar cahaya putih tidak berlebihan. Adik Jovano itu memejamkan mata. "Diamlah sejenak. Aku hanya ingin melihat memorimu." Rupanya dia sedang memindai memori yang dimiliki gadis itu.     

Tak sampai 5 menit memindai memori jiwa tersebut, terlihat Zivena menggertakkan gerahamnya menahan murka. Dia sudah melihat seperti apa saja kekejaman yang diterima gadis di depannya selama di sekolah sejak SMP hingga SMA. Darah Zivena bergejola mendidih, ingin sekali dia memiliki wewenang untuk membalaskan gadis itu.     

Sekarang, Zivena mengetahui apa saja yang membuat gadis di depannya menyerah akan hidup. Dia ingin berbuat sesuatu.     

Telapak tangan pun diambil kembali oleh Zivena dan dia berkata pada jiwa gadis itu. "Bisakah kau menunggu beberapa hari di sini? Aku berjanji akan memberikan keadilan untukmu."     

"K-Kau mau apa?" Jiwa itu terlihat ketakutan. "Aku tak mau ibuku—"     

"Tenang saja." Zivena mengerling jenaka sambil tersenyum. "Semuanya akan baik-baik saja untuk kau dan ibumu. Aku akan memperjuangkan itu."     

Kemudian, Zivena melayang menghampiri Gavin dan berkata, "Kau jagalah gadis itu untukku di sini, awasi dia jangan sampai dia dibawa siapapun, entah itu grimreaper atau iblis sekalipun! Segera melapor padaku menggunakan anting komunikasi kalau itu terjadi."     

"Lalu, Zi, kamu sendiri akan ke mana? Jangan pergi sendirian!" Gavin khawatir. Dia sudah diserahi tugas untuk melindungi Zivena dan berjanji pada Jovano akan benar-benar menjaga gadis cilik yang kini sudah mulai beranjak menjadi seumuran remaja belia usia 15 tahun.     

"Tsk! Jangan cerewet! Memangnya iblis atau apapun bisa apa padaku, hm? Kau meremehkan kekuatanku? Asal kau tahu, aku tidak lebih rendah dari kak Jo dalam urusan kekuatan. Apalagi aku punya kekuatan malaikat juga. Iblis bisa apa di hadapanku?" cerewet Zivena seperti biasa.     

"Baiklah, baiklah, aku akan menjaga di sini. Tolong kamu hati-hati dan jangan bertindak sembrono, yah! Bagaimana pun, aku tak mau leherku ditebas kakakmu kalau terjadi sesuatu padamu." Gavin terkekeh sambil mengusap canggung lehernya, seakan dia benar-benar cemas jika apa yang dia ucapkan terjadi.     

"Hmph! Cerewet!" Zivena kemudian berbalik badan dan melesat terbang menembus dinding.     

Gavin hanya bisa memijit dahinya sambil geleng-geleng kepala. Betapa Zivena sangat percaya diri akan kekuatannya. Dia jadi mirip iblis yang sombong, he he he. Demikian ucap Gavin di hatinya.     

Sementara itu, jiwa gadis itu juga bisa melihat Gavin, dia melayang mendekat dan bertanya ke Gavin. "Dia … kalian … siapa?"     

"Hm?" Gavin menoleh ke jiwa itu dan tersenyum santai, menjawab, "Kami adalah pahlawanmu. Kau harus ingat kami saat kau sudah bangun nanti, yah! Dia bernama Zivena dan aku Gavin."     

.     

.     

Sementara itu, hari semakin senja ketika Zivena terbang ke sebuah arah. Dia sudah merekam dengan baik wajah-wajah orang yang telah menganiaya gadis malang itu.     

Melalui kekuatan pelacakan yang unik, Zivena berhasil menemukan rumah masing-masing dari mereka. Apa yang akan dilakukan dia? Menghancurkan rumah dan para pelaku dengan bom energi atau kekuatan dahsyat lain yang dimilikinya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.