Devil's Fruit (21+)

Pantai Nihiwatu



Pantai Nihiwatu

0Fruit 1385: Pantai Nihiwatu     
0

Jovano dan kedua istrinya serta Weilong sudah tiba di salah satu pantai terindah di NTT. Itu adalah Pantai Nihiwatu yang terletak di Sumba Barat.      

Tentu saja mereka tidak memerlukan pesawat ataupun armada apapun untuk mencapai tempat itu. Cukup mengetahui saja koordinatnya di peta dan mereka bisa langsung terbang ke sana secara diam-diam.     

Meski manusia tidak bisa melihat ketika mereka terbang, namun bagaimana jika manusia yang memiliki pengelihatan khusus? Atau mungkin disebut … orang indigo? Tentu saja orang jenis itu bisa melihatnya.     

Oleh karena kondisi demikian, Jovano dan kelompok kecilnya masih harus berhati-hati ketika hendak mengeluarkan kekuatan makhluk supernatural mereka.      

Dan kini, setelah mereka tiba di Pantai Nihiwatu, tampak hamparan pantai bersih dan indah di depan mata. Air lautnya berwarna biru turkis jernih dan menggugah minat seakan airnya mengundang siapapun untuk datang ke laut.     

Ombaknya cukup besar dan cocok digunakan untuk berselancar. Maka dari itu tak heran jika di kejauhan sana ada beberapa peselancar meski tidak banyak.     

"Indah sekali pantainya!" Shona terpana dengan wajah berbinar.     

"Ya, ini dikatakan masuk dalam daftar 100 pantai terindah dan terbaik di dunia. Itu yang aku baca di internet." Jovano sudah mengetahui berbagai trivia mengenai pantai ini sembari dia terbang tadi.     

"Daftar 100 sedunia? Peringkat ke berapa pantai ini?" Serafima juga terlihat takjub dengan pemandangan yang menghampar di depan matanya.     

"Peringkat ke 17 di dunia dan satu-satunya pantai di Indonesia yang dinobatkan sebagai pantai terbaik di Asia." Jovano menjawab istri pertamanya.     

"Satu-satunya dari negara ini sebagai yang terbaik di Asia!" Shona mengulangi dengan nada kagum.     

"Tsk! Kuharap pantai sebagus ini tidak lekas rusak ketika manusia mulai merambah ke sini," sungut Serafima dengan nada kurang senang ketika membayangkan pantai sebagus itu menjadi kotor dan rusak. "Yah, kalian tahu sendiri seperti apa kelakuan manusia pada alam, kan?"     

Serafima jarang datang ke Bumi dan lebih menyukai menghabiskan waktu di Alam Antediluvian. Itu karena banyak teman dan kerabatnya mengatakan bahwa bumi yang ditinggali manusia semakin rusak dan kacau akibat ulah manusia itu sendiri.     

"Yah, semoga saja keindahan pantai ini tetap terjaga sampai kapanpun meski sekarang sudah banyak orang mengetahui pantai ini." Jovano tersenyum kecut, karena dia memang paham apa yang menjadi kekhawatiran Serafima tadi. Dia sudah mengetahui seperti apa tingkah laku manusia terhadap alam ini dan dia juga menyayangkan itu.     

Tapi, sebagai individu, dia bisa apa? Jovano menghela napas. Yah, meski dia tidak bisa melakukan hal besar untuk bumi ini, namun sebagai individu, dia hanya bisa bertindak sebaik mungkin untuk menjaga bumi dari kehancuran. Mungkin dengan hal-hal kecil dengan membuang sampah pada tempatnya dan tidak terlalu konsumtif pada sesuatu yang nantinya sulit diurai oleh tanah.     

"Tapi, guys … pantai ini sebenarnya tidak bisa sembarangan dimasuki." Jovano teringat akan apa yang dia baca di internet mengenai Pantai Nihiwatu ini.      

"Maksudmu, Jo?" Serafima bingung.      

"Hanya kalangan tertentu yang bisa memasuki area pantai ini." Jovano menjelaskan. "Mungkin memang terdengar aneh, tapi aku pikir pantai ini bersifat … private? Atau mungkin harus membayar sejumlah banyak uang untuk menikmati keindahan pantai ini."     

"Hm, kalau memang benar seperti yang kau katakan, Jo, mungkin cara itu adalah yang terbaik untuk meminimalkan kerusakan pada pantai ini." Shona berpendapat.     

"Tapi bukan berarti orang berduit banyak tidak bisa merusak pantai, Sho." Jovano mendebat sedikit ucapan istri keduanya.     

"Aku tahu, Jo. Maksudku … kalau ada lebih banyak manusia, tanpa dibatasi, bukankah itu akan mempercepat kerusakan pada pantai? Misalkan saja akan ada banyak sampah di mana-mana, ataupun akan ada banyak penjual di sepanjang garis pantai. Yah, orang kaya memang juga merusak, tapi aku memaksudkan di sini pada jumlah. Konteks yang kumaksud adalah mengenai jumlah pengunjung, Jo, bukan apakah dia kaya atau tidak kaya." Shona memperjelas pendapatnya agar tidak ada salah paham di benak suaminya.     

"Hm, iya juga, sih! Yah, mungkin dengan dibatasinya pengunjung di pantai ini merupakan langkah dari pemerintah daerah untuk mencegah pantai tercemar dengan cepat." Jovano angguk-anggukkan kepala setelah paham maksud dari ucapan istri keduanya.     

"Ayo kita langsung main air!" Serafima tidak sabar. Di Antediluvian tidak ada pantai dan hanya ada danau buatan saja dengan berbagai ukuran. Melihat pantai merupakan hal cukup mewah dan istimewa bagi dirinya. Maka dari itu dia agak kesal sendiri ketika membayangkan tempat seindah Pantai Nihiwatu akan lekas hancur karena ulah manusia. Sudah banyak cerita dari teman dan kerabatnya mengenai ulah gila manusia di Bumi.     

"Tunggu dulu, sayank," cegah Jovano. "kita tidak bisa sembarangan saja masuk ke air dan bermain-main di sana. Kalau sampai terlihat penjaga dan menimbulkan kerepotan di diri kita, bagaimana?"      

"Lalu harus bagaimana?" Serafima kesal karena tak bisa langsung bermain air. Di Antediluvian, dia paling suka mandi di danau.     

Jovano tidak langsung menjawab Serafima, melainkan berjalan ke arah tertentu. Kedua istrinya mengikuti dia. Rupanya langkah Jovano menuju ke sebuah bangunan.      

"Kita mendaftar dulu sebagai tamu resmi di sini." Jovano mengedipkan satu mata ke 2 istrinya. "Kita harus mendaftar dulu di salah satu vila di sini. Pantai ini memiliki Resort Nihiwatu yang bisa disewa. Ada banyak vila yang tersebar di sepanjang pantai. Ayo!"     

Ketika datang ke depan resepsionis yang menjaga di tempat pendaftaran, Jovano mengatakan keinginan untuk menyewa vila selama beberapa hari.      

Sayang sekali ternyata mendaftar untuk menyewa vila di resort itu bukan merupakan hal semudah meminum air. Mereka harus mengantri dulu jauh hari. Meski misalkan ada vila kosong pun tetap harus mengantri bila vila itu merupakan pesanan dari pihak tertentu sebagai tamu istimewa yang biasa ke sana.     

Namun, bukan Jovano namanya jika dia tidak lekas mendapatkan solusi. Dengan sedikit cara curang, dia 'menghipnotis' resepsionis itu untuk menyebutkan dengan jujur jumlah vila yang kosong.     

"Ternyata masih ada 3 vila!" seru Serafima setelah petugas resepsionis itu dihipnotis Jovano. "Tsk! Dan sebelumnya dia mengatakan vila sudah penuh? Cih! Manusia memang kaum pendusta!"     

"Jangan kesal dulu, Sis." Shona merangkul lengan madunya. "Mungkin saja ketiga vila itu sudah dipesan seseorang jauh hari." Ia menenangkan Serafima.     

Mendengar itu, wajah Serafima berubah kusut. "Ugh! Tapi aku ingin sekali menginap di sini beberapa hari! Aku ingin merasakan pantai! Di tempatku tidak ada pantai! Aku ingin—"     

"Aku akan berikan pantai pertamamu di sini, sayank." Jovano menepuk lembut pipi Serafima sebelum istri pertamanya itu lebih lama merengek dan merajuk karena kesal serta kecewa jika pantai ini gagal dikunjungi.     

Serafima sedikit luluh dan diam menunggu tindakan Jovano selanjutnya. Dia yakin suaminya pasti akan melakukan sesuatu.      

"Paman Wei, bisa bantu aku?" tanya Jovano ketika menjauh dari resepsionis.     

"Apa, bocah?" Weilong melayang di dekat Jovano.     

"Aku sudah mendapatkan nama dan alamat orang yang sudah memesan salah satu vila di sini. Paman, buat agar orang itu menunda seminggu rencana dia ke vila di sini, pasti Paman bisa, kan? Atau itu hal yang sulit untuk Paman?" pancing Jovano seperti biasa ke Weilong.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.