Devil's Fruit (21+)

Alam Semesta dan Penciptanya Memiliki Penilaian Sendiri



Alam Semesta dan Penciptanya Memiliki Penilaian Sendiri

0Fruit 1384: Alam Semesta dan Penciptanya Memiliki Penilaian Sendiri     
0

Jiwa murni Wena berhasil ditemukan oleh kelompok Jovano dengan bantuan kekuatan Weilong yang memang bertitik pusat pada kekuatan pikiran. Dia berkata dengan lirih ketika diinterogasi Jovano, "Tadinya aku hendak melenyapkan nyawaku sendiri, tapi aku urung."     

"Apa yang membuatmu urung?" Shona bertanya.      

"Teno dan ibuku." Jiwa murni Wena menjawab tanpa menatap ke Shona. Dia merasa sedikit malu saat mengungkapkan itu. Meski sebenarnya dia tak ingin mengatakannya, tapi karena dia merupakan jiwa murni, maka dia tidak bisa berbohong meski ingin.     

"Mereka?"     

"Ya, mereka berdua."     

"Karena kau menyayangi mereka?"     

"Ya, tentu."     

"Semuanya jelas sekarang."     

"Wena, apakah kau masih ingin kembali jadi manusia normal?"     

"Tentu saja, tapi … aku rasa itu tidak mungkin."     

"Kenapa tidak mungkin?"     

"Karena aku yakin aku sudah dilahap seluruhnya oleh iblis." Suara jiwa itu makin lirih menyiratkan sebuah keputusasaan mendalam.     

"Tapi, Wena … andaikan Jo punya cara untuk membuatmu bisa terbebas dari iblis itu, apakah kau mau?" Shona membujuk. Dia merasa iba atas apa yang menimpa Wena. Dirundung dan dilecehkan, itu tentu saja bukan hal yang menyenangkan untuk diterima. Dia langsung teringat akan kemalangannya sendiri beberapa waktu lalu berkaitan dengan pelecehan yang dilakukan oleh Molof.     

Ketika mendengar perkataan Shona, kepala Wena segera terangkat dan wajahnya menyiratkan harapan. "Apakah benar bisa?"     

"Sepertinya bisa," tutur Jovano sambil berkata, "karena iblis yang menguasaimu sebelum ini sudah aku musnahkan. Sepertinya itu cukup untuk menghilangkan kekuatan Suanggi darimu."     

"Begitu rupanya." Wena menatap penuh rasa terima kasih pada Jovano. "Tapi … bagaimana caraku menebus dosa?" Wajahnya kembali murung ketika teringat beberapa nyawa yang sudah dia ambil sebelum ini. "Surga pasti tidak akan pernah memaafkan aku."     

"Kenapa kau sudah berburuk sangka dulu, Wena?" Jovano memiringkan kepala dengan senyum kecil di wajahnya.     

Wena menatap Jovano dengan tanda tanya penuh rasa heran. "Apakah kau … kau malaikat yang dikirim untuk menyelamatkan aku?" Entah pikiran dari mana sehingga Wena bisa berkata demikian ke Jovano.     

"Pfftt! Aku tidak sesuci malaikat begitu, Wena, tapi yang bisa aku katakan hanyalah … alam semesta dan pemiliknya ini memiliki penilaian sendiri yang tak bisa diukur oleh siapapun. Dosa atau tidak berdosa … bukan urusan kita sebagai makhluk untuk memberi nilai. Urusan kita adalah … hanya berbuat sebaik mungkin terhadap sesama makhluk yang memang layak mendapatkan kebaikan kita." Jovano panjang lebar memberikan pemikirannya.     

Tak hanya Wena saja yang melongo mendengar pernyataan panjang Jovano, namun kedua istri dan juga Weilong di balik kabut. Mereka tidak menyangka kalimat semacam itu bisa keluar dari mulut Jovano.     

Siapakah Jovano? Dia hanya keturunan dari 2 ras yang sangat berlawanan. Bahkan dia keturunan generasi kesekian. Ayahnya keturunan malaikat dan ibunya keturunan iblis yang semuanya bercampur dengan manusia.     

Tapi … apa yang disampaikan oleh Jovano justru lebih menyentuh ketimbang orang yang berjalan tegak dengan dagu terangkat karena merasa keyakinan mereka pada penciptanya lebih tinggi daripada siapapun.     

Bahkan Serafima yang merupakan keturunan langsung dari malaikat merasa tertohok akan pemikiran Jovano. Dia tidak pernah berpikir sejauh dan mendalam seperti apa yang dinyatakan Jovano tadi.     

"Jadi, Wena … kau mau, kan?" Jovano menyodorkan tangan kanannya ke jiwa murni Wena.     

Wena menatap Jovano yang merunduk ke dirinya dengan tangan terulur dibarengi senyum hangat yang menentramkan. Tanpa terasa, tangannya terjulur begitu saja meski wajahnya membeku dengan raut penyesalan.     

"Asalkan setelah ini kau benar-benar menyesal dan tidak lagi memiliki keinginan untuk berbuat jahat pada orang lain, aku pikir surga pasti tidak akan keras hati padamu, Wena," imbuh Jovano sambil melebarkan senyumannya.     

"Aku … bawalah aku kembali ke normal, Kak Jo …." Wena berkata sambil air mata meleleh di pipinya. Tangannya sudah digenggam Jovano.     

Berbarengan dengan itu, mereka semua tiba-tiba kembali ke dunia nyata. Jovano dan kelompok kecilnya sudah berdiri di samping ranjang dan tubuh Wena mulai bergerak-gerak. Gadis itu sepertinya mulai kembali ke kesadarannya.     

Ketika mata Wena terbuka, dia menatap Jovano dan 2 istrinya di samping tempat tidurnya. "Kak Jo, Kak Shona, Kak Serafima."     

Ketiganya tersenyum ke Wena, ini membuat gadis itu tak tahan dan bangkit untuk menghambur memeluk ketiganya sekaligus sambil menangis. "Aku minta maaf … hu hu huuu … aku sungguh menyesal … aku menyesal …."     

"Iya, iya, Wena, kami percaya kau menyesalinya." Jovano menepuk-nepuk kepala gadis remaja itu.     

"Mulailah menatap kehidupanmu yang baru setelah ini, Wena," imbuh Shona sambil mengelus rambut Wena penuh rasa sayang dan iba.     

"H-Hei! Kau belum pakai celana, Wena!" Serafima teringat mengenai itu. Lekas saja Wena memekik malu dan merenggut selimut di dekatnya untuk menutupi pinggang ke bawahnya.     

Jovano dan Shona terkekeh canggung melihatnya, hanya Serafima yang cemberut dan mendelik ke Jovano.     

-0-0—00—0-0-     

"Nah, kalian harus baik-baik di sini, yah!" Jovano tersenyum ke Wena dan Teno pada pagi ketika mereka memutuskan untuk menyudahi 'wisata' mereka di kampung itu.     

"Iya, Kak Jo. Terima kasih untuk semuanya." Wena tersenyum penuh arti.     

"Kalian benar-benar tidak ingin menuntaskan seminggu di sini sesuai dengan yang sudah kalian bayar?" tanya Teno dengan wajah heran karena Jovano dan 2 istrinya hanya 4 hari menyewa rumah tinggal di kampung itu.     

"Kupikir 4 hari sudah sangat memuaskan bagi kami, Teno." Jovano tersenyum menanggapi Teno. "Apalagi kami masih punya banyak jadwal untuk berkeliling Indonesia."     

"Ohh, baiklah kalau memang begitu, Kak Jo." Teno membalas senyuman Jovano dan bertanya, "Setelah ini, kalian hendak melanjutkan ke mana?"     

"Hm … entah … mungkin daerah di sekitar ini. Apakah kau punya referensi tempat terbaik untuk turis seperti kami?" Jovano balik bertanya.     

Teno mengangguk dan menjawab, "Tempat yang terkenal di NTT ada banyak, Kak Jo. Kalau ingin surfing bisa ke Pantai Nemberala di Rote Ndao, kalau ingin healing di pantai bisa ke Nihiwatu di Sumba Barat, kalau suka diving bisa ke Pulau Alor, kalau ingin lihat berbagai pertunjukan menarik bisa ke Pasola di Sumba. Bahkan kalian juga bisa mengunjungi Pulau Komodo yang eksotik."     

"Gunung Mutis di Kupang dan kalau ingin wisata rohani, aku sangat menyarankan Larantuka di Flores. Selain bisa untuk wisata rohani, juga bisa melihat beberapa pantai yang bagus di sana." Wena menambahkan.     

"Ya, benar. NTT ini banyak terdapat pantai yang masih bersih dan eksotik. Kalian tidak akan menyesal." Teno mengangguk.     

"Gunung di NTT juga indah dan asri. Kalian harus mencobanya. Ada banyak dan semuanya cantik dan juga instagramable," imbuh Wena.     

"Ohh, ya, nanti akan kami coba yang kalian rekomendasikan tadi." Jovano menepuk lengan Teno sambil mengangguk. "Oke, kami pergi dulu, yah!"     

"Tolong kalian selalu berhati-hatilah," ucap Teno.     

Mereka pun berpamitan ke Teno dan Wena, saling berpelukan terutama dengan Wena. Bagi Wena, Jovano dan kelompoknya bagaikan sosok yang telah memberikannya kesempatan untuk menjalani hidup baru, bagaimana mungkin dia tidak terharu dan penuh terima kasih pada mereka?      

Kemudian, ketiganya juga berpamitan dengan wisatawan yang ada di sana dan tak lupa dengan kepala kampung juga.     

Setelah itu, ketiganya berjalan santai meninggalkan kampung wisata itu, melewati gerbang utama kampung.     

"Sehabis ini … enaknya ke arah mana, yah?" Jovano mengeluarkan peta yang cukup besar, dia bentangkan sambil mereka berjalan.     

"Ke manapun tak masalah asalkan bisa mengumpulkan kebajikan." Shona tersenyum sambil melirik peta di tangan Jovano.     

"Aku ingin mengunjungi pantai!" seru Serafima dengan satu tangan terkepal di udara.     

"Tadi pantai apa yang direkomendasikan Teno?" Shona mencoba mengingat-ingat.     

"Pantai Nihiwatu." Jovano memiliki daya ingat lama dan tajam. "Sebentar aku cari dulu di peta. Ahh! Ini dia! Ayo ke sana!"     

"Tak perlu pergi ke bandara, kan Jo?"     

"Ha ha ha!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.