Devil's Fruit (21+)

Penyelidikan ke Beberapa Kampung



Penyelidikan ke Beberapa Kampung

0Fruit 1380: Penyelidikan ke Beberapa Kampung     
0

Weilong pun telah mendengarkan semua cerita mengenai Suanggi yang sedang meneror warga di desa wisata Waturaka. "Huh! Sepertinya dia hanya makhluk kecil yang mudah aku sentil hanya dengan ujung jariku."      

Seperti biasa, Weilong menyombongkan diri dan kekuatannya. Wajahnya juga mendongak menampilkan kesombongannya.     

"Csk! Apa dia tak sadar kalau dia sendiri begitu kecil mungil? Apalagi … apa pula itu dengan kesombongannya? Dia mirip kaum kalian, kaum iblis," bisik Serafima pada Shona.     

"Hei! Aku mendengarmu!" Telunjuk mungil Weilong terarah ke Serafima.     

"Ohh, telingamu tajam juga! Aku pikir telinga sekecil itu memengaruhi kinerjanya." Serafima tidak gentar karena dia yakin dia pasti akan dibela oleh suaminya.     

"Oi, oi, oi … sudah, dong. Tak usah ribut lagi, bisa kan?" Jovano menatap keduanya dengan wajah lelah. "Bisakah kita fokus saja ke permasalahan ini?"     

"Ayo, ayo, kita bantu Jo agar dia bisa lekas memenuhi bola kristalnya." Shona menepuk pundak Serafima dan tersenyum ke Weilong.     

"Huh! Jangan salahkan aku jika nanti aku akan menghukumnya!" Weilong kemudian terbang berputar di kamar itu. Tubuhnya sebesar tokek sehingga rasanya seperti sedang ada tokek terbang di ruang tersebut.     

Meski begitu, manusia biasa tentunya tidak akan bisa melihat wujud Weilong.     

"Ayo kita mulai keluar dari sini dan cari tersangkanya." Jovano bangkit dari kasur.     

"Apakah kita akan pergi ke kampung Diamond?" tanya Serafima.     

"Kata Teno tadi sore bahwa kampung yang sudah diserang adalah kampung Diamond dan kampung Saphire." Jovano teringat dengan ucapan Teno saat mengantarnya membeli pakaian.     

"Kita akan ke dua kampung itu?" Shona bertanya sambil turut turun dari kasur dan bersiap akan misinya.     

"Bagaimana kalau kita bagi jadi 2 kelompok?" Jovano memberi saran. "Aku dan Paman Wei, sedangkan kalian bisa berdua ke salah satu kampung tadi."     

"Hm, tidak buruk." Shona mengangguk dan menganggap pembagian ini sangat tepat. Diantara kedua wanita itu tidak perlu ada yang cemburu kalau begitu.     

"Oke, ayo! Aku dan Paman Wei akan ke kampung Diamond, kalian ke kampung satunya." Jovano mulai mengubah dirinya menjadi transparan yang tak bisa dilihat mata biasa para manusia.     

Shona dan Serafima juga mulai mengubah wujud mereka seperti Jovano dan mereka semua terbang keluar dari rumah itu, melayang sebentar sebelum akhirnya berpencar sesuai dengan instruksi Jovano.     

Ketika jarak mereka sudah terpisah sejauh 1 kilometer, Jovano menyentuh anting di salah satu telinganya. "Kalian bisa mendengar aku, kan?"     

Shona dan Serafima bersama-sama menyentuh anting khusus di telinga mereka dan menjawab bersama, "Ya."     

Jovano sudah memerintahkan mereka untuk memakai anting komunikasi sehingga mereka tetap bisa terus berbicara satu sama lain meski terhalang jarak sejauh puluhan hingga ratusan kilometer sekalipun.     

Dengan adanya anting komunikasi itu Jovano merasa lebih nyaman dan tenang melepas kedua istrinya ke kampung lain.     

"Di sana kampung Diamond, Paman." Telunjuk Jovano mengarah ke sebuah daerah yang terlihat sepi. Ia dan Weilong pun mulai terbang cepat ke tempat tersebut.     

Di sana, tak hanya suasananya yang sepi, tampaknya beberapa rumah sudah banyak yang kosong.      

"Apakah rumah-rumah ini sudah ditinggalkan penyewanya gara-gara Suanggi?" Jovano curiga mengenai itu.     

"Hm … mungkin saja." Weilong berkata sambil lalu seraya pandangannya menyapu ke daerah di bawahnya saat mereka masih melayang di bawah kawasan kampung Diamond.     

Kening Jovano berkerut melihat situasi di kampung tersebut. "Paman, aku jadi curiga. Ini … jangan-jangan …."     

Jovano segera saja melesat turun dan kakinya pun sudah menginjak tanah meski masih tak akan terlihat oleh mata manusia biasa. Selama dia masih mengeluarkan kekuatan supernaturalnya, maka dia akan tak terlihat mata kasat manusia.     

Dengan gerakan cepatnya, Jovano memeriksa satu demi satu rumah di sana. Dia melesat dengan kecepatan kilat untuk memeriksa semuanya.     

"Sesuai dugaanku!" Jovano memekik.     

"Kenapa, Jo?" tanya Weilong.     

"Kampung ini sudah ditinggalkan penyewanya! Hanya tersisa 2 rumah yang sepertinya adalah rumah kepala kampung dan relawan. Itu pun mereka tidak ada di rumah malam ini. Sepertinya mengungsi." Jovano selesai memeriksa dan berkata ke Weilong.     

"Berarti ini seperti kampung kosong, benar?" Weilong menyimpulkan berdasarkan pemeriksaan Jovano.     

Pemuda itu mengangguk. "Ya, ini sudah jadi kampung kosong. Entah sejak hari ini atau kemarin. Tapi sepertinya sejak hari ini setelah serangan terakhir Suanggi di sini."     

"Kalau begitu, percuma kita memeriksa di sini!" Weilong pun mulai sadar.     

"Benar, Paman! Ayo kita ke kampung lainnya!"     

"Ada lagi lainnya?"     

"Ya, Paman, aku sudah melihat peta desa wisata ini dan ada beberapa kampung wisata di sini. Kita ke kampung Topaz."     

Weilong tidak berkata apa-apa selain mengikuti saja Jovano terbang ke sebuah arah. Dia tak tahu apapun mengenai daerah ini, maka memang lebih baik jika Jovano saja yang memimpin perjalanan mereka.     

Setibanya mereka di kampung Topaz, terdapat banyak orang yang masih terjaga dan berkumpul di depan rumah. Sepertinya mereka memang sengaja bergadang demi terhindar dari serangan Suanggi.     

Jovano dan Weilong memeriksa keadaan di sana dan tidak mendapati adanya aroma iblis maupun siluman. Apalagi daya penciuman Weilong sangat tajam sebagai naga iblis.     

"Benar-benar tidak ada aroma dari makhluk supernatural, yah Paman?" Jovano ingin memastikan ke Weilong.     

"Yah, memang tidak ada. Paling-paling hanya siluman receh dan beberapa arwah saja yang mondar-mandir tak jelas di beberapa sudut kampung." Weilong menjawab sambil memainkan jemarinya yang bercakar dengan bosan.     

"Jadi … penduduk di kampung ini mengantisipasi Suanggi dengan cara berjaga semalaman." Jovano menyimpulkan dari apa yang dia lihat.     

"Kalau memang seperti itu caranya, kenapa penduduk di kampungmu malah sibuk tidur, bocah?" Weilong menggeleng-gelengkan kepala sambil memutar bola matanya.     

Mendadak setelah mendengar ucapan Weilong, Jovano segera terkesiap. "Celaka! Ayo, Paman!" Ia lekas saja melesat terbang.     

"H-Hei, bocah sialan! Kenapa kau malah terbang begitu saja meninggalkan aku! Hei, jangan ngebut! Bagaimana nanti kalau tertabrak?" Weilong bergegas terbang cepat mengikuti Jovano.     

Jovano melirik ke belakang sekali untuk berkata, "Maaf, Paman, ini situasi darurat!" Lalu, dia menyentuh anting komunikasinya dan berbicara ke dua istrinya, "Sera, Sho, kembali ke kampung kita! Sekarang!"     

Serafima dan Shona yang masih memeriksa situasi di kampung Saphire pun mau tak mau segera terbang pergi dari sana.     

"Oke, Jo."     

"Baik."     

Sembari terbang cepat, Serafima bertanya ke Shona, "Kenapa Jo sepertinya panik? Apa yang dia temukan? Kenapa kita malah disuruh lekas balik ke kampung kita?"     

"Nanti kau juga akan paham, Sis." Shona menjawab namun kali ini tanpa senyuman. Wajahnya serius dengan pandangan tajam ke depan.     

Di kampung Ruby, suasana masih sepi seperti ketika Jovano dan kelompoknya pergi keluar beberapa waktu lalu. Namun, kali ini Jovano langsung saja mengaktifkan kekuatan radar dia.     

Wusshh!     

"Ternyata benar!" Jovano berseru sambil menunjuk ke salah satu rumah di depan sana. "Penduduk di sini kena ilmu bius supernatural! Pantas saja sepi sekali!" Ia melesat ke rumah yang sudah dia tandai.     

Weilong ikut mengedarkan kekuatannya dan dia terkejut karena ternyata suasana di kampung itu penuh akan aroma pembiusan massal seperti yang Jovano ucapkan sebelum ini. "Sial! Aku kecolongan!" Ia cepat melesat mengikuti Jovano.     

Jovano sudah tiba di salah satu rumah dan dia segera masuk begitu saja di rumah itu dan melesat ke salah satu kamar. "Kau!" Ia berteriak keras.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.