Devil's Fruit (21+)

Menyewa Rumah Wisata di Kampung Ruby



Menyewa Rumah Wisata di Kampung Ruby

0Fruit 1377: Menyewa Rumah Wisata di Kampung Ruby     
0

Jovano, Shona dan Serafima sudah tiba di kampung wisata di Desa Wisata Waturaka, sebuah desa di Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Provinsi NTT. Letaknya persis dbawah kaki Gunung Kelimutu. Desa yang sebelah barat berbatasan dengan Desa Woloara, timur dengan Desa Detuena, utara dengan dengan Desa Nuamuri Barat, Desa Nuamuri dan Desa Wolokoli.     

Yang ditawarkan, atau bisa disebut yang dijual dari konsep agro wisata di sana adalah aktivitas pertaniannya kepada para wisatawan.      

Turis-turis yang datang ke sana biasanya turis mancanegara dan diajarkan bagaimana proses penyipan lahan, sistem pengairannya, proses penyiapan bibit, menanam, membersihkan hama sampai pada proses memanen hasil pertanian serta semua kegiatan yang berkaitan dengan aktifitas pertanian yang memiliki keunikan dan masih dilakukan secara tradisional sesuai kearifan masyarakat setempat.      

Wisatawan melakukan semua aktifitas-aktifitas tersebut secara bersama-sama dan berinteraksi langsung dengan penduduk lokal setempat.     

Kampung yang didatangi oleh Jovano dan dua istrinya adalah Kampung Ruby. Ada sekitar 25 rumah hunian yang bergaya tradisional bisa disewa oleh para turis. Sedangkan 5 rumah lainnya merupakan rumah dari orang yang ditunjuk sebagai kepala kampung dan para penjaganya yang terdiri dari beberapa petani asli di sana dan beberapa pemuda Indonesia. Ada juga relawan yang ikut terjun untuk menjaga kampung tersebut.     

Salah satu pemuda yang mengantar kelompok kecil Jovano menunjukkan sebuah rumah yang masih kosong belum ada penyewa. Rumahnya bercat warna-warni semarak sungguh menyegarkan mata, sama seperti rumah-rumah lain di kanan kiri dan di depannya.     

Ketika kaki Jovano dan dua istrinya melangkah masuk ke dalam rumah tersebut, kepala mereka segera menoleh sambil mengedarkan pandangan.      

Di dalam rumah telah tersedia perabotan standar yang ada di rumah pada umumnya, seperti meja kursi di ruang tamu yang sederhana, lalu ada sofa di ruang tengah yang tak begitu luas, kemudian ada 2 kamar dengan masing-masing kamar memiliki kamar mandi di dalam yang cukup modern perabotnya.     

Meski konsep bangunan rumahnya dari luar terlihat sederhana, namun ruangan di dalamnya lumayan modern, disesuaikan dengan kebutuhan manusia jaman sekarang.     

Hanya, di sana tidak ada pendingin ruangan, karena hawa di tempat itu saja sudah sejuk melebihi AC. Ada lemari es di dapur kecil yang menyatu dengan ruang makan, meski tak disediakan microwave ataupun oven atau kompor canggih. Cuma ada kompor gas biasa dan peralatan memasak ala kadarnya.     

Tidak terlihat mewah karena memang konsep kampung wisata di sana tidak ingin bermewah-mewah melainkan ingin menawarkan kehidupan di desa sealami mungkin tanpa mengurangi kenyamanan bagi penyewanya.     

"Cukup menyenangkan, aku pikir." Jovano mengangguk-anggukkan kepala tanda dia setuju dengan rumah tersebut.     

"Jadi, sudah yakin yang ini, yah Kak?" tanya remaja putri yang menyertai mereka.     

"Iya, aku ambil yang ini saja." Jovano mengangguk ke gadis itu, lalu bertanya, "Di mana aku bisa mendaftar?"     

"Ikut saya, Kak." Pemuda satunya menjawab Jovano.      

"Barang-barang kalian di mana?" tanya gadis remaja yang tadi.     

"Ohh, kami … tidak bawa apa-apa, hanya baju yang melekat ini saja, he he …." Jovano menjawab dan mengakibatkan kedua remaja itu melongo terheran-heran.     

"Kok …."     

"Ahh, kami sempat kehilangan koper kami di bandara, tapi tak masalah, karena kami … um … backpacker." Jovano lekas saja memberikan alasan itu untuk membuat kedua remaja di depannya menjadi paham meski itu adalah dusta.     

"Ohh, rupanya begitu. Lalu, bagaimana kalian ganti baju nantinya?" Si gadis remaja masih bingung.     

"Apa di sini ada semacam toko pakaian?" tanya Shona setelah dia paham akan alasan yang dibuat Jovano dan mengikuti alurnya.     

"Di sini, di kampung ini tidak ada, Kak. Adanya di kawasan sebelah, sekitar satu jam kalau berkendara dengan motor." Pemuda menjawab.     

"Ohh, oke, nanti aku akan pinjam motor untuk beli pakaian." Jovano lekas membuat keputusan agar dua remaja itu tidak lagi banyak bertanya. "Ayo, antarkan aku untuk mendaftar."     

"Mari, Kak." Pemuda itu pun berjalan bersama Jovano keluar rumah, sementara itu remaja putri masih di sana bersama Shona dan Serafima.     

"Kakak-Kakak ini dari mana?" tanya remaja putri itu pada Shona dan Serafima untuk berbasa-basi.     

"Bukannya tadi kami sudah bilang kalau kami dari Jepang?" Shona tersenyum manis saat menjawab gadis itu.     

"Ohh, bukan itu maksud aku, Kak. Maksudku, asal kalian yang sesungguhnya. Pastinya kalian bukan orang Jepang asli, kan?" Remaja itu membalas senyuman Shona dengan senyum manis yang sama.     

Shona pun paham maksud pertanyaan gadis tadi. Ia segera mempersiapkan jawaban dusta yang tidak akan menyakiti remaja itu. "Ohh, aku Shona dari Eropa, ini … Serafima, saudaraku dari Eropa juga."     

"Halo, Kak Shona dan Kak Serafima. Namaku Wena. Aku asli Semarang, tapi sedang di sini setelah lulus SMA." Remaja putri itu memperkenalkan diri.     

"Semarang? Di mana itu?" tanya Serafima sambil duduk di salah satu sofa ruang tengah.      

"Itu di Jawa, Kak Serafima." Wena menjawab, tapi dia teringat bahwa yang bertanya adalah turis mancanegara yang mungkin saja tidak paham di mana itu Jawa. "Ahh, Jawa itu nama pulau di Indonesia, Kak. Sama seperti pulau NTT ini, tapi Jawa ada di arah barat dari pulau ini, Kak. Kalau pakai pesawat, bisa sekitar 15 sampai 18 jam penerbangan. Kalau mobil, wah itu bisa sampai 40-an jam."     

"Kok kamu tahu sampai begitu detilnya?" tanya Shona dengan pandangan takjub.     

"Ohh, karena aku kan sudah pernah mencoba dua jalur itu, Kak. He he he …." Wena tertawa ringan.     

"Oh iya, benar juga, yah!" Shona tersenyum lagi dan menawarkan duduk bersama di sofa. "Wena, di sini namanya kan Ruby Homestay, tapi sepertinya turis malah diberikan rumah kosong. Bukannya homestay biasanya kami akan tinggal dengan penduduk lokal?"     

"Iya, Kak, awalnya di sini memang pakai konsep itu, tapi setahun belakangan ini, mulai agak berubah. Beberapa kampung di sekitar sini mulai menerapkan wisata agricultural tanpa kalian perlu menginap di rumah penduduk. Itu karena dulu sempat ada beberapa keluhan turis mancanegara yang kurang merasa nyaman jika tinggal bersama orang lain yang masih asing. Atas kesepakatan, akhirnya kami mulai sedikit demi sedikit mengubah konsep." Wena menjelaskan.     

"Jadi, sekarang turis sudah tidak lagi tinggal dengan penduduk lokal di kampung wisata desa ini?" tanya Shona yang lebih banyak bertanya ketimbang Serafima yang hanya diam.     

"Masih ada, Kak. Beberapa kampung wisata di sini masih ada yang menerapkan konsep homestay asli. Di sini juga ada beberapa rumah yang masih menerapkan homestay full jika turis mau. Apa Kakak ingin pindah di rumah homestay full saja?" tanya Wena setelah menjelaskan ke Shona.     

"Ahh, di sini saja tak apa. Kebetulan kami membutuhkan privasi untuk kenyamanan." Shona lekas menjawab. Akan cukup canggung bagi dia dan kelompok kecilnya ini jika harus tinggal bersama penduduk lokal jika menilik dari latar belakang ketiganya yang 'tidak biasa'.     

"Ohh, baiklah kalau begitu." Wena tersenyum ramah.     

"Oke, jadi nanti aku akan mulai jadwalnya, tapi sebelumnya aku akan pergi beli pakaian dulu, yah Teno." Terdengar suara Jovano dari luar sedang menuju ke dalam rumah.     

"Iya, Kak Jo. Nanti akan aku antar saja." Pemuda itu bernama Teno yang mengantar Jovano untuk mendaftar di kepala kampung Ruby.     

"Gila! Lagi-lagi serangan Suanggi! Benar-benar gila!" Ada sebuah teriakan cukup jelas terdengar dari luar rumah.     

"Suanggi menyerang lagi? Kenapa secepat itu sudah ada serangan berikutnya?" Seruan panik menimpali teriakan sebelumnya.      

Dan tak lama, suasana kampung mendadak menjadi sedikit gaduh karena orang-orang yang ada di depan rumah masing-masing mulai berkerumun sambil bertanya dan bicara.     

Teno dan Wena segera menampakkan wajah tegang mereka. Jovano, Shona dan Serafima melirik ke dua remaja itu sambil bertanya-tanya.     

"Suanggi? Suanggi itu apa?" Serafima tak bisa menahan pertanyaannya ingin tahu hal yang membuat gempar di depan rumah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.