Devil's Fruit (21+)

Tiba di Desa Wisata Waturaka



Tiba di Desa Wisata Waturaka

0Fruit 1376: Tiba di Desa Wisata Waturaka     
0

Jovano dan kedua istrinya sudah berada di dalam angkot. Mereka bertiga duduk di dekat kernet yang biasanya ada di ambang pintu angkot.      

Kernet angkot berulang kali menatap ke arah Jovano dan dua istrinya. Karena wajah Jovano, Shona dan Serafima begitu terlihat sangat bule, terutama rambut pirang terang milik Shona, maka kernet pastinya mengira mereka bertiga adalah turis mancanegara.     

Menyadari dirinya terus dilirik dan ditoleh oleh kernet angkot, Jovano membalas tatapan itu dan tersenyum ke kernet tersebut.      

Akhirnya, kernet pun berbicara pada Jovano dengan nada ragu-ragu. "Errmmhh … mister … where you go?" tanyanya dengan bahasa Inggris sebisanya tanpa memperhatikan apakah grammarnya sudah benar atau tidak, dia hanya butuh tahu Jovano dan dua wanita itu hendak ke mana.     

"Ohh, pakai bahasa Indonesia juga tak apa, Bang." Jovano langsung saja menjawab menggunakan bahasa Indonesia.     

Kernet angkot langsung terkejut mendengar ternyata Jovano bisa berbahasa Indonesia. "Ohh, aku kira kalian bule yang belum lama di Indonesia, ternyata sudah lama, yah?" Dia terlihat lega karena tak perlu berlama-lama menggunakan bahasa Inggris.     

"Ohh, aku jarang sekali ke Indonesia, kok Bang." Jovano menjawab sambil terkekeh ringan.     

"Lho? Lalu kenapa kau bisa berbahasa Indonesia?" Kernet bertambah heran.     

"Kebetulan ibuku orang Indonesia, Bang, jadi aku bisa bahasa Indonesia." Jovano tersenyum.     

"Ohh, ternyata begitu. Kau ini ada darah Indonesia rupanya. Tak kusangka, padahal muka kau sangat bule, tak ada bau-bau Indonesia." Lalu kernet itu pun tertawa ringan. Jovano ikut tertawa kecil untuk menimpali kernet. "Ahh, ya, jadi kalian hendak ke mana?"     

"Pemukiman terdekat di sini di mana, Bang?" Jovano benar-benar buta mengenai daerah ini karena belum pernah datang ke NTT.      

"Di sini dekat dengan Desa Waturaka. Bagaimana jika kau dan teman-teman kau ke sana saja? Di sana ada banyak homestay untuk turis. Ehh, kalian datang dari mana?"     

"Kami dari Jepang, Bang."     

"Wah, dari Jepang! Aku pikir kau dari Eropa sana atau Amerika. Ternyata kau tinggal di Jepang!"     

"He he, iya Bang. Errr … jadi, ini kita bisa ke Desa Waturaka, ya Bang?"     

"Iya, di sana itu termasuk desa wisata, banyak tempat-tempat untuk turis. Ada program kampung Inggris sedang diadakan di sana oleh pemerintah sini." Kernet memberikan informasi.     

"Ohh, ternyata ada hal begitu di dekat sini, yah Bang. Ya sudah, kami ke sana saja kalau begitu. Angkot ini akan ke sana atau bagaimana?"     

"Ya, angkot ini akan lewat di sana, jangan cemas, kau dan kawan-kawan kau akan sampai di sana, duduk saja baik-baik dan tunggu, yah!" Kernet berkata ramah menggunakan logat orang Indonesia Timur yang kental.     

Angkot terus melaju dan menurunkan beberapa penumpang hingga akhirnya tiba di tempat yang akan dituju Jovano atas saran dari kernet.     

"Nah, sudah sampai. Angkot hanya bisa berhenti di sini, tapi nanti kalian kalau jalan sebentar, akan bertemu banyak rumah-rumah untuk homestay." Kernet memberikan kode ke sopir dan angkot pun berhenti. Lalu, dia turun dari angkot dan memberikan jalan bagi Jovano, Shona dan Serifima turun dari mobil umum tersebut.     

"Berapa semuanya, Bang?" tanya Jovano sambil bersiap mengeluarkan dompetnya.     

Kernet menyebutkan nominal uang yang harus dibayar Jovano, dan Jovano membayar tanpa protes, entah itu biaya yang ditinggikan kernet hanya karena mereka berwajah bule atau itu memang biaya sebenarnya.     

Bahkan ketika kernet menerima uang rupiah dari Jovano, dia tidak heran kenapa Jovano bisa memiliki mata uang tersebut ketika katanya lelaki berwajah bule itu baru tiba dari Jepang. Yang penting membayar, itu batin kernet.     

Jika kernet itu tahu bahwa sebenarnya Jovano menggunakan sihir cepat mengubah uang Yen dia ke uang Rupiah di saat mengambil dompet, mungkin kernet akan melongo takjub mengira Jovano seorang dukun pengganda uang.     

Setelah itu, Jovano dan kedua istrinya mulai berjalan sebentar memasuki sebuah kawasan yang didominasi dengan kehijauan panorama di sekitarnya.     

Di mana-mana, terbentang warna hijau asri dengan suasana sejuk penuh akan hamparan vegetasi yang tidak terlalu tinggi di sepanjang jalan mereka.     

"Ini hampir mirip seperti Cosmo, yah Jo." Serafima mengedarkan pandangan ketika dia menatap ke sekelilingnya.      

"Tunggu sebentar, sepertinya kita bisa naik ke angkasa tanpa terlihat mata manusia. Ayo kita coba." Jovano pun menggunakan kekuatan terbang dia dan membumbung ke atas.     

Shona dan Serafima juga melakukan hal sama. Mereka bertiga sudah naik ke langit meski tidak terlalu tinggi untuk melihat seluruh kawasan tersebut.     

"Kau yakin tidak akan ada manusia yang bisa melihat kita terbang begini, kan Jo?" Shona bertanya untuk meyakini ini.     

Jovano menganggukkan kepala. "Kekuatan kita ini tidak akan terlihat oleh mata manusia biasa, Sho. Bahkan termasuk dengan terbang begini. Setiap kita menggunakan kekuatan supernatural kita, maka mata kasat manusia tidak akan bisa melihatnya."     

"Wah, Jo, sawahnya bagus sekali!" seru Serafima dengan suara takjub.     

Jovano menatap ke bawah dan melihat ke arah yang ditunjuk oleh Serafima. "Ohh, itu dinamakan sawah terasiring. Sawah yang cocok diterapkan di daerah pegunungan."     

"Jo, sepertinya di sana ada pemukiman dan banyak orang." Telunjuk Shona mengarah ke sebuah tempat.     

Segera, Jovano mengarahkan pandangan ke arah yang ditunjuk Shona dan menganggukkan kepala menyetujui. "Iya, sepertinya di sana memang lebih ada banyak orang. Ayo kita ke sana."     

"Terbang begini?" tanya Serafima.     

"Ya, terbang dulu saja, tapi nanti kalau sudah dekat sana, kita cari tempat yang sepi agar bisa muncul tanpa mengagetkan manusia." Jovano memberikan saran.     

Mereka bertiga mulai terbang ke pemukiman yang cukup terlihat banyak penduduk.     

Ketika membaca sebuah plang nama dari kayu, tertulis: Waturaka Tourism Village, Ruby Homestay.     

Setelah mencari sebuah sudut sepi, Jovano segera memberi kode ke dua istrinya untuk mendarat di sana.     

Begitu kaki mereka menapak tanah, segera saja mereka akan terlihat oleh mata manusia. Inilah kenapa Jovano mencari tempat sepi, agar tidak ada manusia yang terkejut ketika tiba-tiba mereka muncul begitu saja.     

Mereka bertiga mulai berjalan ke arah gerbang yang memiliki plang kayu tadi.     

"Ehh, ada turis baru!" Tak berapa lama ketika ketiganya melewati gapura batu, mereka bertemu dengan beberapa orang yang berwajah Indonesia Timur.     

"Apa kau bisa bahasa Inggris?" tanya salah satu kepada temannya.     

Si teman pun mendekati Jovano dan mencoba bertanya, "Hello, Sir. May I help you?"      

"Ohh, jangan repot-repot pakai bahasa Inggris, aku bisa bahasa Indonesia, kok! He he …." Jovano menyahut sambil tertawa kecil. Usai mendengar ucapan Jovano, remaja-remaja yang ada di depan Jovano pun merasa lega.     

"Wah, ternyata bisa bahasa Indonesia, yah bagus kalau begitu." Salah satu yang berwajah oriental pun berkata. "Kakak sekalian hendak ke desa wisata ini?"     

"Iya, sih. Bisa, kan?" tanya Jovano untuk memastikan.     

"Tentu saja bisa, Kak. Ayo ikut kami. Akan kami tunjukkan kampung Ruby ini." Si remaja yang berwajah Indonesia Timur pun mengajak Jovano dan dua istrinya untuk mengikuti mereka.     

Mengangguk, Jovano dan dua istrinya berjalan mengikuti rombongan remaja itu.     

"Di sini disebutnya Kampung Ruby, Kak. Di sini ada banyak kampung wisata yang tersebar di Waturaka, dan Kampung Ruby salah satu yang ramai." Remaja itu menjelaskan mengenai kampung yang mereka masuki.     

Benar saja, tak berapa lama, mulai terlihat deretan rumah tradisional yang bercat warna-warni dan di depan ada banyak orang yang sepertinya merupakan turis dari berbagai tempat, baik itu turis mancanegara maupun turis lokal.     

"Apakah masih ada tempat untuk kami bertiga?" tanya Jovano.     

"Masih ada, Kak. Kalian bisa melihatnya dulu tempatnya, kalau merasa cocok, Kakak bisa datang ke tempat kepala kampung di sini untuk mendaftar." Si remaja pun membawa Jovano dan kelompoknya ke sebuah rumah yang dikatakan masih kosong.     

Shona berbisik ke Jovano, "Jo, memangnya kau punya ID Card untuk mendaftar?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.