Devil's Fruit (21+)

Dikira Penunggu Kelimutu



Dikira Penunggu Kelimutu

0Fruit 1375: Dikira Penunggu Kelimutu     
0

Rombongan Medo merasa ciut ketika mereka melihat ular sanca besar yang melingkar di depan mulut gua. Memang ular itu hanya meringkuk saja di sana tanpa bergerak lagi, namun tetap saja itu membuat mereka ketakutan.     

Namun, Jovano terus meyakinkan mereka bahwa ular itu akan terus di sana sampai nanti akan pergi sendiri dan tidak akan masuk ke dalam gua.     

Karena anggota rombongan Medo masih belum yakin akan ucapan Jovano, maka Jovano pun membuat keputusan. "Baiklah, kalau begitu, aku akan berbaring di tempat yang paling dekat dengan mulut gua. Maka, kalau ular itu masuk, biar aku yang menghalaunya lebih dulu."     

"Jo, apakah itu akan baik-baik saja?" Medo bertanya dengan raut cemas.     

Jovano mengangguk yakin. "Ya, tenang saja, aku membawa pisau belati." Dia mengeluarkan sebilah belati besar. "Kupikir ini cukup untuk melawan ular itu jika dia memang nekat masuk ke sini."     

Melihat belati besar di tangan Jovano, maka Medo pun lebih tenang. "Baiklah, kami percaya padamu."      

Kemudian, Jovano benar-benar tidur berbaring di paling ujung paling dekat dengan mulut gua. Shona dan Serafima turut berbaring di samping Jovano.     

Anggota rombongan itu menatap keheranan pada ketiganya. Namun, mereka tidak berani mempertanyakan kenapa Shona dan Serafima bisa berbaring sambil masuk ke pelukan Jovano.     

"Benar-benar lelaki beruntung," bisik salah satu anggota rombongan sambil menjauh dari Jovano.     

"Ya, dia sungguh the lucky bastard, hi hi hi!" bisik lainnya sembari meringis.     

"Sudah, sudah, ayo kita segera tidur. Semoga besok ketika kita bangun, ular itu sudah pergi." Medo membubarkan kasak-kusuk anggotanya.     

"Bang Medo, kau tidak iri melihat yang di sana?"     

"Sepertinya mereka semua pacarnya. Benar-benar pemuda beruntung. Pacar dua sekaligus dan keduanya juga rela saja dimadu."     

"Hei, sudah, jangan terus bergosip!"     

Lalu, kasak-kusuk itu pun berhenti karena mereka mulai berbaring untuk tidur. Sementara itu, api unggun masih menjadi penerang sekaligus penghangat mereka di dalam gua, dan hujan rintik masih mengiringi malam itu.     

"Pfftt, mereka bergosip mengenai kita," ucap pelan Serafima.     

"Biarkan saja, asalkan tidak keterlaluan," sahut Jovano sambil mengelus kepala istri pertamanya.     

"Mereka pasti akan lebih terkejut kalau tahu bahwa kita ini suami istri, dan bukan sekedar pacar. Hi hi hi …." Shona terkikik pelan.     

"Sudah, kita lebih baik pejamkan mata dulu." Jovano ganti mengelus rambut Shona.     

"Jo, apakah kau tadi melihat bagaimana reaksi kristal dari malaikat yang kau bawa saat aku menyembuhkan luka kaki Rando?" tanya Shona teringat akan hal itu.     

"Ahh, aku hanya merasakan kristal itu bergetar di cincin ruangku. Nanti akan aku cek kalau tidak ada mereka di dekat kita." Jovano menjawab sambil mengecup kepala kedua istrinya secara bergantian.     

.     

.     

Pada pagi harinya, ketika salah satu rombongan itu membuka mata, mereka sudah mendapati Jovano dan dua perempuan yang mereka kira pacar, sedang bersiap-siap.     

"Ehh, kalian sudah bangun rupanya." Anggota itu berkata sambil mengucek matanya.      

"Ya, ini sudah pagi dan sepertinya hujan juga sudah berhenti sejak tadi. Saatnya melanjutkan perjalanan." Jovano menjawab sambil tersenyum.     

Karena obrolan singkat itu, anggota rombongan lainnya pun mulai bangun satu demi satu.      

"Ayo, kita harus bergegas turun." Medo membereskan semua bawaannya ke dalam ransel carrier-nya, diikuti anggota dia lainnya.     

"Tunggu, kita lihat dulu, apakah ular yang semalam masih di depan sana." Salah satu dari mereka pun bergegas berjalan ke mulut gua diikuti beberapa lainnya.     

"Wah! Ularnya sudah pergi!" Mereka terkesiap antara heran dan takjub sekaligus lega.     

"Benar! Sudah tidak ada lagi!" teriak yang lain dengan wajah gembira.     

Medo yang mendengar itu pun ikut merasa lega. Ia menoleh ke Jovano yang tersenyum seakan Jovano berkata: "Apa kubilang."     

Rombongan itu pun keluar berbarengan dengan Jovano dan dua istrinya. Meski begitu, rombongan Medo masih bersikap waspada, takut bila ular besar itu ternyata masih ada di sekitar gua.     

"Tenang saja, aku yakin ularnya sudah tidak ada di sekitar sini." Jovano lagi-lagi memberikan jaminan.     

Anggota rombongan sudah hendak membantah ucapan Jovano namun Medo mencegahnya dan berkata, "Baiklah kalau begitu. Kita akan turun. Kau ikut kami turun juga, kan?"     

"Boleh." Jovano mengangguk.     

Medo menyadari bahwa Jovano dan kedua wanita yang menyertai itu bukanlah orang sembarangan. Dari semenjak Medo menyaksikan adanya cahaya dari telapak tangan Shona saat mengobati pergelangan kaki Rando, hingga Jovano begitu yakin mengenai ular itu, dia memiliki dugaan ketiga orang asing itu sosok yang spesial.     

Maka dari itu, Medo memilih untuk mempercayai saja apa yang dikatakan Jovano.     

Mereka semua turun bersama-sama tanpa ada halangan apapun dan berpisah di pos penjaga.     

Ketika Jovano dan kedua istrinya sudah berjalan menjauh dari rombongan, Medo didekati salah satu anggotanya. "Bang Med, kamu merasa sesuatu yang aneh di diri mereka bertiga atau tidak?"     

Ucapan lirih anggotanya membuat Medo menoleh dengan wajah terkejut. "Kau … apa kau juga—"     

"Ohh, aku pikir ini hanya khayalanku, tapi sepertinya Bang Med sudah tahu banyak." Anggotanya itu meringis. Mereka segera memisahkan diri dari rombongan untuk membicarakan ini.     

"Aku yakin mereka bertiga bukan orang biasa." Medo terlihat serius.     

"Aku juga merasa begitu, Bang. Bayangkan saja, pergelangan Rando sudah sebengkak dan membiru begitu, mendadak bisa pulih seperti tidak ada apa-apa setelah dipegang perempuan yang rambut pirang itu. Dan lagi, soal ular … itu sungguh tidak masuk akalku."     

"Ohh! Kau juga berpikir demikian?"     

"Ya, Bang. Sepengetahuan aku mengenai ular, jika mereka menemukan gua, ular biasanya akan memasukinya apalagi kemarin hujan lebat dan tentu ular itu juga hendak berteduh. Tapi, yang terjadi malah aneh, ular itu cuma di luar gua, berhujan-hujan dan melingkar tanpa masuk ke gua. Itu sungguh bukan kebiasaan ular yang aku ketahui."     

"Hm … aku juga memikirkan hal sama denganmu."     

"Bang, aku yakin orang yang namanya Jo itu melakukan sesuatu hingga ular itu tidak masuk ke gua. Apa orang itu pawang ular?"     

"Entahlah, Har, aku juga bingung mengenai ketiga orang itu."     

"Atau … mereka sosok penunggu Kelimutu? Lihat saja, Bang, mereka ada 3 orang dan danau juga berjumlah 3, kan?"     

"Ahh, sepertinya aku tidak berpikir ke arah sana, Har. Terlalu aneh kalau mereka merupakan penunggu Kelimutu. Lagipula, mana ada sosok penunggu yang berpenampilan bule begitu seperti mereka!"     

"Tapi, Bang, mereka tidak pakai baju pendaki seperti kita! Itu sungguh aneh! Mana ada orang naik ke gunung meski bukan jenis gunung tinggi, pakaiannya begitu kasual dan tanpa carrier pula!"      

"Entah kenapa, aku tidak merasa mereka adalah penunggu. Mereka … sepertinya mereka hanya orang spesial, itu saja yang aku rasakan."     

Kedua orang itu pun kembali ke rombongan sambil di dalam benak masing-masing tetap pada pemikiran mereka sendiri-sendiri. Har tetap pada opini dia bahwa Jovano dan dua istrinya adalah sosok penunggu Kelimutu, sedangkan Medo hanya berpikir mereka manusia yang memiliki kekuatan spesial.      

Sementara itu, tiga orang yang diperdebatkan sudah naik ke angkutan umum untuk turun dari daerah gunung tersebut, kembali ke kota.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.