Devil's Fruit (21+)

Aku Adalah Karmamu



Aku Adalah Karmamu

0Fruit 1370: Aku Adalah Karmamu     
0

Mungkin tidak akan ada dalam bayangan ataupun imajinasi liar Alphegor dan Molof sekalipun bahwa akan ada hari dimana mereka dilucuti dan disiksa sedemikian hebat oleh iblis-iblis junior mereka.     

Keduanya selalu merasa mereka adalah kaum superior yang berhak melakukan apapun pada siapapun sekehendak hati mereka.      

Mereka sama sekali tidak pernah mengira akan berurusan dengan klan tertinggi iblis Lust di Underworld. Yah, mereka sungguh telah bersinggungan dengan yang tidak seharusnya mereka singgung.     

Shona dan Gavin terus menyiksa Molof dengan cara paling tidak beradab yang mereka ketahui. Gavin bahkan menyayat-nyayat 'kebanggaan' Molof selama ini, sehingga Molof lebih suka langsung dihabisi saja ketimbang 'batang kebanggaannya' disiksa seperti itu.     

"Hentikan! Arrghh! Sangat sakit, brengsek! Arrghhh!" Molof berteriak ketika belati Gavin menyayat sedikit demi sedikit di bagian selatan Molof.     

"Kenapa? Kau pastinya sering melakukan kejahatan menggunakan benda jelekmu ini, kan?" Gavin masih teringat bagaimana Egrima disiksa secara seksual oleh Molof di depan matanya. Betapa Egrima saat itu sudah mengiba sekuat hati hingga akhirnya mati rasa dan pasrah tak berkutik. Gavin masih mengingat pandangan kosong Egrima ketika siksaan dari Molof semakin brutal.     

Sedangkan Shona, dia menggunakan pasak es dia untuk menghujam kedua mata Molof setelah sebelumnya dia membekukan dua lengan Molof sehingga lengan itu lebih muda diremukkan sebelum mereka menyiksa lebih lanjut.     

Dengan dua lengan yang telah dihancurkan, mana bisa Molof menolak serangan dari Shona dan Gavin?     

Gavin masih menambahkan siksaannya dengan memasukkan debu dia ke dalam bagian vital Molof dan mengacak-acak di dalam sana, mengakibatkan jeritan lebih kuat dari Molof terdengar.     

"Tidak bisakah dia lebih dibungkam?" Revka yang duduk sebagai penonton sembari menikmati daging hewan iblis di samping suaminya, berkata dengan suara kesal.     

Mendengar itu, Shona segera saja bertindak.     

Tass!     

Lidah Molof pun terjatuh ke tanah, mengucurkan darah hitam tak kira-kira mewarnai tanah cokelat muda di bawahnya.     

Namun, karena masih juga bisa bersuara, Shona melakukan hal lainnya. Satu tangannya mencengkeram leher Molof dan mengalirkan energi es dia di sana, sehingga leher itu pun membeku, mengakibatkan pita suara Molof juga ikut membeku.     

Hanya ada bunyi "Arghh … harrkkhh …" pelan saja dari Molof sembari siksaan untuknya berlanjut.     

Hal tak jauh berbeda terjadi pada Alphegor. Jovano memunculkan api hitam dia ke dua lengan Alphegor. Api hitam segera menjilati lengan itu, membuat si iblis keriput bukan main paniknya. Dia berteriak-teriak kalut.     

Dan ….     

Trasss!     

Dua lengan itu pun dipenggal oleh Jovano menggunakan pedang besarnya. "Yah, kau harus berterima kasih padaku karena aku sudah menyelamatkanmu, bukan?" Ia menyeringai mengejek Alphegor.     

Air mata Alphegor belumlah mengering dan dia sudah menggertakkan gigi sembari berkata, "Lihat saja, kau dan klanmu tidak akan selamat setelah apa yang kau lakukan padaku ini."     

"Ohh, masih bisa mengancam? Apakah kau sedang mengecilkan nama ayah mertuaku di sana?" Jovano menunjuk pada Pangeran Djanh.     

Mendengar namanya disebut, Pangeran Djanh bertanya ke Jovano, "Ada apa, Jo? Apakah kau butuh bantuanku untuk mengurus si kecil Alphegor?"     

Mendengar ucapan Pangeran Djanh, nyali Alphegor mendadak kering kerontang. Ia pun menggeleng, sambil berkata, "Mohon ampunmu, Pangeran Muda … kumohon ampunanmu …." Ia menangis lagi.     

"Kira-kira kalimat seperti itu sudah berapa kali kau dengar dalam hidupmu, Alphegor? Sudah berapa orang yang pernah mengiba seperti itu padamu sebelum ini, hm?" sindir Jovano secara telak.     

Pandangan Alphegor pun membeku mendengar sindiran Jovano. Di dalam hatinya, dia memang mengakui dia pun melakukan banyak hal keji pada banyak makhluk dan sudah tak terhitung banyaknya yang mengiba padanya memohon diampuni nyawanya, namun tetap saja dia bantai secara keji hanya untuk kesenangan semata.     

"Alphegor …," ucap Jovano sambil mendekatkan wajahnya ke iblis keriput tersebut. Dia berbisik keras sambil menyeringai, "Kau sudah bertemu dengan karmamu, yaitu aku!"     

Usai berkata demikian, Jovano pun menyentuh salah satu kaki Alphegor dan mengalirkan api hitam dia. Alphegor kaget dan menjerit sekencang yang dia mampu.     

"Alphegor, kau tahu, ibu mertuaku tidak suka bunyi berisik. Jika kau masih menjerit-jerit seperti itu, aku akan memasukkan api hitamku ke dalam mulutmu, bagaimana?" ancam Jovano.     

Mendengar itu, Alphegor mau tidak mau menghentikan jeritannya dan menggigit kuat-kuat lidahnya untuk menyalurkan rasa sakit luar biasa akibat api hitam neraka milik Jovano. Peluh berbau busuk mengalir deras dari tubuh Alphegor.     

Api hitam itu membakar perlahan namun menyakitkan pada kakinya, seakan kini Jovano sudah bisa mengendalikan laju api hitam itu lebih sesuka hati.     

Ketika api hitam itu sudah nyaris sampai di selangkangan Alphegor, Jovano meniadakan api tersebut. Namun, dia menyulut api yang sama di kaki satunya hingga Alphegor tersentak dan nyaris menjerit jika tak ingat akan ancaman Jovano sebelum ini.     

Sungguh, kedua iblis itu sedang menjadi bulan-bulanan Jovano, Shona dan Gavin.     

Sementara itu, Serafima hanya berdiri menyaksikan kejadian itu dengan bola mata berputar berulang kali. "Apakah hal seperti ini perlu? Ayolah, kalian … lekas saja selesaikan, jangan membuang waktu."     

"Kak Sera, kau tidak menghadapinya sendiri, maka itu Kak Sera tak paham apa yang kami rasakan." Gavin menyahut Serafima.     

Serafima pun terdiam. Yah, ketika itu dia memang disembunyikan oleh Jovano di dalam alam Cosmo dan hanya menyaksikan apa yang terjadi di luar melalui sebuah layar hologram di salah satu sudut Cosmo.     

Ia masih teringat akan bagaimana Gavin disiksa Molof, lalu Shona yang nyaris diperkosa oleh Molof. Kemudian suaminya hampir mati oleh trik licik Alphegor.     

Hm, menyadari itu dan merenungkan secara hati-hati, Serafima mencoba menempatkan dirinya pada posisi mereka. Bagaimana seandainya dia yang diperlakukan seperti itu? Disiksa, dilecehkan, nyaris diperkosa.     

Tanpa disadari, Serafima bergidik dan dua lengannya memeluk dirinya sambil mengusap-usap tubuhnya sendiri, merasakan kengerian jika membayangkan apa yang terjadi pada Shona terjadi pula pada dirinya.     

Baiklah, sepertinya Serafima tidak akan banyak protes lagi akan tindakan keji kawan dan suaminya tersebut. Jika dipikirkan lagi, Alphegor dan Molof layak mendapatkan balasan sekeji itu karena sesungguhnya yang sudah diperbuat dua iblis itu jauh lebih keji daripada apa yang kini sedang menimpa mereka.     

Pada akhirnya, kedua iblis jahat itu pun tumbang. Molof yang pertama kali tumbang dengan tubuh penuh akan lubang-lubang dari hasil pengeboran debu Gavin dan es Shona. Sedangkan Alphegor tumbang beberapa menit setelah Molof dengan kondisi penuh luka bakar dan tidak lagi memiliki tangan ataupun kaki.     

Saat kedua iblis itu sekarat dan diam di tanah, Jovano pun menaruh api hitam neraka dia pada keduanya dan keduanya dengan segera berubah menjadi abu tanpa ada kesempatan bagi jiwa mereka untuk tetap utuh.     

Kekejaman api hitam neraka Jovano adalah memusnahkan tidak hanya tubuh namun juga jiwa.     

Suatu makhluk, jika mati, selama jiwa mereka tidak ikut mati, maka mereka masih bisa bereinkarnasi ataupun menyusup masuk ke fisik lainnya.     

Namun, kini sudah tiada ampun bagi Alphegor dan Molof.     

"Nah, semuanya sudah selesai, ya kan?" Serafima lega penyiksaan yang menyiksa matanya itu berakhir. "Ayo kembali ke misi kita."     

Jovano mengangguk.      

Baru saja Jovano merespon istri pertama, mendadak melintas di udara, yaitu Hong Wang, si burung api Vermilion.     

"Om Ver!" panggil Jovano pada Hong Wang yang terbang turun mendekat padanya. "Kupikir Om Ver lupa jalan saking asiknya kelayapan."     

"Skriiii! Bocah nakal! Apa kau sedang menyindirku! Skrriiii!" Hong Wang mengepakkan sayap apinya dengan jumawa ke Jovano.     

"Ha ha, baiklah, sekarang, ke mana selanjutnya kita harus pergi, Om Ver?" Jovano lekas mengalah agar semuanya cepat tuntas.     

"Ke tempat yang kau mungkin pernah mendengarnya." Hong Wang menjawab.     

"Mana itu?"     

"Bumi Indonesia."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.