Devil's Fruit (21+)

Ide Untuk Pemanfaatan Kastil



Ide Untuk Pemanfaatan Kastil

0Fruit 1364: Ide Untuk Pemanfaatan Kastil     
0

Pangeran Djanh—ayah Shona, sudah datang ke alam penyihir untuk menolong putrinya yang hampir diruda paksa oleh Molof. Dia kini sudah mengurung Molof dan Alphegor dalam sebuah gelembung tipis mirip gelembung sabun namun itu sangat kokoh tak bisa dihancurkan oleh dua iblis yang diperangkap di sana.     

Sementara Pangeran Djanh sedang menggoda si calon menantu, Jovano teringat akan Gavin.     

Saat dia menoleh ke arah Gavin di penjara kristalnya, ternyata Gavin sudah terbebas. Rupanya, ketika Molof dilumpuhkan, itu berimbas pada kekuatan kristalnya pula sehingga Gavin secara otomatis bisa terbebas.      

Pemuda itu masih termangu di angkasa, kepalanya tertunduk. Sepertinya dia masih terguncang atas apa yang menimpa Egrima sebelumnya.     

Shona dan Jovano bergegas terbang ke Gavin.      

"Gav, kenapa?"     

"Gav, apa ada yang sakit?"     

Keduanya bertanya bergantian dengan raut cemas. Tapi, Gavin menggeleng sambil memandang mereka satu demi satu dan tersenyum kecut.     

"Gav, apa kau sedang memikirkan Egrima?" tanya Shona seakan dia memahami pemikiran Gavin.     

Gavin mengangguk lemah dan menangis. Dua telapak tangannya menutupi wajah, bahunya berguncang-guncang. Jovano lekas memeluk sahabat masa kecilnya itu dan Shona membelai iba rambut pemuda tersebut.     

Kemudian, Pangeran Djanh terbang ke dekat mereka. "Apakah ada yang harus diurus? Ahh, tentu saja! Mereka berdua!" Ia menunjuk ke arah gelembung di angkasa dimana Molof dan Alphegor memukuli dinding gelembung itu, berharap bisa hancur dan terbebas darinya.     

Mata Gavin segera saja tertuju pada salah satu gelembung, yaitu yang berisi Molof di dalamnya. Mendapat tatapan benci dari Gavin, Molof ciut dan merasa hal buruk pasti akan menimpa dia tak lama lagi.     

"Ijinkan aku mengurus dia, Pangeran," ucap Gavin pada Pangeran Djanh sambil dia menatap penuh murka dan geraham mengatup menandakan seberapa dalam dia membenci Molof.     

"Aku juga ikut, kalau begitu." Shona berseru. "Aku butuh membuat perhitungan yang baik dengannya." Ia masih geram karena pelecehan tangan Molof terhadap tubuhnya beberapa waktu lalu.     

"Tentu aku juga harus ikut, ya kan?" Jovano tak mau ketinggalan. Dia tentu juga ingin membuat perhitungan dengan Molof atas perbuatannya kepada wanita yang dia cintai.     

"Wah, wah, sepertinya yang satu itu biang masalah, yah! Fu fu fu …." Pangeran Djanh terkekeh sambil melirik ke gelembung berisi Molof. Di sana, Molof seperti sedang bicara namun suaranya tidak terdengar dari luar. Padahal gelembung itu sangat tipis namun selain kuat dan kokoh, itu juga seperti memiliki peredam suara.     

"Ohh, um … A-Ayah mertua …." Jovano agak canggung mengganti panggilannya ke Pangeran Djanh.     

Sang pangeran iblis menoleh ke Jovano. "Ya, menantuku tersayang?"     

"Um … itu … bisakah aku mengeluarkan dulu kristal milik mom?" Ia teringat bahwa Alphegor masih menyimpan kristal jiwa ibunya.     

"Ohh, apakah kau mencari ini?" Pangeran Djanh mengeluarkan sebongkah kecil kristal berwarna merah dari telapak tangannya.     

"Ahh, ya benar! Ini!" Mata Jovano mendadak saja berbinar gembira melihat kristal tersebut. Kristal itu pun diserahkan Pangeran Djanh kepada dirinya. Betapa leganya Jovano mendapatkan benda itu. Ia bergegas menyimpan kristal tersebut baik-baik di cincin ruang dia.     

"Sepertinya urusan kita di sini sudah tidak ada lagi, kan?" tanya Shona pada yang lain. Jovano dan Gavin mengangguk.     

"Kenapa buru-buru begitu?" Pangeran Djanh pun menepuk bahu putri dan menantunya. "Kita menikmati dulu suasana di sini, bagaimana? Apalagi sepertinya kastil ini cukup bagus juga untuk ditempati." Mata Pangeran Djanh segera tertuju ke kastil megah di bawahnya.     

Shona memutar bola matanya, dia paham pemikiran sang ayah. Pasti sebentar lagi kastil itu akan menjadi hak milik ayahnya, itu sudah bisa ditebak. Jiwa bisnis sang ayah kadang memang di luar perkiraan.     

"Pa, apakah kau hendak membuka kastil harem atau mungkin kastil bordil di sini?" tanya Shona dengan mata memicing curiga.      

"Hah? A-Aha ha ha … mana mungkin aku punya keberanian untuk membuat kastil harem, sayank? Kau tak ingat ibumu itu?" Pangeran Djanh mendadak saja gugup ditodong oleh putrinya.     

"Ohh, baguslah kalau kau masih teringat akan Mama." Shona menunjukkan wajah datar. Ia juga sudah paham seberapa gentarnya sang ayah pada ibunya. Itu bukan hal buruk. Justru bagi wanita, semua berharap suaminya begitu agar rumah tangga damai sentosa.     

"Bagaimana jika kita buat pesta pernikahan kalian di kastil itu?" Mendadak saja, Pangeran Djanh memberikan ide demikian.     

"H-Hah?" Shona terperanjat. Jovano terbelalak kaget. Mereka berdua saling berpandangan.     

"Itu …." Jovano tak tahu harus berkata apa.     

"Ayolah, mumpung ada tempat besar yang nganggur tidak terpakai." Pangeran Djanh membujuk. "Aku bisa bawa teman-teman kalian ke sini. Itu hal kecil."     

Saat Jovano sedang mempertimbangkan mengenai itu, Shona justru memberi pertanyaan kepada ayahnya, "Pa, katakan jujur padaku, bagaimana kau bisa ada di alam ini? Yah, bukan berarti aku tak suka, aku hanya ingin tahu."     

Melihat mata putrinya secara tajam menatap dirinya, Pangeran Djanh terkekeh ringan dulu sebelum dia menjawab, "Kau mungkin tidak tahu, bahwa aku bisa merasakan anak-anakku dalam bahaya."     

"Hah? Pa, jangan bercanda."     

"Aku tidak bercanda, Shona sayankku. Papa memang sudah menanamkan semacam … yah katakanlah alarm pada kalian sejak kalian lahir. Dan itu akan segera terhubung ke Papa setiap kalian merasa sudah sangat putus asa dan sangat membutuhkan pertolongan. Begitu hati kalian menjerit kuat-kuat, maka Papa akan langsung terhubung di manapun kalian berada dan segera menolong kalian."      

Mendengar penjelasan dari ayahnya, Shona melongo.      

Sementara itu, Jovano malah kagum. Katanya, "Wah, sungguh hebat! Ini sungguh sesuatu yang revolusioner! Aku nantinya juga harus melakukan itu ketika anak-anakku lahir!"     

Pangeran Djanh merasa hidungnya lebih besar ketika Jovano memuji tindakannya. "He he, menantu, nanti akan aku berikan metodenya padamu, oke?" Ia mengacungkan ibu jari.     

"Oke, Ayah mertua!" Jovano membalas dengan hal sama ke Pangeran Djanh.     

"Jadi … kalian setuju adanya pernikahan?" Pangeran Djanh mengembalikan ke topik yang tadi.     

"Itu … aku tak yakin apakah Sho—"     

"Baiklah, aku setuju!" Shona memotong kalimat Jovano yang terdengar ragu. Kalau ini memang bisa disegerakan menjadi sesuatu yang resmi, kenapa harus menunggu lebih lama? "Tapi, kita juga harus bertanya ke Sis Sera." Ia menoleh ke Jovano.     

"Kenapa begitu?" Pangeran Djanh bertanya ke dua orang di depannya.     

"Yah, karena … Sis Sera adalah calon istri Jo juga, Pa." Shona menjelaskan.     

"Wah, wah, putriku memiliki madu? Dia memiliki saingan, yah?" Pangeran Djanh memberi pandangan tak nyaman ke Jovano.     

"Pa, jangan macam-macam," cegah Shona. "Sis Sera justru yang seharusnya menjadi istri pertama karena dia lebih dahulu menjadi kekasih Jo, Pa. Lagipula, Pa, kalau kau macam-macam pada Sis Sera, kau tak takut Mama marah?" Ia menggunakan ibunya untuk menekan sang ayah.     

"Arrghh … sayank, kenapa kau pintar sekali membawa-bawa mamamu ke hal ini?"erang Pangeran Djanh. "Baiklah, si cerewet itu istri pertama dan kau istri kedua."     

"Oke." Shona mengangguk tegas menyetujui itu.     

"Wah, wah, pangeran muda ini sungguh hebat bisa langsung memiliki dua istri sekaligus!" pujian yang beraroma sindiran dari Pangeran Djanh membuat Jovano terkekeh canggung.     

Maka, sesuai dengan janji Pangeran Djanh, dia segera memindahkan teman-teman dan kerabat dekat Jovano ke Alam Penyihir. Kastil pun disihir menjadi tempat yang lebih rapi, menyenangkan dan 'bersahabat' bagi para tamu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.