Devil's Fruit (21+)

Jovano Mode Menakutkan



Jovano Mode Menakutkan

0Fruit 1349: Jovano Mode Menakutkan     
0

"Kau tak ingin  membersihkan badanmu dulu, Gav? Ntar kau ditepak ama Egrima, tau rasa loh!" tawar Jovano setelah mereka keluar dari kastil mewah  Alphegor.     

Keduanya berjalan santai menuju ke rumah Egrima.      

"Ehh? Apakah masih bau, yah Kak Jo? Padahal aku udah bersihin di kamar mandi di sana, loh! Atau emang masih bau, yah?" Gavin bergegas mencium aroma tubuhnya sendiri, dari tangan, ketiak, hingga baju depannya.     

"Pffttt! Makanya, jangan lupa daratan kalo jadi raja harem, Gav." Jovano menepuk pundak Gavin sambil terkekeh. "Yah, berdoa aja, semoga Egrima kagak nemu aroma-aroma misterius di badanmu ntar, ho ho ho …."      

"Yah, mo gimana lagi, yah Kak Jo, penyihir di sana cantik-cantik banget, sih! Gak nahan, lah!" Gavin bertutur santai ke Jovano, mengakui apa yang ada di otaknya.     

Memang, sudah menjadi kebiasaan bagi Jovano dan Gavin, sejak kecil, mereka akan berbincang menggunakan bahasa gaul yang santai seperti muda-mudi di kota besar di Indonesia ketika mereka berbincang antar mereka sendiri saja, meski kadang Vargana ataupun Voindra juga menggunakan bahasa gaul itu ketika berbincang antar mereka saja.     

Mendengar pengakuan Gavin, Jovano terkekeh ringan, dan berkata, "Apa kau ingin bersihin badan dulu di kolam di Cosmo? Kolam misterius pasti bisa hilangin bau harem-haremmu ampe tuntas, dah!"     

"Gak usah, Kak Jo. Malah bakalan ngerepotin Kak Jo doang ntar. Lagian, aku takut kalo masuk ke Cosmo dan liat Eunika, bisa-bisa aku gak bisa nahan—"     

Wusshh!     

Langsung saja Jovano mendesak Gavin ke batang pohon terdekat sembari satu lengannya menekan leher Gavin dan dengan suara rendah nan tajam, dia berkata, "Jangan berani-berani nyentuh adikku, terutama yang itu, Gav."     

Pupil mata Jovano mendadak berubah warna dari cokelat tua ke emas dan bersinar membawa aura dominasi, membuat Gavin gentar dan gemetar hingga ke hatinya tanpa dia bisa mengerti kenapa itu bisa terjadi.     

"I-Iya, Kak Jo. Aku … aku nggak bakalan ngapa-ngapain Eunika, kok! Sumpah, enggak berani, Kak!" Suara Gavin sampai terbata-bata saking gentarnya melihat raut wajah Jovano yang berbeda dari biasanya.     

Gavin benar-benar heran, kenapa dia merasa begitu ketakutan ketika melihat Jovano yang seperti itu. Seolah ada aliran dingin merambat ke seluruh sendi dan tulang dia, seakan melumpuhkan dia tanpa dia bisa tahu sebabnya. Padahal hanya tatapan saja.     

Kedua pemuda itu berdiri dalam posisi aneh. Punggung Gavin menempel pada batang pohon dan tubuhnya dihimpit tubuh Jovano dengan lengan Jovano menempel secara horizontal di lehernya, memberikan nuansa dominasi penuh dan ancaman.     

Mereka tidak berkata apapun lagi selama beberapa detik sebelum akhirnya Jovano mundur sambil mengulum senyum lebar meski itu jelas merupakan senyum palsu saja.     

Tangan Jovano menepuk-nepuk bahu Gavin sambil berkata, "Aku percaya kau tak akan lagi berani menginginkan adikku, siapapun itu, Gav!" Lalu tepukan itu berakhir di pipi Gavin sebelum dia melanjutkan langkah.     

Gavin bergidik ngeri akan Jovano yang tadi. Sungguh menakutkan. Ia harus mengingat dengan baik agar tidak lagi menggoda adik-adik Jovano.     

Yah, mungkin patut jika Jovano bersikap tegas mengenai satu hal itu kepada Gavin karena dia memiliki 3 adik perempuan. Setelah kematian Ivy yang tragis, Jovano berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia harus lebih protektif lagi kepada adik-adiknya agar tidak terulang tragedi Ivy.     

Dia harus melindungi adik-adik perempuannya dari predator manapun, termasuk Gavin yang kini mulai bertingkah ala iblis Lust sesungguhnya.     

Sebagai iblis Lust, memang sebuah kewajaran jika bersetubuh dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun diinginkan, namun Jovano memilih untuk tidak mengikuti insting iblis Lust dia.     

Oleh karena itu, Jovano tidak sembarangan mengumbar hasrat Lust dia dan hanya ditujukan ke orang yang memang dia dambakan dengan serius.      

Jovano berkaca dari orang tua dia yang saling setia dengan pasangan dan tidak bersikap macam-macam, menjunjung tinggi arti cinta dan perasaan satu sama lain.     

Oleh karena itu, Jovano bertekad hanya akan menikahi Serafima dan Shona saja, tidak ingin memiliki selir, pacar, ataupun istri lainnya.     

Gavin berjalan di belakang Jovano, melihat punggung sahabat masa kecilnya itu dan dia masih saja merasa bergidik mengingat betapa tadi Jovano begitu mengerikan meski hanya sekedar tatapan saja.     

Menyadari bahwa Gavin ada di belakangnya, Jovano pun berhenti dan menoleh ke belakang. "Gav, buruan dong jalannya. Atau kau takut pulang ke Egrima? Mau aku bantu omongin ke dia biar dia gak ngamuk ke kamu?"     

"Ohh, ehh, eng-enggak usah, Kak Jo! Biar aku aja yang hadapi dia nanti kalo dia ngamuk. Lagian, emangnya dia siapa aku ampe berani mo ngamuk segala, ya kan?" Gavin menepis ketakutannya tadi dan berlari kecil menyusul Jovano sambil tertawa ringan.     

Jovano membalas dengan tawa serupa dan menepuk lengan sahabat masa kecilnya sambil berkata, "Ha ha ha, iya, dia emang gak perlu ngamuk, sih! Kalo dia binimu, nah itu lain masalah, ya kan?"     

"Ha ha ha, iya Kak! Makanya itu, aku mo santai aja andai dia tau aku ngapain aja di tempat Alphegor."     

"Tapi, Gav, kalo dia ngamuk ke kamu, kan ntar kita semua diusir dari rumahnya."     

"Halah, Kak Jo! Ngapain bingung soal itu? Kalo kita diusir, ntar aku buatin rumah kayu buat kita semua dah! Don't worry, Kak!"     

Tawa lepas Jovano mengalun diiringi rangkulan satu lengannya ke bahu Gavin.     

.     

.     

"Kalian lama sekali!" Serafima sudah menghadang di teras depan rumah Egrima sambil melipat dua lengan di depan dada dan berwajah suram.     

"Sayank, maaf kalau lama, karena tadi kami sempat dikerjai pemilik kastilnya." Jovano segera menghampiri wanita pertama dia dan memeluk bahunya untuk menenangkan Serafima.     

"Dikerjai bagaimana maksudmu, Jo?" Shona muncul dari dalam dan ikut menimbrung di teras.     

"Nanti aku akan ceritakan ke kalian, tapi di kamar saja, yah!" Lengan lain Jovano meraih Shona dan memeluk bahu gadis itu.     

Segera, mereka bertiga berjalan masuk ke dalam untuk menuju ke kamar pribadi mereka.      

Melihat adegan itu, Gavin hanya bisa menghela napas, meski dia dikatakan sebagai raja harem oleh rekan-rekannya, tapi tetap saja dia tidak memiliki wanita yang pasti. Semuanya hanya datang dan pergi saja di pelukannya.     

"Tuan Muda …." Suara manja Egrima sudah mengalun di telinga Gavin.     

Akhirnya, penyihir pemilik rumah ini pun muncul di depan Gavin. Pemuda itu berdebar-debar, kira-kira apakah Egrima akan mengendus bau perselingkuhan dia?     

Seperti biasa, Egrima langsung saja merangsek masuk ke pelukan Gavin dan merebahkan kepala pada dada keras Gavin.      

Namun kemudian … Egrima menarik kembali kepalanya dari dada Gavin. Ini membuat Gavin meneguk salivanya, apakah Egrima akhirnya mengetahui adanya bau—     

"Tuan Muda, apakah Tuan Muda ingin kusediakan air hangat untuk mandi?" tanya Egrima.     

"Ehh?" Gavin heran dengan pertanyaan Egrima.     

"Tuan Muda pasti butuh mandi, karena tubuh Tuan Muda berbau busuk!" Egrima menatap tajam ke Gavin.     

Glekk! Gavin menelan saliva.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.