Devil's Fruit (21+)

Pertanyaan Ketiga dari Sphinx



Pertanyaan Ketiga dari Sphinx

2Fruit 1241: Pertanyaan Ketiga dari Sphinx      2

Sphinx geram karena Jovano ternyata setangguh ini kecerdasannya, dia harus menggunakan pertanyaan khas dia yang sudah berhasil membunuh banyak makhluk yang berjumpa dengannya. Dia yakin, pertanyaan yang sering menjadi teka-teki terhebat miliknya pasti akan meruntuhkan Jovano.     

"Pertanyaan ketiga!" seru Sphinx dengan wajah semakin menyeramkan. Dia bersiap menyampaikan teka-teki paling terkenal darinya dan selalu bisa membunuh calon mangsanya tanpa kegagalan!     

Kalau dia kalah telak dalam babak ini, maka nyawanya terancam.     

Sesuai dengan perjanjian yang telah mereka buat, perjanjian itu disaksikan semesta sebagai kekuatan tertinggi di alam tersebut. Jika satu pertanyaan berhasil dijawab, maka Sphinx masih memiliki 2 kesempatan lagi.     

Namun, apabila pertanyaan kedua tidak berhasil dijawab, maka dia memiliki kans untuk menang. Semesta memperbolehkan bagi Sphinx untuk menghentikan pertanyaan jika 2 sudah berhasil dijawab, karena jika ketiganya berhasil dijawab, maka harganya adalah nyawa dari Sphinx itu sendiri.      

Sedangkan, apabila pertanyaan ketiga tidak bisa dijawab, maka nyawa Sphinx masih bisa bertahan di raganya dan semesta akan menganggap bahwa kedudukan seri dan masing-masing pihak bisa terbebas pergi dengan aman.     

Dan ini artinya Sphinx tidak bisa mundur di pertanyaan ketiga, karena mempertaruhkan nyawanya. Meski dia bisa menghentikannya atas kemurahhatian semesta, namun Sphinx terlalu sombong dan percaya diri dia bisa memenangkan meski 1 babak saja.     

Sphinx tak mungkin maju menerkam kelompok Jovano karena dia justru akan dihukum mati terlebih dahulu oleh semesta sebelum mencapai Jovano. Oleh karena itu, tidak ada pilihan bagi harga diri Sphinx selain melanjutkan hingga babak ketiga.     

"Katakan pertanyaanmu." Jovano sedikit merasa santai menghadapi teka-teki dari Sphinx.      

"Jo, kau yakin bisa menjawab yang terakhir ini?" bisik Serafima ke kekasihnya.      

"Jangan khawatir, senior sayangku. Aku takkan mengecewakanmu." Jovano mengedipkan satu mata dengan nakal ke Serafima.     

Ugh, ingin sekali Serafima menendang pantat Jovano jika dia tidak ingat ini sedang dalam situasi krusial.      

Sphinx sudah memutuskan pertanyaan seperti apa yang hendak dia ajukan sebagai pertanyaan pamungkas. Biasanya, pertanyaan ini akan menghasilkan kemenangan baginya tak terhitung banyak kali. Maka dari itu, dia percaya diri di babak ini.     

"Humph, bocah tengik, jangan keburu senang dulu kau! Aku yakin aku akan memenangkan yang ini! Pertanyaan ketiga ... apa yang berjalan dengan 4 kaki di pagi hari, 2 kaki di siang hari dan 3 kaki di malam hari!"  Dagu Sphinx terangkat tinggi-tinggi ketika menyatakan teka-teki kebanggaannya.     

"Kau yakin itu yang kau tanyakan?" Jovano mengerutkan dahi dengan wajah tak percaya.      

Sphinx mengira Jovano gentar dengan pertanyaan terhebat dia dan menjawab, "Tentu saja!" Ia menyeringai lebar, membayangkan seberapa nikmat dan penuh gizinya daging iblis-iblis muda ini!     

"Hghh ...." Jovano menggeleng-gelengkan kepala.      

"Arghh! Kau menyerah, ya kan? Akui menyerah! Ayo akui saja!" Betapa girangnya Sphinx ketika melihat reaksi Jovano atas pertanyaannya.     

"Menyerah? Bagaimana mungkin aku menyerah untuk pertanyaan semudah itu!" Ucapan Jovano ini membuat Sphinx bagai disambar petir. "Jawabannya adalah ... ma-nu-si-a! Manusia!" tegas Jovano.     

Tubuh Sphinx terhuyung ke belakang, tak menyangka pertanyaan terhebat dia yang selalu menghasilkan keberhasilan padanya ... dijawab semudah itu oleh lawannya!     

Dong!     

Bel dari langit terdengar lagi, membuat wajah Sphinx pucat pasi seketika. "Tidak ... tidak ... tidak mungkin ... tidak boleh ... tidak! TIDAK!" serunya sambil berusaha melarikan diri sejauh mungkin menghindari langit.     

Namun ....     

CTAARRR! DHUAARRR!     

Segaris petir sebesar pohon beringin menerjang Sphinx, menusuk dari punggung tembus ke perut, dan merenggut nyawa monster itu. Tubuh itu langsung hangus berwarna hitam dan tidak bergerak lagi, tergeletak menyedihkan di rerumputan.     

Meski hantaman petir itu begitu kuat karena besarnya, namun itu tidak terasa apapun bagi kelompok Jovano. Begitulah hukuman dari semesta, hanya terasa pada yang menerimanya saja meski Jovano berada di sebelah Sphinx sekalipun, dia takkan merasakan getaran apapun.     

Menatap tubuh tak bernyawa Sphinx, Jovano bisa mengambil kesimpulan, bahwa ternyata konsekuensi kekalahan 3 babak bagi Sphinx adalah kematian. Dia belum paham sistem dan cara kerja alam ini.     

Dan ... siapa itu semesta? Kenapa sepertinya itu ditakuti bahkan oleh monster sekuat Sphinx? Apakah sebuah eksistensi? Sosok? Atau apa? Ahh, Jovano masih harus mengkaji ulang mengenai ini.     

Sementara itu, Serafima dan yang lainnya berseru gembira atas kemenangan Jovano.     

Dan di bukit lainnya, ratusan kilometer dari bukit itu, suara petir mengagetkan banyak monster. Meski suaranya tidak terlalu memekakkan telinga, namun cahaya petir itu sangat mereka kenali.     

"Hm, ada yang dihukum semesta."      

"Aku bertanya-tanya, siapa si malang itu, khe he he ...."     

Para monster di radius itu hanya bisa terkekeh mengetahui ada monster yang menerima hukuman semesta.     

Kembali ke Jovano, dia hanya tersenyum kecil ketika semua anggota kelompoknya berseru girang, berhasil terbebas dari kemelut ancaman Sphinx. Ohh, kecuali Hong Wang yang sedari tadi hanya diam menyaksikan saja.     

Jovano menatap Hong Wang, meneliti si burung Vermilion dari kepala hingga cakar hingga ekor.      

Mengetahui dirinya sedang ditatap lekat, Hong Wang pun berseru ke Jovano, "Skriii! Apa maksud pandanganmu ke baginda ini, bocah! Skrriii!"     

"Ohh, jangan salah paham, Om Ver. Aku hanya bertanya-tanya ... apakah Om Ver bisa mengeluarkan sihirmu?" Jovano terkekeh sambil bertanya.     

"Humph! Tentu saja! Memangnya aku makhluk lemah seperti kalian?" Hong Wang menaikkan dagunya penuh penghinaan ke kelompok Jovano.     

"Ahh! Jadi sebenarnya kau tidak kehilangan kekuatan di sini!" Serafima menjerit kesal menyadari mereka telah diperdaya Hong Wang. Tak lama kemudian, ia pun ribut berdebat lagi dengan si burung api.     

Jovano menyeringai, merasa puas mengetahui hal tersebut dan ada sebuah ide di kepalanya yang hendak dia coba sejak tadi jika tak ada Sphinx.      

Saat Serafima sedang sibuk bertengkar dengan Hong Wang, Jovano mengeluarkan satu makhluk dari alam Cosmo.     

"Paman Noir!" seru Gavin dan yang lainnya, membuat Serafima dan Hong Wang berhenti ribut dan menoleh ke Noir yang kini telah muncul di hadapan mereka.     

"Kok ... malah mengeluarkan dia, Jo?" tanya Serafima. "Bukannya dia kehilangan sihirnya?"     

"He he ... jangan skeptis dulu. Aku hanya ingin menguji coba dugaanku saja." Jovano menepuk lembut pipi kekasihnya sebelum dia berjalan mendekat ke Noir. "Paman, coba keluarkan sihirmu di sini."     

Noir mengangguk.     

Jovano berpikir, jika Hong Wang bisa menggunakan sihir di alam Hybrid ini, maka tentunya Noir sebagai sesama monster beast juga bisa. Maka dari itu, dengan penuh harap, Jovano mengeluarkan si Singa Petir Badai dari alam Cosmo ke sini.     

Semua tim Jovano menatap penuh harap juga pada Noir. Setidaknya, jika Noir bisa mengeluarkan sihir, maka mereka akan memiliki lebih banyak anggota untuk saling menjaga dan membantu.     

Noir mengumpulkan kekuatannya dan mencoba mendorong agar ada petir yang keluar dari moncongnya.     

Namun ... ternyata tidak ada apapun keluar dari moncong itu kecuali hanya napas keruh Noir saja.     

Pandangan penuh harap semua orang mendadak lenyap melihat itu. Ternyata, Noir masih tetap tak bisa mengeluarkan kekuatan apapun meski berada di alam monster.      

"Hm, kalau begini, terpaksa kami akan menyusahkan paman Noir untuk membawa kami berkeliling mencari pecahan jiwa mommy." Jovano menepuk kaki depan Noir yang sebesar pohon beringin. Dengan arti lain, Noir di sini digunakan sebagai alat transportasi mereka karena dia masih bisa terbang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.