Devil's Fruit (21+)

Menebang Itu Tidak Mudah



Menebang Itu Tidak Mudah

0Fruit 590: Menebang Itu Tidak Mudah     
0

Latihan bagi Tim Blanche pun dimulai, dan semuanya tampak bersemangat menebang pohon mereka masing-masing.      

"Ughh! Ughh!" Kuro mengayunkan kapaknya kuat-kuat ke batang pohon miliknya. "Kupikir ini mudah dalam tiga kali tebasan seperti yang dilakukan Jenderal, ternyata... susah!"      

"Ha ha ha... Kuro, kekuatan Jenderal berada jauh di atasmu, Nak..." Ayahnya, Raja Naga Iblis Heilong berkomentar.      

"Benar!" Kuro menyahut lagi. "Ternyata ini... ugh! Tidak semudah yang aku bayangkan! Ugh! Jenderal ternyata sangat... ugh! Kuat! Ugh! Tapi aku tidak akan menyerah! Ugh! Aku pasti akan sekuat Jenderal Myren! Ugh! Ugh!"      

"Kurangi omong kosongmu dan teruslah menebang, bodoh! Hghh!" Shiro yang berada di samping Kuro pun sudah mulai giat mengayunkan kapaknya dan sibuk menghindar sana kemari ketika salju di atas dahan pinus berjatuhan.      

"Grrhhh!" Kuro panas mendengar celetukan saudara kembarnya. "Ayo kita berlomba siapa paling cepat meruntuhkan pohon ini! Grrhhh!"      

"Hanya berlomba?" tanya Shiro sambil mendecih meremehkan ucapan Kuro.      

"Lalu apa maumu, putih kusam?!" Kuro meradang. Kalau sudah begini, ayahnya pun takkan bisa menengahi keduanya karena ini sudah menjadi kebiasaan dan hobi mereka berdua. Hobi berdebat.      

"Kita bertaruh! Yang kalah, harus mencuci kaki yang menang!" Shiro menyeringai.      

"Siapa takut! Hyaaaakkhhh!" Kuro lekas saja kuat-kuat ayunkan kapaknya.      

Myren menggeleng-gelengkan kepala seraya tersenyum melihat duo hybrid tersebut. Duo anak angkat adiknya itu memang termasuk Beast Iblis yang kuat, namun mereka belum membangkitkan seluruh kekuatan mereka saat ini.      

Kemudian, Myren menoleh ke arah anak bungsunya. Ia melihat betapa gigihnya Voindra mengayunkan kapaknya. Sesekali dia menghindari rontokan salju dari atas yang akan jatuh menimpanya. Lalu kembali menebang.      

Sebenarnya Myren tidak tega melihat si bungsu melakukan hal-hal kasar dan keras di sini, namun, Myren sadar bahwa dia tidak boleh terlalu memanjakan anaknya atau itu akan berbahaya bagi si anak sendiri.      

Ia ingin anak-anaknya juga tumbuh kuat seperti dirinya sehingga nantinya mereka bisa menjaga diri mereka masing-masing dan tidak selalu bergantung pada orang tua mereka ataupun pada siapapun.      

Pengalaman adalah guru terbaik. Itu diyakini benar oleh Myren.      

Maka, meneguhkan hatinya yang sakit melihat si bungsu yang menahan sakit di tangannya, Myren berjanji akan memberikan didikan yang baik dan tepat untuk Voindra.      

Jika pada Vargana, Myren bisa tenang dan yakin si sulung tidak akan mengecewakan dia karena Vargana mandiri dan pemberani seperti dirinya.      

Revka melirik ke arah Shona. Anak bungsunya tampak malas-malasan mengayunkan kapaknya. Ia bertanya pada si bungsu, "Shona, apa kau sakit, sayank? Kau ingin istirahat?"     

"Tidak." Shona menjawab pendek saja.      

"Kau yakin baik-baik saja? Tanganmu tidak sakit?" tanya Revka lagi.      

"Mama, urus pohonmu dan fokus saja di sana." Shona berikan jawaban yang mengejutkan Revka. Apakah Shona marah karena diajak ke Alam Schnee?      

Revka mulai merasa sedih di hatinya. Bagaimana apabila nanti Shona akan merengek dan bersikap memalukan seperti Voindra kemarin di awal pelatihan?      

Tidak boleh! Revka tidak akan memperbolehkan anaknya ada yang bersikap memalukan seperti itu, anaknya tidak boleh terlihat lemah dan menyedihkan. Anaknya... harus yang paling hebat!      

Maka, Revka pun melirik ke Zevo. Si sulung itu ternyata lebih giat dan gigih bekerja dengan kapaknya. Bahkan tidak ada raut lelah sedikitpun dari wajah Zevo. Sepertinya si sulung bertaruh sesuatu dengan Jovano.      

Baiklah, Zevo memang tidak terlalu mengkhawatirkan. Hanya Shona. Revka ingin keluarganya tampil mempesona dan paling menakjubkan. Itu akan menaikkan prestise dia.      

"Sho, kau tau... kalau kau bisa menebang pohon ini, Mama janji akan belikan apapun yang kau mau ketika kita keluar dari alam ini." Revka memberi bujukan ke si anak.      

"....." Shona tidak berikan sahutan apapun dan terus menebang meski dengan cara asal-asalan.      

"Sho, kau tau... dengan kita kuat dan hebat, orang akan tunduk pada kita dan mereka akan menghormati kita."      

"....."      

"Lihat kakakmu, Sho... dia begitu haus akan terus tumbuh kuat. Dia tidak ingin kalah dari Jovano. Kau juga bisa memiliki target seperti dia. Misalnya tidak ingin kalah dari Voindra."      

"....."     

"Sho..."     

"Ma! Stop menggangguku dengan ucapan-ucapan tak berguna Mama!" tegas Shona dengan nada cukup tinggi sehingga menyebabkan Tim Blanche lainnya tertegun dan menghentikan kegiatan mereka.      

Mengetahui dirinya menjadi pusat perhatian para anggota Tim Blanche, Shona mendecih dan akhirnya melemparkan kapaknya ke tanah bersalju dan ia pun melenggang santai meninggalkan pohonnya.      

"Shona!" panggil Revka melihat anak bungsunya malah seenaknya pergi. Meski tidak menangis dan merajuk seperti Voindra kemarin dulu, namun tetap saja sikap Shona memalukan bagi Revka. "Shona, berhenti!"      

Revka sudah akan mengejar Shona, namun dihentikan oleh Pangeran Djanh. "Biar aku saja, honey..." Tanpa menunggu jawaban dari istrinya, Pangeran Djanh pun melesat pergi menyusul putri bungsunya.      

Myren tidak mengatakan apa-apa. Dia tetap diam dan terus mengawasi Tim Blanche lainnya dari samping. Ia membiarkan Pangeran Djanh mengejar putrinya karena terkadang memang dibutuhkan pembicaraan pribadi antara orang tua dan anak di saat terjadi masalah.      

Ia sudah mengalaminya kemarin bersama Voindra.      

"Shona... ingin berjalan-jalan dulu, yah? Ayo Papa temani..." Pangeran Djanh menyuarakan nada lembutnya ke sang putri sambil menjejeri langkahnya. "Atau kau ingin Papa gendong sambil kita melihat-lihat alam sekitar sini?"      

Shona menoleh ke ayahnya, wajahnya sedikit tertegun karena dia ternyata tidak mendapat teguran, namun malah ditawari untuk berjalan-jalan.      

Oh ya, ini adalah ayahnya, bukan sang ibu yang kerap memerintah ini dan itu padanya. Sang ayah selalu bersikap santai dan membuat Shona tenang.      

Berbeda dengan ibunya, Revka, yang kerap mengontrol Shona hingga dalam hal terkecil sekalipun. Ibunya... terlalu menuntut.      

"Bagaimana, cantikku? Kau mau Papa gendong? Siapa tau ada hal menarik di sini?" tawar Pangeran Djanh kembali pada putri bungsunya.      

Shona tersenyum kecil dan mengangguk. Segera saja sang ayah sudah menggendongnya menggunakan satu lengan saja sambil si gadis cilik memeluk leher ayahnya dan menghadapkan kepalanya ke depan.      

"Papa harap banyak hal menarik di alam ini sehingga kita bisa bersenang-senang." Pangeran Djanh segera saja membawa putrinya terbang menjauh dari hutan.      

Sedangkan di tempat pelatihan bagi anggota Tim Blanche, Revka merasakan hatinya memburuk karena malu akan kelakuan Shona. Ia tak percaya putrinya akan memberikan berontakan seperti itu.      

Shona yang biasanya... tidak seperti itu. Shona sehari-hari selalu patuh padanya dan akan mengiyakan apapun ucapan sang ibu. Lalu kenapa sekarang gadis kecil itu jadi berubah begitu?     

"Revka, jangan melamun terus," tegur Myren. "Kau yakin saja bahwa suamimu akan membuat putrimu menjadi lebih baik setelah ini. Fokuslah pada latihanmu jika kau memang ingin lebih kuat."     

Istri dari Pangeran Djanh itupun mengangguk dan memusatkan fokusnya lagi pada pohon di depannya yang harus segera dia tebang. Ia akan mempercayakan Shona pada suaminya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.