Devil's Fruit (21+)

Ulang Tahun Bersama Nestapa



Ulang Tahun Bersama Nestapa

0Fruit 698: Ulang Tahun Bersama Nestapa     
0

Tak berapa lama, matahari di Alam Cosmo telah menampakkan dirinya, sama dengan waktu di Bumi, di Jepang.      

King Zardakh sudah pergi dari kamar Jovano sejak subuh tadi, dan sulung Andrea ini belum juga bisa memajamkan mata.      

Tadi, sebelum pergi, kakeknya mengatakan pada Jovano bahwa ketika para bocah nanti kembali ke Bumi, fisik mereka akan kembali ke semula, sesuai dengan usia mereka.      

Kini, Jovano masih tak tau bagaimana harus menghadapi Ivy yang hari ini berulang tahun.      

Patutkah mereka merayakannya? Walau sederhana… patutkah? Di saat suasana diliputi duka begini?     

Jika tidak dirayakan, apakah adiknya akan marah?      

Jovano benar-benar bingung. Dia harus memikirkan plan A dan plan B. Mungkin juga plan C. Ohh, ini sungguh memusingkan dia.      

"Hmhh…" terdengar hembusan ringan dari Ivy disertai gerakan kecil dari sang adik, membuat Jovano makin gugup, tidak siap.      

Ketika Ivy membuka matanya, dada sang kakak adalah yang pertama kali menyapa pengelihatannya, lalu ketika mendongak, ada senyum tertoreh di wajah tampan kakaknya.      

"Kak Jo…" Suara Ivy terdengar parau. Mungkin akibat menangis terus sejak semalam, ditambah matanya juga sembab dan bengkak.      

"Ya, Ivy?" Jovano masih mempertahankan senyum sealami mungkin. Ia belum berani memberitahu adiknya mengenai ulang tahun si bungsu. Bahkan, Jovano berharap Ivy lupa bahwa ini hari istimewa dia.     

Sebelum Ivy ditangkap para vampire, Ivy sudah bersemangat berceloteh mengenai pesta ulang tahun seperti apa yang dia inginkan, dan meminta Jovano yang mengaturnya.     

Tapi kini… apakah pantas hal itu dibicarakan lagi?     

"Kak Jo ternyata berubah… beda…" Ivy sekarang menyadari bahwa penampilan kakaknya sungguh berbeda dengan terakhir yang dia tau sebelum dia diculik.      

"O-ohh… ini… he he… Kak Jo yang minta ke Opa untuk mengubah Kak Jo jadi umur lima belas tahun." Jovano membiarkan adiknya mulai bangun dan duduk di sisinya yang masih rebah.      

"Kak Jo ganteng sekali ternyata kalau sudah berumur lima belas tahun." Ivy tersenyum kecil. Sangat singkat pula. Kesedihan masih terbias di wajah cantiknya yang bagai boneka Jepang.      

"Apakah sebelumnya Kak Jo tidak ganteng?" seloroh Jovano, lega adiknya mulai bisa mengobrol hal biasa.      

"Biasanya juga ganteng. Tapi ini lebih ganteng lagi. Ivy suka." Gadis itu terus memandangi Jovano dengan tatapan takjub. "Aku juga ingin cepat besar."     

Satu tangan Jovano menjangkau pipi adiknya untuk mengelus di sana. "Kalau Ivy kepingin cepat besar, Ivy harus rutin makan. Bagaimana kalau dimulai pagi ini? Kita makan masakan Aunty Shelly. Mau?"     

Ivy terdiam sejenak, tampak berpikir. Kemudian, dia berkata: "Kak Jo, bukankah ini hari ulang tahun aku?"     

Degg!!!      

Jantung Jovano bagai dihantam keras oleh palu. Apa yang dia khawatirkan ternyata terjadi. Ivy menyadari hari apa ini baginya.      

"Kak?" panggil Ivy pada kakaknya yang malah diam saja tidak memberikan sahutan pada ucapannya sebelum ini. "Kak Jo? Kak Jo tidak lupa ini hari ulang tahun Ivy, kan?" Wajahnya seketika muram.      

Jovano cepat-cepat menjawab, "Tentu aja enggak lupa, dong! Mana mungkin Kak Jo lupa ulang tahun my Ivy?" Ia terkekeh untuk menutupi kegugupannya. Haruskah merayakan ini?     

"Tapi… di ulang tahun Ivy, malah Papa nggak ada. Papa malah pergi." Kini raut wajah gadis secantik boneka itu sepenuhnya muram, garis bibirnya melengkung ke bawah.      

Hati Jovano terasa nyeri. Ini sungguh kejam untuk adiknya. Ivy yang masih kecil, harus menerima takdir keji. Disiksa dua bulan, lalu ayah tercintanya direnggut darinya.      

Ulang tahun Ivy kali ini luar biasa suram.      

"Ivy jangan sedih, dong…" hibur Jovano sembari mencari kalimat lain untuk menyemangati adiknya. "Meski Poppa sedang pergi, Ivy tidak boleh sedih atau patah semangat. Poppa juga pasti gak suka kalau Ivy tidak mau makan."     

Terlihat, Ivy termenung akan ucapan Jovano. Ia tertunduk sebentar. "Papa akan marah kalau Ivy tidak makan, yah?"     

"Iya. Poppa bisa marah kalau Ivy terus menerus tidak mau makan. Dia bisa marah dan kalau tak mau pulang, bagaimana?" Mengetahui bahwa kelemahan adiknya adalah sang ayah, Giorge, itu membantu Jovano untuk membujuk Ivy.      

"Apakah Kak Jo sudah lapar?" tanya Ivy setelah mengangkat wajahnya.      

Jovano mengamati mata beriris merah adiknya. Tampak cantik, namun juga agak menakutkan. Tapi, mungkin itu baik-baik saja. "Iya, Kakak memang sudah lapar sejak kemarin."     

"Kalau Kak Jo lapar dari kemarin, kenapa Kak Jo tidak makan?" tanya Ivy dengan muka polos.      

"Karena Kak Jo menemani Ivy, kan?" Jovano tersenyum sambil cubit lembut pipi adiknya.      

Ivy tertunduk lagi dengan wajah muram.      

Jovano mengelus pipi sang adik dan bertanya, "Ada apa, Ivy sayank?" Ia jadi cemas. Apakah dia salah bicara?     

Kemudian, Ivy malah terisak lirih. Jovano lekas menggapai dan membawanya ke pelukan dia. "Ivy minta maaf… hiks! Ivy jahat ama Kak Jo, yah? Hiks! Maaf kalau Ivy bikin Kak Jo lapar… hiks!"      

"Ehh… jangan nangis, dong sayank." Jovano benar-benar menyesal tidak memilih kata yang tepat untuk menyahut adiknya tadi. Sekarang Ivy malah sedih lagi. ��Kak Jo tidak apa-apa, kok! Kak Jo kan sudah makan banyak buah energi roh dan juga pil dari Mommy. Ivy jangan sedih, yah…"     

"Hiks… Ivy kangen Papa… hiks! Kenapa Papa harus pergi waktu Ivy ulang tahun? Hiks! Kenapa Papa kayak gitu, Kak? Papa gak sayang Ivy, yah?" Bungsu itu terus menangis lirih di dada Jovano setelah si sulung bangkit duduk.     

"Poppa sayang sekali ama Ivy, Ivy harus ingat itu, oke?" Jovano mengusap-usap kepala adiknya. "Nah, agar Poppa nanti senang kalau pulang karena Ivy rajin makan, bagaimana kalo sekarang kita turun ke bawah dan makan? Pasti Aunty Shelly sudah bangun dan bikin susu hangat atau es jus buah seperti biasanya."     

Ivy mulai hentikan tangisnya perlahan-lahan dan bertanya setelah dia menyadari sesuatu. "Kak Jo, ini sebenarnya di mana? Sepertinya beda dengan kamar Kak Jo, iya kan?"      

Jovano pun menjelaskan pada adiknya bahwa ini mereka berada di Alam Cosmo, alam pribadi milik ibu mereka.      

Setelah dibujuk lagi oleh Jovano menggunakan nama Giorge, Ivy pun bersedia untuk diajak turun dan makan.      

"Kak Jo… Ivy ingin digendong…" Ivy julurkan dua tangannya ke depan dengan raut penuh harap. "Ivy ingin digendong Kak Jo yang ganteng."     

"Ha ha ha…" Jovano tertawa ringan dan ia pun turun dari tempat tidur untuk menggapai tubuh sang adik dan menggendong Ivy di depan. "Apakah ini nyaman untuk Ivy cantikku? Atau Ivy ingin gendong belakang?"      

"Oke, gendong belakang saja, Kak Jo!" Ivy mengangguk dan kembali ke kasur untuk menunggu Jovano menyediakan punggung untuknya.      

Setelah Ivy menempel di punggung Jovano, sang kakak pun melangkah keluar dari kamar sambil memegangi adiknya.      

Mereka pun menuruni tangga dengan Ivy nyaman di punggung kakaknya dan membelitkan tangan dan kakinya pada Jovano.      

Sesampainya di bawah, di ruang makan sudah ada beberapa bocah duduk di kursi makan.      

"Ivy!" pekik Voindra dengan wajah senang.      

"Akhirnya Ivy turun juga!" Kuro tidak kalah senang melihat sang adik angkat. "Sini, duduk dekat Kak Kuro ini, yah!" Kuro menepuk kursi di sebelahnya.      

Ivy patuh. Dan seketika, muncullah beberapa anak Sabrina di ruang itu. Mereka adalah generasi kedua, mungkin baru saja menyusu dan sedang ingin berjalan-jalan.      

Mata Ivy terpana melihat hewan cantik di dekatnya, dan ia mengangkat salah satunya untuk dia dekap.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.