Devil's Fruit (21+)

Menyeberangi Jurang Tebing



Menyeberangi Jurang Tebing

0Fruit 602: Menyeberangi Jurang Tebing     
0

"Kita harus melewati tebing!"      

"Kita latihan di sini!"     

"Astaga, dengan apa kita melewati tebing yang berjurang ini?"      

Myren membiarkan kasak kusuk mengalun beberapa menit sebelum akhirnya dia kembali berucap, "Aku dan para Panglima akan membuatkan rantai yang membentang menghubungkan tebing ini dengan yang di seberang sana. Kalian harus melewatinya menggunakan rantai tersebut, terserah dengan cara apapun yang kalian ingin. Harus menggunakan tenaga fisik!"      

Tanpa menggubris dengungan para anggota tim di belakangnya, Myren memanggil Ronh dan Kenzo untuk maju mendekat ke bibir tebing.      

Setelah ketiganya berdiri berjajar di bibir tebing, dua tangan mereka sama-sama terjulur dan keluarlah untaian rantai besi setebal 4 sentimeter yang melesat jauh ke depan, dan kemudian rantai itu mendarat di tebing seberang sana.      

Jarak antar tebing ini selebar hampir 1 kilometer. Ada sungai yang menderu-deru di bawah sana dengan beberapa batu tajam mencuat seolah itu ingin menciutkan nyali siapapun yang ingin melewatinya.      

Untaian rantai yang dimunculkan ketiga pemimpin pelatihan itu terbenam cukup dalam di tebing seberang sana. Sedangkan untaian di bagian ini sudah dimasukkan ke tanah, bagai dipaku.      

"Nah, kalian bisa bergiliran satu demi satu melewati jurang tebing menggunakan rantai yang sudah kami buatkan. Jangan khawatir, itu kokoh. Tangguhkan nyali kalian!" teriak Myren.      

"Tim 1, bersiap untuk menyeberang!" seru Panglima Ronh.      

Siap tidak siap, berani tidak berani, para anggota Tim 1 pun mulai maju dan berbaris di bibir tebing. Ketika mereka melongok ke bawah, terlihat sungai deras ada di dasar jurang, tampak kecil karena tingginya tebing.      

"Tim 1... mulai!" Ronh berseru tegas.      

Anggota Tim 1 segera turun dari tebing sambil menggenggam untaian rantai besi yang diciptakan pemimpin mereka. Masing-masing anggota bergelantungan di tali rantai sambil maju pelan-pelan. Kekuatan otot lengan diperlukan saat ini.      

"Tim 2... siap! Mulai!" Kenzo ganti berteriak.      

Dalam waktu singkat, sudah puluhan tim dikirim untuk melewati jurang tebing menggunakan rantai. Ada yang bergelantungan dengan tangan, ada pula yang dibantu dengan kaitan kaki pula selain mengandalkan tangan.      

Mereka semua bebas menggunakan cara fisik apapun untuk menyeberangi jurang tersebut asalkan tidak terjatuh. Kalung di leher mereka juga akan bereaksi jika mereka ketahuan memakai tenaga magis ataupun tenaga elemen.      

Jadi... ini benar-benar harus mengandalkan kekuatan fisik, terutama lengan.      

Tim Blanche menatap satu demi satu tim sudah mulai menyeberang.      

Sebagian bocah mulai mengernyit ngeri. Voindra yang jelas mengungkapkan rasa takut itu.      

"Apakah aku bisa? Sepertinya jaraknya jauh sekali. Aku takut..." rengek Voindra ingin menangis saja.      

"Bisa, pasti kamu bisa, Voi!" Gavin menyemangati.      

"Gav, kamu tidak takut?" Voindra sudah mulai terisak. Meski begitu, ia lekas mengusap air mata yang berkubang di kelopak matanya.      

Gavin tersenyum kecut dan menjawab, "Takut, sih! Tapi aku percaya kalau aku pasti bisa melewati itu. Apalagi ada orang tua kita, ya kan? Mereka tidak akan membiarkan kita terjatuh." Bocah itu menepuk pundak Voindra.      

"Mama, apakah nanti Mama akan menangkapku kalau aku tidak sanggup dan jatuh?" Voindra terpaksa menoleh ke ibunya yang masih mengawasi anggota tim iblis yang terus bergiliran menyeberang.      

Myren menoleh ke bungsunya. "Apa kau berencana untuk jatuh, Voi?" Ia bertanya balik ke putrinya.      

Voindra menggeleng. "Tidak, aku tidak ingin jatuh." Suaranya mencicit sambil terus usap air matanya.      

"Kalau begitu, maka jangan jatuh, karena siapa tau Mama tidak sempat menangkapmu. Maka, kau harus mengandalkan dirimu sendiri, Voi. Kau mengerti?" Myren berkata tegas ke putri bungsunya. "Hapus air matamu, itu akan membuatmu lebih lelah nantinya."      

Si bungsu ingin menyahut dengan kalimat sangkalan lainnya tapi ia merasa sang ibu pasti tidak ingin mendengarnya. Ia terpaksa mengangguk.      

Panglima Ronh merasakan hatinya berdenyut melihat air mata putri bungsunya. Meski kalimat yang diucapkan istrinya termasuk kejam untuk bocah sekecil itu, tapi ini memang harus dijalani Voindra. Pelatihan ini bukan sebuah tamasya atau bersenang-senang. Mereka di sini saling menempa diri.      

Maka, sambil meneguhkan hati, Panglima Ronh terus berujar di benaknya bahwa anak-anaknya pasti bisa melalui ini dengan lancar dan selamat tiba di seberang sana. Terlebih lagi, anak-anaknya bukanlah anak manusia yang memiliki keterbatasan fisik.      

Vargana dan Voindra tetaplah anak berdarah iblis murni yang kekuatannya sudah pasti melebihi manusia dewasa biasa sekalipun.      

Berbekal pemikiran itu, Panglima Ronh pun lebih merasakan ketenangan di hatinya. Kegelisahannya mengenai keselamatan para putrinya lenyap setelah yakin atas kekuatan sang anak.      

Setelah semua tim iblis maju untuk menyeberangi jurang, kini giliran Tim Blanche.      

"Tim Blanche! Siapkan diri kalian!" seru Myren.      

"Ya!" seru Tim Blanche serempak sambil mulai baris berjajar enam sesuai jumlah rantai yang ada.      

"Mulai!"      

Maka, usai teriakan Myren, satu demi satu anggota Tim Blanche pun bergerak ke rantai, menggenggam erat rantai bagian mereka dan mulai bergelantungan menggunakan tangan mereka. Para bocah ada di tengah giliran.      

Setelah semua anggota Tim Blanche tidak ada lagi di tebing sisi ini, kini hanya tinggal tiga pemimpin dan tiga beast bersama mereka.      

"Sabrina, kau bersamaku, turun dari tebing dan nantinya memanjat ke tebing satunya. Kau sanggup?" tanya Myren ke sang macan sabertooth.      

Sabrina mengangguk. Maka, Myren pun naik ke punggung Sabrina. Dikarenakan si macan ini berukuran besar, maka ini lumayan memudahkan mereka mencapai dasar tebing meski harus melalui banyak batu berselimut salju.      

Ronh naik ke atas punggung Noir dan menyusul di belakang Myren dan Sabrina, sedangkan Kenzo naik ke punggung Gazum untuk melayang terbang menuju tebing seberang sana.      

Dalam hal ini, Gazum yang dimudahkan karena dia cukup terbang biasa saja dan itu hanya butuh sekejap waktu.      

Sementara itu, di untaian rantai masih ada Tim Blanche yang belum semuanya berhasil sampai di tebing seberang sana. Hanya Pangeran Djanh, Dante, Giorge, Andrea, dan Raja Naga Iblis Heilong yang sudah mencapai tebing satunya.      

Kemudian di susul Kuro, Shiro, Kyuna, Ro, dan Jovano.      

"Ayo, kitty honey, sedikit lagi!" teriak Pangeran Djanh memberi semangat ke istrinya yang masih bergelantungan di rantai di pertengahan sana.      

"Sedikit kepala kau itu, iblis sialan! Erghh! Hrghh! Tanganku hampir kebas!" Revka memaki-maki suaminya sambil mengeluhkan mengenai tangannya.      

"Ayo, Ma, terus maju! Jangan berhenti di sini!" Shona di belakang Revka terpaksa berhenti karena sang ibu di depannya mandek bergerak.      

"Tangan Mama capek sekali!" jerit Revka.      

"Sesakit apapun, tetap gerakkan, Ma! Aku tak mau berlama-lama diam menggelantung di sini! Ini menyusahkan aku!" pekik Shona di belakang Revka.      

"Ha ha ha... Mpok Kitty! Lelet amat, sih?! Mana kehebatan kamu, Mpok?" ledek Andrea yang sudah tiba di tebing satunya.      

Nyonya Nephilim menggeram marah diejek rivalnya. "Grrrhhh! Cambion bau busuk! Awas saja kalau aku sampai sana, aku buat kau jadi perkedel!"      

"Perkedel? Kasi kornet, gak Mpok? Ha ha ha!" Andrea makin memprovokasi Revka, apalagi sambil memamerkan pantat yang ditepuk-tepuk sambil menghadap ke Revka.      

"Groaaahhh!!! Cambion brengsek!!!" Revka terpicu emosinya dan mulai menggerakkan tangannya secara gila-gilaan.      

Shona mendesah lega. Sepertinya dia harus berterima kasih pada Andrea yang sudah membuat sang ibu terpelatuk dan bergegas sampai di ujung tebing satunya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.