Devil's Fruit (21+)

Sosok Misterius



Sosok Misterius

0Fruit 619: Sosok Misterius     
0

Setelah beberapa saat, Jovano kembali turun ke tempat teman-temannya berada.      

"Gimana, Jo? Bisa?" tanya Zevo penuh harap.      

Jovano menggeleng. "Tidak bisa. Sepertinya koneksi tidak sampai hingga ke tempat Opa. Mungkin juga Opa sedang pergi ke suatu wilayah yang tidak bisa dijangkau sinyal anting komunikasi.      

"Trus, nasib kita sekarang gimana, nih?" Vargana kembali cemas. Wajahnya mulai suram. "Apa kita harus di sini entah sampai kapan?"      

"Va, tenang dulu. Jangan buru-buru panik. Kalau kita panik, kita justru susah berpikir jernih." Jovano menepuk bahu sepupunya agar gadis itu lebih tenang.      

Vargana mengangguk.      

"WA HA HA HA!!!" Tiba-tiba saja terdengar suara menggelegar di area itu. Suara keras perpaduan dari raungan binatang buas dengan tawa arogan.      

"Siapa?!" seru Zevo sambil bersikap waspada. Jovano dan yang lainnya juga mulai siaga.      

"Siapa aku?!" tanya suara tanpa wujud tersebut. "Kalian para semut harus memanggilku Yang Mulia!" Suara itu terdengar milik dari lelaki dewasa.      

"Yang Mulia? Huh! Sungguh sombong!" Noir tidak gentar. "Apa gunanya disebut Yang Mulia jika hanya bisa bersembunyi seperti tikus? Apakah kau benar-benar seekor tikus?"      

"Pa-Paman Noir!" Zevo menatap takut ke Noir, ia takut andaikan pemilik ilusi ini murka, mereka akan celaka sebelum mendapatkan pertolongan!      

"HUH! Kalian yang rendah ini ingin melihat sosok agungku?! Bermimpi saja terus sebagai makhluk rendah!" Suara itu masih menggelegar di telinga Jovano dan yang lainnya.      

Jovano pun maju. "Kalau memang kau ingin kami memanggilmu Yang Mulia, ijinkan kami bertemu denganmu agar kami bisa menghormat padamu dengan lebih pantas."      

"Jo!" Noir menoleh ke Jovano.      

Namun, putra sulung dari Andrea yang berdiri di sisi Singa Petir itu menaikkan satu tangannya memberi tanda pada Noir untuk tidak berbicara. Noir paham isyarat itu.      

"HUH! Apa kau pikir bisa begitu mudah jika ingin bertemu Dewa? Jika memang menemui Dewa semudah mulutmu terbuka, maka naik ke Surga bagaikan menatap telapak tangan saja, bocah!" Makhluk misterius itu masih belum bersedia menampakkan diri.      

"Kalau begitu, kami tidak ingin terlihat bodoh dengan memanggil seseorang yang tidak tampak, dan bahkan kami tidak bisa dengan tepat berlutut untuk menghormati kamu." Jovano masih bersilat lidah.      

Noir dan yang lainnya hanya bisa mengagumi cara Jovano bicara. Meski masih berumur sebelas tahun, kemampuan Jovano berbicara dan berdebat tidak perlu diragukan lagi.      

"Bukankah patung di kuil juga hanya butuh kalian sembah tanpa kami perlu menampilkan sosok kami?" Sosok itu belum ingin menyerah.      

"Nah, bukankah patung itu memiliki bentuk? Jadi tentu saja kami tidak keberatan jika menyembahnya meski itu adalah perwakilan dari wujud Dewa atau dirimu?" Jovano tak bisa menyerah. Tadi dia langsung mendapat ide untuk terus mengulur waktu dengan berbincang dengan sosok itu sembari menunggu datangnya bantuan.      

Yah, Jovano sengaja terus berdebat untuk membeli waktu sebanyak mungkin.      

"Kau bocah! Kau tau apa mengenai Dewa yang diberikan wujud patung! Kau harus tau aku ini Dewa tertinggi di sini yang tidak bisa diremehkan!" Sosok itu menggertak dengan suara keras dan terdengar agak marah.      

"Apakah begitu sulitnya bagi Dewa sepertimu untuk menampakkan wujud kalian pada kami yang dipandang rendah ini?" Jangan remehkan keahlian Jovano dalam memburai kalimat.      

"Bocah! Tidak ada yang sulit bagi kami, para Dewa tertinggi untuk menampakkan keagungan sosok kami pada kalian yang rendahan. Kami, Dewa tertinggi hanya tidak suka wujud agung kami terekspos!"      

"Benarkah demikian, Tuan Dewa?"      

"Panggil aku Yang Mulia Dewa Tertinggi!"      

"Maaf, aku hanya bisa menyebutmu Tuan Dewa saja karena aku tidak tau wujud sebenar kamu."     

"Kau ini sungguh bocah terkutuk! Apa kau tidak takut jika aku murka dan melepaskan amarahku, heh?! Aku bisa mencabik kamu menjadi keping-keping tak berguna!"      

"Tunggu dulu, tadi kau menyebut kalian para Dewa tertinggi, benar?" Jovano masih saja mendebat sosok misterius itu.     

Sementara, yang lainnya kompak untuk tetap diam tidak menyela setelah paham maksud Jovano terus mengajak bicara sosok itu.      

"Ya, itu benar! Kami para Dewa tertinggi tentu saja agung dan nyata! Kalian hanyalah tusuk gigi bagi kami saja!"      

"Kami? Dewa tertinggi? Bukankah jika disebut tertinggi maka tidak ada lagi yang bisa mengalahkan? Tapi kenapa banyak?" Jovano mulai bermain kata.      

"Kau! Kenapa kau bocah sialan tidak menyerah?! Kami memang Dewa tertinggi, terserah berapapun jumlah kami, pokoknya kami yang tertinggi!"      

"Berarti ada yang menyamai kehebatanmu, Tuan Dewa? Atau justru ada Dewa lain yang bisa mengungguli kamu? Aku jadi bertanya-tanya..."      

"Bocah sialan!" Sosok itu terdengar sangat geram. "Aku yang paling tinggi! Aku paling hebat!" Sepertinya dia sangat kesal atas kalimat provokasi dari Jovano.      

Seketika muncul banyak pasak tajam dari kristal es arah mereka. Ini memang sudah diduga oleh Jovano bahwa sosok misterius itu akan mengeluarkan serangan pada mereka.      

Lekas saja Jovano mengeluarkan api hitam dia untuk menghalau kristal-kristal es yang menghujani mereka. Hanya dengan lambaian tangan Jovano saja, api hitam muncul bagai sebuah kurungan penghalang untuk kristal es itu.      

Psss! Pssss! Psss!      

Segera, begitu kristal es bersentuhan dengan api hitam Jovano yang mematikan, langsung padam dan meleleh menjadi air di tanah.      

Sosok misterius itu agak terkejut dengan kemunculan api hitam dari telapak tangan kiri Jovano. Sekali lagi dia menyerang dengan kristal es berjumlah sangat banyak.      

Namun, Jovano dengan gesit membentengi mereka semua dengan api hitamnya dan melelehkan semua kristal es yang menyentuh Api Hitam Neraka milik Jovano.      

"Kau! Bocah sialan! Api macam apa itu?! Kenapa kristalku... kristalku..." Sosok itu seolah tidak terima akan kenyataan bahwa kristal es yang biasanya bisa membinasakan lawan-lawannya, kini tidak berguna di depan api hitam Jovano.      

"Ohh, maaf... apakah aku malah merusakkan kristal-kristalmu, Tuan Dewa?" Jovano ini memang paling pintar dalam hal membuat pihak lain geram akan kata-katanya yang halus namun menohok. Tanya Andrea mengenai itu.      

"Bocah sialan!" Dan sosok itu memberikan serangan jenis lain, mengubah tanah coklat di sana menjadi es perlahan demi perlahan menghampiri Jovano dan yang lain.      

Jovano merasa, jika serangan es kali ini lebih kuat dari kristal es yang sebelumnya. Jika mereka terkena es ini, mereka pasti langsung berubah menjadi patung es yang akan mudah dihancurkan. Ia tak mau ini terjadi.      

Maka, dengan kekuatan apinya, Jovano mengelilingi kelompoknya dengan menggunakan api hitam bagai membentuk lingkaran. Rupanya ini bisa menangkal energi es kuat dari sosok itu. Terbukti dengan susahnya tanah di sekitar Jovano membeku.      

"Siapa kau sebenarnya?! Kenapa kau bisa menghalau seranganku! Bocah terkutuk! Kau sungguh bocah laknat! Terkutuk! Kau akan aku kutuk menjadi... menjadi budakku!" Sosok itu sepertinya mulai mengamuk. Lihat saja, kini kristal es dan badai salju sudah mengepung mereka.      

Jovano masih berusaha bertahan dengan api hitamnya. Namun, dia sudah menggunakan kekuatan api hitamnya sejak tadi. Energinya mulai menipis. Ia menoleh ke Vargana dan yang lainnya. "Bantu aku!"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.