Devil's Fruit (21+)

Usai



Usai

0Fruit 634: Usai     
0

Hari itu, dari pagi hingga menjelang malam, mereka semua saling berjuang membasmi seluruh monster beast elemen, entah yang berada di atas tanah, di bawah tanah, dan juga yang di angkasa.      

Seluruh anggota tim pelatihan melakukan segala upaya terbaik mereka untuk mematahkan segala serangan menggila dari para monster beast. Mereka bertarung dengan trik menggunakan kelemahan elemen monster untuk ditandingkan dengan pemilik elemen yang bisa menaklukkannya.      

Ketika langit Alam Schnee sudah mulai jingga, monster beast telah berhasil ditumpas seluruhnya. Tidak ada lagi yang tersisa.      

Para anggota tim sungguh lelah luar biasa. Ada yang terduduk di tanah, ada juga yang rebah dengan napas tersengal-sengal. Beruntung sekali tidak ada yang sampai mati melawan para monster. Itu karena mereka semua kompak bekerja sama memadukan elemen ataupun mencari kelemahan elemen dari para monster.      

Anggota-anggota yang luka segera ditangani oleh Andrea dibantu dengan Shona yang memiliki tenaga healer. Andrea membagikan pil penyembuh luka dan salep obat luka dia pada mereka yang membutuhkan.      

Jika lukanya terlalu parah, maka Shona mengambil alih dengan mengeluarkan tenaga healer pada luka terbuka.      

Di saat ini, Buah Energi Roh sangat dibutuhkan sebagai pengembali daya tubuh. Myren dibantu dua panglimanya sudah membagikan buah spesial tersebut ke semua anggota tim.     

"Sho, kau lelah, honey?" tanya ayahnya ketika Shona sedang memakai Healer dia untuk menutup luka menganga seorang prajurit Iblis.      

Shona menoleh ke Pangeran Djanh dan menggeleng datar seperti biasanya dia bersikap. Namun mata tajam ayahnya tau, putrinya hanya menutupi rasa lelahnya.      

Maka dari itu, Pangeran Djanh pun menempelkan telapak tangannya pada bahu putrinya dan seketika Shona bisa merasakan aliran hawa hangat dari bahu terasa deras menyebar ke seluruh tubuh dan gadis muda itu bisa mengetahui bahwa itu adalah tenaga inti sang ayah.      

Shona menatap sejenak manik mata Pangeran Djanh. Meski tanpa kata, sang ayah dapat memahaminya. Itu sebuah ungkapan terima kasih dari putrinya. Senyum sayang dari tuan pangeran pun muncul setelah dia menarik tangannya dari bahu sang putri bungsu.      

Dengan adanya penambahan energi inti dari ayahnya, Shona bisa dengan tenang menyembuhkan lebih banyak lagi prajurit Iblis.      

"Shosho, kau butuh buah energi lagi?" tawar Andrea setelah dia selesai mengoleskan pasta obat di luka salah satu anggota tim Iblis.      

"Tidak usah, Aunty." Shona menolaknya.      

"Kenapa? Kamu kan udah daritadi pake Healer kamu, ya kan?" Andrea heran.      

"Baru saja Papa sudah kasi tenaga inti tambahan untuk aku." Demikian alasan Shona yang langsung membuat paham sang Cambion.      

"Oh, oke. Sipp kalo gitu." Andrea manggut-manggut dan senyum simpul sambil tepuk pelan lengan Shona sebelum berlalu untuk memeriksa anggota lainnya.      

"Voindra, gimana lukamu?" tanya Gavin sambil menatap ke lengan Voindra yang sempat terluka. "Aku sungguh minta maaf tadi lengah."      

"Gavin, apaan sih? Ini kan bukan salah kamu sepenuhnya." Voindra meninju pelan lengan Gavin. "Aku juga salah karena salah perhitungan dan seenaknya maju, kok!"      

"Tapi-"     

"Nih, liat... salep obat dari Aunty Andrea manjur banget. Udah mulai menutup nih luka aku, iya kan?" Voindra sambil menunjukkan lengannya yang tadi sobek sepanjang sepuluh sentimeter lebih terkena sabetan cakar runcing monster beast.      

"Jo, gimana luka di perut kamu?" Kuro bertanya ke adik angkatnya. Ia sambil melongok ke arah perut Jovano.      

"Tenang saja, Kak Kuro. Ini bukan apa-apa, kok!" Jovano meringis santai sambil menyentuh pelan luka sayat di perut depan dia. Ini terjadi karena dia tidak memprediksi serangan kibasan ekor berduri kecil-kecil dari salah satu monster.      

"Yakin?" Kuro memicingkan mata. Tadi dia melihat sendiri betapa mengerikannya luka yang diderita Jovano. Namun, bocah tegar itu tidak mengeluh banyak dan hanya mundur sejenak untuk mengonsumsi pil luka terlebih dahulu sebelum akhirnya Andrea mengoleskan pasta obat agar mempercepat penyembuhannya.      

Jovano mengangguk tegas. "Serabut dagingnya sudah mulai menyatu, kok Kak Kuro." Jika dia teringat lagi bagaimana tadi dagingnya sampai terkoyak mengerikan, dia hanya bisa merasakan merinding di punggungnya.      

Tetapi, Jovano tidak akan surut dan gentar hanya karena terluka. Ini adalah sebuah pelajaran untuknya untuk lebih waspada dan tidak sembrono. Ia melirik ke Weilong yang bertengger angkuh di kepalanya. Meski tidak bisa melihat secara jelas, namun naga putih kecil itu memang ada di sana.      

"Paman mungil, kau ini bagaimana, sih?" keluh Kuro ke Weilong. "Harusnya kau menjaga dengan baik adikku ini."      

Weilong mendecih. Meski dalam hatinya dia merasa berdarah melihat Jovano terluka, mana mau dia menunjukkan itu. "Huh! Dia saja yang lemah dan teledor. Sudah kubilang awas ada monster dari samping, dia malah bengong dan tidak lekas menghindar."      

"Paman!" Kuro geram.      

"Sudah, sudah, Kak Kuro." Jovano menengahi. "Ini memang kesalahan aku, kok. Bisa untuk pelajaran aku ke depannya agar lebih waspada pada sekelilingku jika sedang bertarung."      

Melihat senyum tulus Jovano, Kuro hanya bisa luluh dan merona. "Ughh... adikku manis ini memang membuat lumer siapa saja kalo sudah tersenyum begitu." Ia menangkup pipinya menggunakan tangannya sendiri bagai gadis muda sedang fangirling-an.      

"Ha ha ha, Kak, tolong jangan sebut aku manis. Aku ini lelaki. Sebut aku macho atau tampan saja, oke?" Jovano memprotes sambil tergelak.      

"Huu... tidak mau!" Kuro julurkan lidahnya secara nakal, meledek Jovano. "Pokoknya kau adikku yang manis, bweee!"      

"Jo, gimana keadaan kamu?" Andrea sudah ada di sebelahnya.      

Jovano menoleh ke ibunya. "Udah membaik, Mom. Tidak separah tadi."      

Andrea memeriksa perut Jovano, menaikkan baju sang anak dan menatap tajam area luka di sana. "Hm, iya sih udah mulai menutup. Apa Mama panggilkan Shosho ke sini?"      

"Gak usah, Mom. Ini cuma luka ringan. Shona biar mengurus yang luka parah aja. Kasian mereka." tolak Jovano.      

Putri Cambion mengangguk dan menepuk pipi sang anak. Ia tau Jovano hanya tidak ingin lebih membebani kerja Shona saja makanya berkata seolah lukanya ringan, padahal tidak. "Ini." Andrea menyerahkan Pil Jiwa Dewa tahap sempurna dari cincin ruangnya, RingGo. "Mama selalu ada stok ini untuk jaga-jaga. Makan satu, cepat, jangan nolak."      

Kuro mengenali Pil Jiwa Dewa yang dulu sempat jadi rebutan banyak kalangan di pelalangan Alam Feroz milik Pangeran Djanh. "Wuaahh! Pil legendaris! Cepat makan itu, Jo! Kau akan jauh lebih baik!"      

Jovano mengangguk dan memasukkan pil tersebut ke mulut. Sedangkan Weilong di kepala bocah 11 tahun hanya melongo melihat Pil Jiwa Dewa. Dari aroma sepintasnya saja dia tau pil apa itu. Mulutnya masih ternganga takjub meski pil sudah menghilang di mulut Jovano.      

Memang, pil obat yang dibagikan Andrea bukanlah Pil Jiwa Dewa, melainkan pil level di bawahnya, Pil Penyembuh tahap sempurna.     

Karena pembuatan Pil Jiwa Dewa itu sangat susah dan membutuhkan banyak konsumsi tenaga, Andrea hanya membuat secara terbatas. Apalagi bahan pil juga tidak sembarangan ada dan pertumbuhannya sangat lambat, membuat pil tersebut menjadi sangat berharga.     

Itulah sebabnya, yang dibagikan oleh Andrea pada semua orang yang terluka bukanlah Pil Jiwa Dewa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.