Devil's Fruit (21+)

Kembali ke Hutan



Kembali ke Hutan

0Fruit 635: Kembali ke Hutan     
0

Myren sudah mengetahui bahwa adiknya hanya membagikan pil obat di bawah Pil Jiwa Dewa. Andrea telah mengatakan itu sebelumnya, dan Myren tidak keberatan. Baginya, itu masih jauh lebih baik dari pada tidak ada sama sekali.      

Usai semua anggota mendapatkan perawatan, Myren berseru ke seluruh anggota tim, "Sekarang, kita kembali ke hutan untuk beristirahat, Soldiers!"      

"SIAP!"     

"Kalian bebas rehat sampai besok malam, Soldiers!"      

"SIAP!"     

"Ehh? Apa itu maksud dari ucapan Jenderal barusan?"     

"Ahh, kau ini tololnya sampai ke langit-langit! Bilang siap tapi tak paham!"     

"Memangnya kau paham?"     

"Karena aku orang cerdas melebihi bapakmu, maka aku sudah pasti tau!"     

"Brengsek, jangan bawa-bawa ayahku, kenapa?"     

"Ha ha ha! Supaya lebih greget saja!"     

"Setan kau!"     

"Salah! Aku ini Iblis, bukan sekedar setan, ha ha ha!"     

Rekannya pun tertawa pula meski sebelumnya marah.      

"Jadi ini kita dapat istirahat sampai besok?"     

"Betul."     

"Berarti besok kita tidak perlu latihan lagi?"     

"Betul."     

"Wow!"      

"Mungkin karena banyak sekali yang terluka, makanya Jenderal pengertian pada kita."     

"Uwu... I love Jenderal!"     

"Jangan sembarangan bicara kau! Ingin dijadikan bubur oleh Panglima Ronh?"     

"Ha ha ha!"      

Maka, malam itu, menggunakan tenaga teleportasi iblis mereka, semua anggota tim tiba dengan cepat di dalam hutan tempat hunian darurat mereka.      

Hutan yang gelap segera saja terang benderang setelah mereka mulai membuat bola api yang berfungsi bagai lentera di berbagai sudut hutan yang sudah mereka pagari dengan dinding kayu kokoh secara melingkar.      

"Kita beneran nggak perlu ambil daging para monster yang tadi mati?" tanya Andrea sambil dia duduk santai di batang besar pohon hunian Myren.      

Sang kakak yang duduk di sebelahnya, mengangguk dan berkata, "Tidak perlu, karena daging beast yang telah menjadi evolusi hitam seperti itu justru beracun dan berbahaya jika dikonsumsi. Orang bisa menjadi gila dan haus darah kalau memakan mereka."      

"Lah trus, meletakkan mayat-mayat mereka di sana... kan bahaya tuh, Kak, kalo ada beast lain memakan bangkai mereka, bakalan terkontaminasi ganas dan haus darah, dong!" Andrea goyang-goyangkan dua kakinya yang tidak menyentuh tanah.      

"Tenang saja, Ronh dan Kenz sudah kusuruh untuk membereskan mayat-mayat mereka. Semua aman terkendali." Myren tersenyum diagonal sambil melirik adiknya dan menepuk pundak.      

"Wah, kok sayang yah kalo mereka gak bisa digunain." Andrea benar-benar merasa ini sebuah kesia-siaan. Sebagai orang yang gemar mengumpulkan daging beast dan mengoleksi bulu beast, ia merasa itu sungguh hal yang patut disayangkan jika mayat para monster beast itu hanya tergeletak dan dimusnahkan.      

Padahal jika dia bisa mengumpulkan bulu mereka, sudah bisa dibayangkan berapa tumpuk, berapa ratus lusin bahan yang akan dia dapatkan. Apalagi warnanya hitam legam, itu cantik sekali jika dijadikan pakaian hangat yang keren.      

"Hei, hei..." Myren menyodok pinggang sang adik menggunakan sikunya. Sepertinya dia paham arah pikiran Andrea. "Jangan disesali. Toh kau sudah cukup banyak punya bulu beast sebelumnya dari Alam Feroz, ya kan?"     

"Iya, sih..." Andrea mengangguk pelan. "Tapi beneran nih, Kak? Bulu mereka pun gak bisa digunain? Walo cuma untuk dijadiin baju!" Ia masih belum berdamai tentang itu. Jika Myren mengatakan bisa, maka dia rela melesat terbang ke arena pertempuran tadi siang dan akan dengan senang hati memanennya.      

"Aku sendiri belum tau persis apakah ada efeknya jika kulit bulu mereka dijadikan pakaian. Tapi yang aku tau, tidak boleh dikonsumsi." Myren memiringkan kepalanya, berpikir dan mengaduk lagi memori dia mengenai monster beast evolusi hitam.      

"YOSSHH!" pekik Andrea penuh semangat sambil bangun dari duduknya di dahan pohon Myren. "Aku mo panen dulu, Kak! Coba nanti aku murnikan bulu mereka, siapa tau bisa dipake!"      

Myren sudah ingin mengatakan sesuatu, tapi adiknya sudah terlanjur melesat dari pohonnya menuju ke pohon dia sendiri. Ia bisa melihat Andrea menyeru ke dua suaminya.      

"Gaes! Ayok bantu aku panen!" teriak Andrea ke Dante dan Giorge yang sedang bersantai rebah di dalam lubang pohon.      

"Panen?" Giorge bingung.      

"Sudah aku duga kau takkan rela itu terlewat begitu saja, bocah." Dante tersenyum sangat samar sambil kembali memanggil istrinya dengan sebutan yang dulu dia gunakan di Alam Feroz.      

Tuan Vampir masih heran dan menatap 'seniornya'. "Sebenarnya apa yang dimaksud Rea, Kakak Senior?"      

"Aku tadi sudah berkata, bukan? Bahwa sebentar lagi pasti Andrea akan suka cita sesudah perang selesai." Dante menampilkan wajah 'apa aku bilang'.     

"Kalian mo ampe kapan ngerumpi di sana, woi! Dasar bapak-bapak kompleks! Doyannya ngerumpi aja! Buruan keluar, sini bantuin bini!" teriak Andrea kesal karena dua suaminya belum juga keluar dari lobang pohon mereka.      

Terkekeh, Dante pun keluar disusul Giorge yang masih menampakkan wajah bingung. "Kau akan tau kelakuan istri kita nanti, Gio. Tunggu saja." Tuan Nephilim berseloroh sambil terbang keluar.      

"Mama, mau ke mana?" tanya Kuro yang mendengar teriakan Andrea.      

"Mama cuma mo panen aja, Kuro sayank." Andrea menyahut. "Kalian tetap di sini, gak boleh ada yang ikut Mama, oke? Ini pekerjaan orang dewasa!"      

Mendengar Andrea menyebut 'pekerjaan orang dewasa', Kuro hanya bisa membayangkan mama tercintanya akan menyepi dengan dua suaminya untuk membuat bayi lagi. Kata ayahnya, Raja Naga Ibis Heilong, kalau ada orang dewasa ingin menyepi dan tidak ingin diketahui orang lain, itu karena mereka sedang ingin membuat bayi.      

Astaga, Raja!     

Mengingat ucapan ayahnya, Kuro pun hanya bisa surut dan tidak berani ngotot ingin ikut. Ia mengangguk canggung dan kembali masuk ke dalam lubang pohonnya. "O-ohh, oke, Ma! Selamat menyepi, dan buatkan adik yang manis seperti Jo, oke?!"      

"HAH?!" Andrea sampai mendelik terkejut mendengar kalimat anak angkatnya.      

Namun, Andrea tidak bisa berlama-lama di sini karena Ronh dan Kenzo sudah ada di sana dari tadi untuk memusnahkan bangkai para monster beast evolusi hitam. Ia harus lekas sebelum terlambat.      

Urusan ucapan aneh Kuro, bisa dia tanyakan nanti saja. Dalam hati, sang Cambion sudah memiliki dugaan siapa yang menyuntikkan doktrin ngawur itu ke otak anak angkatnya.     

Maka, bersama dengan Dante dan Giorge, Andrea sudah terbang cepat ke arah tempat pertempuran mereka tadi.      

Dari kejauhan, sang Cambion sudah melihat siluet Kenzo dan Ronh meski ini sudah malam dan hanya ada cahaya bulan di langit dengan miliaran bintang menyertainya.      

"TUNGGUUUU!!!" teriak Andrea sekencang mungkin.      

Ronh dan Kenzo yang sedang sibuk mengerjakan tugas dari Myren pun terkejut. Mereka sama-sama berhenti dan menatap kedatangan tiga sosok yang terbang cepat ke arah mereka.      

"Tuan Putri?" Ronh menatap heran.      

"Putri? Kenapa kemari?" Kenzo juga ikut heran.      

Hanya Dante yang sangat paham dan wajahnya sedatar papan talenan.      

"Jangan buru-buru dimusnahin mereka?" teriak Andrea.      

"Mereka?" ulang Ronh dan Kenzo.      

"Maksudnya, ini? Bangkai monster beast ini?"     

Andrea mengangguk. Matanya berkilauan penuh antusias.      

"Putri akan melakukan apa ke bangkai ini?"     

"Akan aku kuliti mereka semua."     

"HAH?!" Ronh, Kenzo dan Giorge meledakkan kata terkejut. Hanya Dante yang tetap tenang sambil lipat dua tangan di dada.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.