Devil's Fruit (21+)

Berburu Kulit dan Tulang



Berburu Kulit dan Tulang

0Fruit 636: Berburu Kulit dan Tulang     
0

Maka, kini yang dilakukan Andrea, Dante dan Giorge adalah menguliti para monster beast yang telah tergeletak kaku menjadi bangkai. Meski banyak di antara mereka yang tubuhnya sudah terpotong-potong atau menjadi serpihan, namun banyak juga yang masih utuh.      

Andrea bekerja dengan penuh semangat. Ia memakai sebuah senjata andalan dia dalam menguliti, cakar besar dari elang raksasa yang selalu dia simpan di RingGo. Cakar di tangan Andrea bisa dengan mudah merobek kulit memisahkan kulit dan daging secara rapi.      

Dante menggunakan pedang besar, dan itu bukan Rogard. Hanya pedang 'pinjaman' saja. Giorge cukup menggunakan cakar vampirnya yang bisa dia munculkan sesuka hati. Cakar itu hitam dan sehebat belati.      

Kenzo dan Ronh sampai geleng-geleng melihatnya. Baru kali ini mereka melihat seseorang datang hanya untuk mengambil kulit bulu beast yang telah dibunuh. Biasanya ras mereka hanya membunuh beast untuk diambil inti kristalnya saja.      

Dante melirik Kenzo yang masih terheran di tempatnya. "Jangan terlalu lama membuka mulut baumu, Ken. Santai saja, ini adalah hobi sampingan dari tuan putrimu ini selain sembrono."     

Andrea lekas menghentikan pekerjaannya. Ia menatap tidak damai ke Dante. "Hmph! Jadi kau bilang sembrono adalah hobiku? Gitu?"      

"Bukankah memang begitu, kan bocah?" Dante santai menanggapi. Ia menyembunyikan senyum. Menggoda Andrea itu keasikan tersendiri baginya.      

"Kayaknya kau sudah rindu duri kesayanganku ini, Dan?" Tiba-tiba saja Andrea sudah memunculkan duri-duri besar dan panjang dari 30 cm sampai 40 cm dengan diameter 1 sampai 2 cm.      

HOLY SHIT! Dante mengutuk dalam hatinya. Bagaimana dia bisa lupa bahwa sang istri memiliki itu! Ini sungguh diluar ingatan Tuan Nephilim!     

Menatap penuh ngeri ke duri yang melayang di atas telapak tangan Andrea yang sedang menyeringai menang, wajah Dante memucat. "Sa-sayank... bukan begitu maksudku..."     

"Masa sih?" Seringai Andrea makin lebar beserta wajah jahatnya. "Kau kangen ini di pantatmu, ya kan?"     

Semua yang di sana hanya bisa berspekulasi liar mengenai kalimat terakhir Andrea. Dalam hati, mereka hanya bisa turut berduka cita atas apa yang pernah menimpa Dante dan pantatnya dulu, apapun itu.      

Wajah 3 pria lainnya penuh iba pada Tuan Nephilim. Senakal apa pria itu dulunya hingga mendapat hukuman begitu memilukan dari Andrea.      

Giorge menatap Dante sambil menepuk dada kirinya dengan kepalan tangan dan wajah iba seakan berkata, "I feel you, bro!"      

Dante mendelik. "Ini... ini tidak seperti yang kalian bayangkan!" jerit Tuan Nephilim ketika menyadari tatapan beraroma tak enak tertuju ke arahnya.      

Tiga pria makin iba pada penyangkalan Dante. Yah, mereka bisa mengerti, kok, bahwa mendapat hukuman di pantat itu... sangat menyakitkan harga diri seorang lelaki. Mereka mengangguk-angguk seolah satu pemikiran.      

"Dia hanya menusukkan duri itu di alam mimpi!" pekik Dante tidak berdamai sama sekali akan tatapan keliru dari ketiga pria padanya. "Hanya di alam mimpi!" Lalu beralih menatap sang istri dan berkata, "Sayank, jelaskan ke mereka, please... agar mereka tidak salah paham."     

"Meskipun itu emang terjadi di alam mimpi, tapi pagi harinya kamu tetap aja bisa ngerasain waktu bangun, iya kan? Hi hi hi!" Andrea terkikik gembira.      

Ronh, Kenzo dan Giorge makin mengerutkan kening mereka sambil berekspresi sangat berduka untuk Dante.      

"Ugh... itu pasti menyakitkan..."     

"Hufh... jangan sampai aku mendapat hukuman seperti itu dari Myren."     

"Entah dosa apa yang diperbuat Kakak Senior waktu itu, ck ck ck... sungguh turut berduka cita."     

Brukk! Dante mau tidak mau menjatuhkan dua lututnya sambil memeluk paha Andrea. "Sayank, sudah dong, jangan bercanda terus..." erangnya penuh nada memohon.      

"Aku gak bercanda, kok. Aku lagi serius." Andrea menampilkan senyum psikopat.     

"A-ahh, iya, maksudku... jangan serius begitu." Dante lekas meralat ucapannya.      

"Lalu?"     

"Iya, iya, aku minta maaf, memohon ampun padamu, sayankku..."     

"Tentang apa, yah?"     

"Tentang aku mengatakan hobimu adalah sembrono."      

Andrea manggut-manggut sambil tersenyum diagonal. "Lalu, kalo itu keliru, yang benar apaan, dong?"      

"Hobi sayank itu membuat baju hangat dari kulit beast, hobi sayank itu... membuat pil dan obat yang sangat keren manfaatnya."     

Andrea manggut-manggut sambil mendengarkan ucapan Dante. Ijinkan dia menikmati ini. "Cuma itu?"      

"Ah! Hobi memasak daging beast meskipun rasanya kemana-mana..."     

"Hei!"      

"Tapi... tapi aku selalu memakannya sampai habis dulu itu, benar kan sayank? Itu tanda cintaku padamu, sayank..."      

"Hm, oke... ada lagi?"     

Dante memeras otaknya. "Bolehkah aku mengatakan hobimu juga membuat aku terangsang?"     

"HOI!!!" Andrea mendelik. Ia menampar lengan suaminya. "Jangan buka aib itu, napa..." Detik berikutnya, ia malah bersikap malu-malu ala perawan desa.      

Kemudian, Andrea tertawa riang sudah berhasil membuat suaminya bisa menyemburkan kata-kata rayuan dan pujian atas dirinya. Ini adalah sesuatu yang jarang ia dapatkan dari Dante. Pria itu biasanya lebih banyak bertindak ketimbang berkata-kata.      

Maka, malam itu, Andrea dan kedua suaminya sungguh sibuk mengerjakan pengulitan. Sedangkan Kenzo dan Ronh masih pada tugas semula, menghancurkan mayat monster beast. Meskipun mereka harus menunggu dulu Andrea selesai menguliti baru setelah itu diserahkan ke duo panglima untuk dimusnahkan.      

"Tunggu dulu!" Andrea berseru setelah satu jam lebih dia menguliti. "Berhenti, Ken! Ronh! jangan buru-buru hancurin mayat mereka sesudah aku kuliti!"      

"Eh? Kenapa, Tuan Putri?" tanya Kenzo. Apalagi yang ada di otak Andrea kali ini?     

"Aku teringat dengan ilmu rune dan buku tentang rune yang aku dapat dulu di Alam Feroz, dan juga tentang jimat di Paviliun Giok Sempurna!" Andrea melirik ke Dante.      

"Apa yang sedang kau pikirkan, bocah?" Dante agak bisa menebak rencana Andrea, tapi tidak yakin.      

"Tulang. Aku ingin tulang mereka!" Andrea mengatakan sambil matanya berbinar.      

"Tulang beast ini?" Ronh mengulang.      

Ronh sampai susah menahan kebingungannya atas ucapan tuan putrinya. Ini adalah hanya sekedar tulang beast biasa, oke? Lalu memangnya apa yang akan dilakukan dengan tulang ini? Membuat sop? Tapi bukankah dilarang mengonsumsi monster beast evolusi hitam?      

Kalau begitu, apa yang dipikirkan oleh putri Cambion hingga dia menginginkan tulang? Untuk diketahui, tulang-tulang beast ini berukuran besar karena banyak dari mereka yang tubuhnya sebesar raksasa setinggi 10 meter.      

Tulang hewan-hewan sebesar itu... tak mungkin untuk bahan campuran sop, iya kan? Pakai kuali apa memasak itu nantinya?     

Putri Cambion mengangguk penuh antusias dengan senyum terkulum atas pertanyaan Ronh.      

Oke, ini sungguh membingungkan sekaligus mengherankan bagi Ronh, Kenzo dan juga Giorge. Sedangkan Dante, dia memiliki rabaan liar mengenai pemikiran sang istri.      

"Putri, untuk apa tulang beast ini?" Kenzo tidak bisa menahan penasaran dia.      

"Untuk aku lebur dan aku ingin mencobanya membuat jimat atau senjata dari itu." Andrea menyahut.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.