Devil's Fruit (21+)

Voindra Jatuh



Voindra Jatuh

0Fruit 603: Voindra Jatuh     
0

Tak berapa lama kemudian, Revka sudah tiba di bibir tebing seberang, dan segera saja dia mengejar Andrea dengan geram. Nyonya Cambion terbahak-bahak karena triknya sukses. Pangeran Djanh tersenyum senang melihat istrinya dan Andrea tampak akrab.      

Yeah, mereka memang akrab dalam hal mengejek dan cakar-cakaran, Pangeran.      

Setelah itu, Shona, Zevo, dan Vargana pun berhasil hampir mendekati bibir jurang.      

"Aku... rasanya aku sudah tak sanggup lagi..." Voindra mulai terisak. "Lenganku... sakit... sakit sekali, hiks!"      

Vargana yang berada jalur rantai sebelahnya pun menoleh. "Voi, jangan sampai lepaskan genggaman tanganmu! Bertahanlah!" Ia jadi cemas akan sang adik.      

Voindra menggeleng sambil terisak pelan. "Tidak sanggup, aku sudah tidak sanggup lagi. Masih jauh, hiks! Masih sangat jauh!" Ia berhenti bergerak, kedua lengannya mulai terasa kebas dan tangannya gemetaran sedari tadi karena lelah dan sakit.      

Gavin yang berada di belakang Voindra pun ikut berhenti. "Voi, jangan menyerah! Kamu pasti bisa sampai ujung sana, kok! Ayo, kuatkan hatimu, Voi. Jangan menangis, kata mamamu, nanti kau tambah lelah kalau menangis."      

Voindra menoleh sedikit ke belakang. "Tidak bisa, Gav... hiks! Tanganku rasanya sudah mati rasa... hiks!"     

"Tidak, Voi! Itu hanya pikiranmu saja!" Vargana ikut berhenti karena mencemaskan adiknya. Si adik ini memang sudah terbiasa akan kenyamanan dalam hidupnya semenjak bayi, dan jarang pula melakukan kegiatan fisik.      

Tidak seperti Vargana yang kerap melakukan olah fisik karena dia memang menyukai kegiatan semacam itu. Ini sangat berbeda dengan sang adik.      

"Aku... hiks... tidak bisa, sungguh!" Voindra merasakan gemetar di tangannya kian hebat dan akhirnya, ia tak bisa mempertahankan pegangannya lagi.      

Wuss...     

Tubuh Voindra tiba-tiba melayang turun begitu saja seiring dengan terlepasnya pegangan si bocah 7 tahun itu dari rantai. Bocah cilik manis itu memejamkan mata, pasrah jika memang dirinya harus mati di sini.      

"VOI!" Vargana dan Gavin berteriak serempak dengan wajah panik.      

Swuusshhh!     

Depp!     

Vargana terpaksa mengeluarkan cambuknya yang ia tiadakan durinya untuk menangkap tubuh sang adik. Beruntung dia lekas keluarkan cambuk itu dan berhasil mencapai Voindra.      

Voindra membuka matanya dengan rasa terkejut karena tiba-tiba ada sesuatu yang membelit kuat pinggangnya.      

"V-Voi! Bertahan!" Vargana yang hanya menggunakan satu tangan untuk bergelantung pun mengeratkan giginya membawa Voindra di tangan lain menggunakan cambuk.      

Gavin melihat itu dan lebih cemas. Bagaimana jika malah nantinya Vargana juga tidak kuat? Mereka berdua bisa terjatuh bersama-sama!      

"Kak Va!" seru Gavin. "Letakkan Voi di punggungku!"      

"Hah?!" Vargana sampai memekik heran.      

"Cepat, Kak!" desak Gavin sambil matanya bergantian menatap duo bersaudari tersebut.      

"Gav, kamu yakin?" Vargana masih tidak yakin apakah tubuh Gavin bisa bertahan jika menggendong sang adik di punggung.      

"Percaya padaku, Kak! Cepat!" Kepala bocah seumuran Voindra itu mengangguk mantap.      

"Oke, aku akan serahkan adikku ke kamu, tolong kuatkan dirimu, yah! Jangan sampai kalian jatuh!" Vargana pun melambaikan cambuknya dan meletakkan tubuh sang adik tepat di punggung Gavin.      

"Gavin!" Jovano memekik ketika tau apa yang sedang terjadi. Ia mendadak cemas bukan main. Segera saja dia kembali meniti rantai untuk menghampiri Gavin yang menggendong Voindra di tengah sana.      

"Kak Jo, kenapa malah ke sini?!" Gavin menjerit ingin menghalau Jovano yang mendatanginya.      

"Jangan bodoh! Aku akan ke sana! Tunggu dan bertahanlah!" Jovano lekas meniti rantai menggunakan tangannya ke Gavin.      

Voindra yang sudah menempel di punggung Gavin pun berkata lirih, "Gav, kenapa kamu malah nekat gini, sih? Aku jadi memberatkan kamu, ya kan?" Ia memeluk erat leher Gavin sementara dua kakinya membelit pinggang bocah lelaki itu.      

"Tenang saja, Voi. Aku pasti bisa bawa kamu ke seberang saja, kok! Kita datang bersama-sama, maka harus pulang bersama-sama, oke?" Gavin tersenyum sambil menoleh ke samping.      

Voindra ikut tersenyum, hatinya terasa hangat akan kata-kata lugu dari Gavin. Ia semakin eratkan pelukannya.      

Di bawah sana, Myren masih bersama Sabrina yang melompati bebatuan di tebing untuk menggapai tebing lainnya.      

"Nyonya Jenderal, kau tidak ingin menolong anakmu? Dia mengalami kesulitan." Sabrina berkata sambil terus membawa Myren di punggungnya.      

Myren menggeleng. "Kalau aku menolongnya, dia tidak akan bisa tangguh. Dan lihat, betapa mereka malah bekerja sama menolong Voi. Aku sampai terharu melihatnya." Ia menggigit bibirnya menahan perasaan. Tadi dia juga sangat cemas ketika melihat putrinya melepaskan pegangannya dan jatuh. Melihat itu, jantungnya serasa jatuh ke perut.      

Ketika Myren ingin meloncat menolong sang putri, tidak dinyana sulungnya bergerak cepat dengan cambuknya. Hatinya yang berdebar kencang mendadak tenang.      

"Jenderal..." Ronh sudah tiba di sisinya bersama Noir. Dia juga sempat melihat adegan sang putri jatuh dan sama seperti sang istri, dia hendak melesat menangkap Voindra, namun Vargana sudah terlebih dahulu bertindak cepat.      

"Anak-anak itu..." Myren tersenyum haru.      

"Ya, mereka memang mengagumkan..." sahut Ronh.      

"Ayo, Sabrina! Kita lekas ke tebing sana!" Myren menepuk tengkuk si macan sabertooth. Noir pun mengikuti di belakang istrinya.      

Sedangkan Jovano, kini dia sudah berhasil mencapai tempat Gavin. "Sini, serahkan Voi ke aku, Gav!"      

Gavin ragu-ragu. Apakah memang tidak mengapa jika Voindra diserahkan ke Jovano? Bagaimana kalau proses penyerahan itu justru mengakibatkan Voindra terjatuh?      

"Ayo, Gav!" Jovano makin menempel ke Gavin, berhadapan.      

"Voi, kau bisa kan meraih ke Kak Jo?" tanya Gavin ke Voindra di punggungnya.      

Bocah perempuan manis itu menoleh ke arah Jovano yang mengangguk mantap padanya seolah berkata, jangan khawatir dan percaya aku akan membawamu ke seberang, Voi!      

"Umh. Sepertinya bisa." Voindra menjawab.      

Setelah itu, Jovano memutar tubuhnya memunggungi Gavin. Sedangkan Gavin agak serong ke samping agar Voindra lebih mudah menggapai punggung Jovano.      

Vargana menyaksikan itu dengan hati berdebar kencang. Ia ikut berhenti sambil bersiap-siap dengan cambuknya lagi jika diperlukan.      

Satu tangan Voindra sudah berhasil menggapai leher Jovano. Kini tinggal satunya lagi.      

"Aaarhhh!!!" jerit Voindra ketika ia tidak berhasil menggapai leher Jovano dan kini malah bergelantungan dengan satu tangan di tubuh Jovano.      

"VOI!!!" Kembali Gavin dan Vargana berteriak panik.      

Gavin lekas saja tangkap tangan Voindra yang menjuntai dan segera taruh tangan itu di leher Jovano. "Pegang erat leher Kak Jo, Voi! Kau bisa! Kakimu... ayo lilitkan dua kakimu ke pinggang Kak Jo!"      

Akhirnya, Voindra berhasil melekatkan dirinya di punggung Jovano dan dibawa secara perlahan-lahan oleh sang sepupu menuju ke bibir jurang di bagian lain sana. Gavin mengikuti di belakang Jovano.      

Vargana mendesah lega dan menyimpan cambuknya lagi dan mulai melanjutkan meniti rantainya.      

Myren dan yang Ronh juga menghela napas lega. Anggota tim lainnya ikut lega, dan Kenzo lekas menarik Jovano ke area aman setelah berhasil sampai di bibir jurang tebing. Andrea segera merengkuh tubuh Voindra dan memeluknya.      

Voindra menangis keras begitu dia dalam pelukan Andrea. Ia meluapkan rasa leganya di dekapan sang bibi.      

Myren mengusap air mata yang berkumpul di kelopak matanya, bahagia setelah tau semua putrinya dalam keadaan selamat di tebing seberang.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.