Devil's Fruit (21+)

Ambisi Revka



Ambisi Revka

0Fruit 591: Ambisi Revka     
0

Ketika jam istirahat tiba, Pangeran Djanh sudah membawa kembali Shona ke hutan tempat para anggota Tim Blanche berlatih.      

Revka cepat-cepat menghampiri keduanya. "Gimana?" tanyanya cemas.      

"Tenang saja, kitty honey... semuanya dalam kondisi aman." Pangeran Djanh menyahut. "Shona sweetie, sana berkumpul dengan teman-temanmu yang lain."     

Shona mengangguk dan menghampiri kelompok bocah perempuan yang sedang berkerumun sambil duduk di atas lempengan kayu besar buatan Myren.      

Revka sudah hendak akan mengikuti putrinya ketika tangan suaminya menahan dia dan menarik ke tempat lain.      

"Ayo kita bicara sebentar, honey..." ajak sang Pangeran Incubus pada istrinya. Ia membopong Revka menjauh dari hutan dan tiba di sebuah hutan biasa.      

Setelah Pangeran Djanh menurunkan istrinya, ia pun menciptakan sebuah alas dari kayu dan di atasnya terdapat matras. Kayu bermatras itu melayang di atas sebuah sungai es yang mengalir.      

"Ada apa, Djanh? Gimana tadi Shona? Apakah dia bisa diarahkan? Aku tak mau dia bersikap kekanakan dan memalukan. Aku—" tanya Revka beruntun ketika Djanh membawa dia naik ke atas kayu bermatras di atas sungai itu.     

"Honey-ku... my dear one..." Pangeran Djanh menyentuh bibir sang istri agar Revka segera berhenti bicara. "Coba turunkan tekananmu sedikit demi sedikit. Turunkan kecepatanmu di batas yang aman."      

Revka menurunkan tangan suaminya yang menempeli bibir kemerahan dia. "Maksudnya gimana, Djanh? Tekanan apa? Kecepatan apa?"      

"Tekanan pada pikiranmu sendiri bahwa anak-anakmu harus tampil paling hebat." Pangeran Djanh langsung pada sasarannya yang sangat telak.      

Raut wajah Revka tergurat akan kejutan. Suaminya tau? Pangeran Djanh paham mengenai ini?      

"Honey sweetie... tidak masalah kalau anak-anak kita sesekali bertingkah konyol atau menolak pada ide kita meski bagi kita ide atau saran itu bagus. Tapi bisa jadi itu tidak sesuai kemauan mereka. Aku lihat sehari-hari, kau sungguh memegang kendali pada anak-anakmu. Zevo mungkin tidak keberatan, tapi bagaimana dengan Shona?" lanjut Pangeran Djanh.      

"Shona... yah karena dia perempuan, bukankah seharusnya aku lebih mengontrol dia melebihi Zevo? Aku tidak ingin Shona diremehkan." Revka menatap sang suami.      

"Jangan timpakan kesedihan masa kecilmu pada anakmu, honey my love..." Sang suami mengerling ke Revka.      

Wanita Nephilim itu terkesiap. "Kok kamu... kamu..."     

"Never belittle your demon husband, dear... he he... jangan remehkan suami iblismu yang tampan ini, my dear..." Tangan Pangeran Djanh terusap lembut ke pipi istrinya. "Apabila masa kecilmu kau diremehkan karena tidak cukup kuat, maka jangan limpahkan itu pada anakmu. Aku tidak mengharuskan anak-anakku menjadi sosok luar biasa, meski itu adalah sebuah kebanggaan, tapi aku ingin itu muncul dari mereka sendiri."      

"Gimana kamu tau tentang masa kecilku?" Mata Revka menyipit. Memikirkan sang suami sosok yang narsis, pasti jawabannya akan sangat menjengkelkan. "Lupakan! Sepertinya aku sudah tau jawabanmu."      

Pangeran Djanh terkekeh sambil rapikan rambut istrinya yang sedikit berantakan karena dihembus angin dingin Alam Schnee. "Membuat anak-anak kita menjadi sosok kuat memang tidak salah, namun kalau segalanya kau kendalikan bahkan dalam hal kecil, maka mereka suatu saat akan berontak. Mungkin Shona mengeluarkan berontakan dia sekarang. Siapa tau nantinya Zevo juga bersikap serupa? Ini seperti bom waktu, my dear love..."     

Wajah Revka tertunduk, dia memang merasakan masa kecil suram karena bukan berdarah Nephilim murni. Apalagi sang ayah yang kerap memaksa dia untuk terus berlatih dan berlatih hingga Revka tidak pernah memiliki dunia masa kecil yang selayaknya didapat anak-anak.      

Itulah kenapa Revka sangat ditekan oleh kedua orang tuanya hanya karena mereka mempunyai kedudukan cukup berpengaruh di Alam Antediluvian, alam para Nephilim.      

Ketika kedua orang tua Revka mengetahui bahwa putri mereka tidak cukup berbakat seperti anak-anak bangsawan Nephilim lainnya, mereka mulai kecewa dan meninggalkan Revka untuk lebih perduli pada anak mereka yang lainnya.      

Perasaan ditinggalkan itulah yang membuat Revka hancur. Oleh sebab itu, untuk meredakan amarah dalam jiwanya, Revka bersikap seenaknya, bercinta liar dengan siapapun yang dia suka, berpesta hingga tak bisa bangun beberapa hari, dan banyak lagi kegilaan yang dia lakukan karena ingin melupakan kesedihannya.      

Revka tak mau Zevo dan Shona mengalami itu. Yang dia tidak sadari, justru dia sendiri yang nyaris bersikap sama seperti kedua orang tuanya. Ia kerap memasang standar tinggi untuk sang anak hanya karena anaknya merupakan cucu dari Raja Iblis ternama.      

Dia tidak ingin anak-anaknya dicemooh saudara-saudara sang suami jika tidak tampil cemerlang. Dia khawatir suaminya akan berpaling darinya jika dia gagal mendidik anaknya menjadi luar biasa dan bisa-bisa... Pangeran Djanh kembali ke kebiasaan lama, mengumpulkan selir.      

Tidak! Revka tidak mau itu terjadi! Suaminya harus menjadi miliknya dan dia harus menjadi milik sang suami pula ... satu-satunya!     

"My sweet dear... tidak masalah kalau anak-anak kita memiliki kelemahan dalam satu hal, karena dia pasti memiliki kelebihan di hal lainnya. Jangan terlalu memaksakan targetmu pada mereka. Mereka itu istimewa, apapun mereka, karena mereka adalah anakku... bersamamu, kitty..." Sang Pangeran Incubus meraih tangan kanan istrinya untuk dikecup pada punggungnya.      

Wanita Nephilim itu menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Apakah... apakah Shona ngomong ke kamu kalo dia benci aku?" Tiba-tiba ketakutan itu menjalari kalbu Revka. Seketika dia merasa suram jika ternyata Shona membenci dia, sama seperti dia membenci kedua orang tuanya dulu.      

Pangeran Djanh tersenyum lebih dahulu sebelum menjawab. "Hampir."      

"Djanh! Jangan main-main! Katakan iya saja kalo memang iya! Jangan menutupi."     

"Aku mengatakan yang sebenarnya, my love. Shona hanya bicara bahwa dia tidak menyukai ibunya terlalu memaksakan jenis kegiatan padanya, contohnya seperti balet. Ha ha ha, dia bilang... untuk apa berlatih hal konyol seperti itu? Dia lebih suka dance modern, my dear. Dia tersiksa jika harus memakai sepatu balet dan menari pelan-pelan. Dia suka menari hip hop."      

Revka menatap sang suami. "Shona... tidak suka balet?" Dijawab anggukan oleh Pangeran Djanh. "Kupikir... itu akan menaikkan prestise dia di mata siapapun bila belajar balet."      

"Oh, sebagai tambahan... dia juga tidak suka berlatih piano dan biola. Dia lebih suka menyanyi."     

"Ta-tapi... kalau dia pintar bermain piano dan biola—"     

"My love... dia memiliki preferensi sendiri, dan kita sebagai orang tua harus menghormati apa yang dia suka, asalkan itu tidak berbahaya, tidak masalah." Pangeran Djanh menepuk-nepuk pipi istrinya. "Jadi... mulai sekarang... sering-seringlah bertanya pada anak-anakmu kalau kau ingin menawarkan kegiatan pada mereka. Jangan paksa mereka jika mereka tidak ingin itu. Jangan sampai mereka membencimu karena niat baikmu, my dear..."      

Revka tak bisa lagi menahan air matanya dan ia digiring ke pelukan sang suami. Bahkan dia tak sadar sudah direbahkan di atas matras dan kedua kakinya dibuka.      

"Uhuhuhu... aku tak mau mereka membenciku... aku tak boleh dibenci anak-anakku... uhuhuuu... Djanh? Apa yang kau lakukan?" Revka hentikan tangisnya ketika tangan sang suami sudah membelai-belai kewanitaannya. "A-aanghhh!" Ia tak bisa menahan pekikannya ketika lidah Pangeran Djanh telah mengusap agresif mutiara spesial dia usai menyibakkan helai tipis G-stringnya.      

"Sllrrpphh! Sedang menghiburmu, my love... slllrrtthh!"      

"E-errnnghh... brengsek kau, Djanh! Ini—nrrhhh... justru menghibur dirimu sendiri, iblis sialan! Haanghh..." Wajah Revka mulai melembut dengan tatapan sayu ketika benda mungilnya terus dihisap-hisap mulut agresif sang suami.      

Bahkan dia makin sayu ketika batang besar milik suaminya menghujam tanpa ampun sembari mereka melayang di atas matras dengan sungai mengalir di bawahnya.      

Pangeran Djanh mungkin menyukai kegiatan yang berbau alam liar. Fufufu...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.