Devil's Fruit (21+)

Pemantapan Rencana



Pemantapan Rencana

0Fruit 453: Pemantapan Rencana     
0

Andrea tak menemukan babysitter yang cocok dengan harapannya. Ia bingung. Apakah rencana kafe tetap berlanjut?     

Ia ingin mengelola kafe, ingin memiliki bisnis sendiri, ingin mandiri. Namun, bagaimana jika anaknya malah terlantar?     

Tiba-tiba bayangan dulu sang anak hendak diculik dan diburu secara massal memenuhi benak. Ia galau. Kalau ia salah mencari pengasuh, ia akan menyesal seumur hidup.     

"Lanjutkan saja, Rea. Jangan pupus," Giorge seolah tau yang menjadi beban pikiran atasannya.     

Andrea menoleh ke sekretaris dia yang masih berada di mejanya. "Anak gue? Sampe saat ini gue belom nemu pengasuh yang mantap kayak pengen gue."     

Giorge bangkit dari duduk, berjalan mendekati si Bos. "Rupanya soal anak. Kupikir hal lain." Setelah sampai di hadapan meja Andrea, Giorge tatap lekat putri dari sang Raja Iblis. "Kenapa tidak kau ajak saja anakmu ke sini dan kau jaga di sini?"     

"Heh?" Andrea termangu demi mendengar ucapan tuan Vampir.     

"Iya. Ajak saja dia ke sini. Kita jaga bersama. Toh pekerjaan kamu di sini tidak terlalu padat. Banyak staff yang akan membantu kamu. Dan aku juga bisa ikut jaga Jovano."     

Putri King Zardakh terdiam sejenak untuk berfikir serta menimbang segala sesuatu.     

Setelah beberapa detik, Andrea melirik ke Giorge. "Di sini?"     

Pria di depannya mengangguk. "Beli saja tempat di gedung ini, agar kau bisa leluasa menjaga anakmu sekaligus mengawasi kafemu."     

Bibir dikulum sembari dua tangan dilipat di atas meja. Andrea terus berfikir baik dan buruknya.     

Poff!     

"Yuhuu~"     

Tiba-tiba di ruangan itu sudah muncul Myren. Berbusana seksi elegan backless motif geometris, ia tersenyum ke adiknya.     

"Eh! Kakak!" Andrea girang melihat kakaknya muncul. Giorge menunduk hormat. Bagaimanapun Myren kerabat bosnya. Patut diberi respek.     

Myren senyum basa-basi ke tuan Vampir. Lalu pandangan kembali ke sang adik. "Makan siang bareng, yuk!"     

Andrea tanpa disuruh dua kali langsung bangun dari kursi disertai wajah sumringah. "Hayuk! Hayuk, Kak!"     

Segera saja dia mengambil tas kecilnya dan siap pergi dengan Myren. "Pret, elu di sini aja. Ntar gue oleh-olehin yang enak-enak, deh!"      

Dua wanita muda itupun keluar dari ruangan Andrea. Resepsionis di depan ruangan Andrea kaget karena Myren tidak terdeteksi kedatangannya. Tiba-tiba sudah di dalam saja tanpa mereka tau.     

"Aku makan siang dengan kakakku dulu." Andrea berpamitan ke staff di meja resepsionis. Rioko mengangguk hormat.     

Setiba di sebuah restoran di gedung Izumi, Andrea mengungkapkan kebingungan dia mengenai sang anak jika ia mengelola kafe. Sekaligus tentang usul Giorge.     

"Nah, aku setuju tuh dengan saran sekretaris kamu, Ndre." Myren seraya gerak-gerakkan garpu steak-nya.     

Mulut terkunci sekian saat sebelum akhirnya Andrea menyahut, "Oke, kalo kalian anggap itu bagus, gue setuju. Kayaknya emang itu solusi terbaik, deh."     

Sepulang makan siang, pikiran Andrea jadi lebih plong. Beban seakan lenyap. Ia berdendang lirih sembari masuk ke ruangannya. Begitu masuk, ia menjumpai Giorge di meja dia sendiri.     

"Heh? Lu kagak makan siang di kantin, pret?" Andrea berjalan ke arah sekretarisnya. "Nih, oleh-oleh buat elu, sesuai janji gue." Ia angsurkan sebuah bungkusan.     

Giorge tersenyum simpatik. "Makasih, Rea." Pandangannya makin berbinar ketika membuka bungkusan itu. "Kau yakin, Rea?" Ia tatap steak raw/blue rare di hadapannya.     

Andrea mengangguk santai. "Gue lagi baek." Kemudian ia balik badan menuju ke tempat dia sendiri.     

Giorge senang. Andrea tidak lagi jijik pada makanan kesukaan sang Vampir. "Apa tidak apa-apa kalau aku makan di sini? Di depan kamu?"     

Andrea rilekskan duduknya. "Makan aja. Habisin."     

Giorge tambah senang. "Hontouni arigatou, Rea!" Lalu ia pun makan lahap steak khusus itu.     

Andrea palingkan tatapan ke arah pemandangan kota melalui jendela lebar besar di belakang mejanya. Ia lebih baik membayangkan mengenai rencana kafenya ketimbang melihat Giorge makan.     

Meski dia sudah tidak masalah dengan selera sang sekretaris, namun dia masih enggan menatap langsung daging yang masih ada darahnya itu dikunyah dan dikoyak Giorge di depan mata persis. Tidak. Andrea belum siap untuk hal itu.      

-0-0-0-0-0-     

Ketika makan malam di rumah, Andrea menyampaikan rencana dia soal kafe dan Jovano.     

Shelly dan Kenzo sangat menyetujui. Mereka mendukung penuh rencana Andrea. Shelly memang sudah lama menantikan kesibukan di luar rumah. Maka dari itu, sejak dia mendengar Andrea akan membuka bisnis kafe, dia sangat antusias.     

Sebelum tidur pun Andrea berbincang dengan suaminya mengenai hal itu. Mereka asik bertukar pikiran agar kafe bisa berdiri dengan baik.     

Malam ini Andrea tidak mendapatkan serangan seksual dari makhluk misterius. Ia bisa tidur nyenyak.     

Paginya, ia sudah mulai menyiapkan berbagai agenda kegiatan untuk hari itu. Pergi lagi ke pengrajin mebel unik, lalu ke produsen pecah belah terdekat. Ia sudah mengantongi beberapa produsen dari hasil rekomendasi ayah dan kakaknya.     

"Aku temani, yah!" Giorge harap-harap cemas. "Jam 4 sore kau ada pertemuan penting."     

Andrea mendengus panjang. "Gue pasti bakalan dipaksa kalo gue nolak, iya kan?"     

Giorge senyum lebar. Andrea sudah paham bagaimana tuan Vampir akan menggunakan segala alasan untuk menempel padanya.     

Sebelum jam makan siang, Andrea ditemani Giorge mendatangi pengelola gedung untuk menyewa sebuah tempat di lantai yang letaknya di bawah kantor dia.     

Andrea terpaksa menggunakan senyum mautnya agar pengelola gedung menyetujui harga nego dari Andrea. Lumayan curang, tapi biarlah. Namanya juga bisnis. Tak selalu mulus dan adil. Toh Andrea tidak terlalu membanting harga.     

"Oke, tempat udah dapet. Besok mulai dikerjain ma tukang. Elu, gue minta elu cari tukang yang bisa kerja cepet."     

"Oke, Rea. Serahkan urusan itu padaku." Giorge mencatat apa yang dimaui sang bos di buku notesnya.      

Kemudian mereka melaju ke pengrajin mebel dan Andrea memesan beberapa desain kursi dan meja.     

Selepas dari pengrajin, mereka meluncur ke distrik lain untuk menyambangi produsen pecah belah.     

Melihat sebentar beberapa contoh gelas dan piring, Andrea pun memesan berbagai jenis sesuai yang ia ingin. Kafenya harus unik luar dalam agar konsumen puas dan tidak kapok.     

Usai mengurus soal kafe, kini ia harus pergi ke suatu tempat. Giorge terus mendampingi.     

Giorge memulangkan Andrea sesudah petang.     

"Huaahh... cuapeekk!" keluh Andrea seraya jalan terseok-seok menuju kamarnya.     

"Mandi dulu sana, Ndre." Shelly mengekor sambil memegangi sahabatnya.     

"Jo masih makan?"     

"Iya. Dia di bawah ma Kenzo. Tenang aja. Kamu mandi air hangat biar nyaman. Aku kasi minyak mandi lavender, yah!" Shelly dudukkan Andrea ke tepi ranjang, sedangkan dia ke kamar mandi untuk menyiapkan air di bathtub dan meneteskan minyak lavender agar tubuh Andrea lebih bisa rileks nantinya ketika berendam.     

"Ndre, udah." seru Shelly dari kamar mandi. Begitu ia muncul di depan Andrea, ia disambut senyuman sang sahabat.     

"Makasih, Beb. Dikau emang bini terbaik gue."     

"Ihh, apaan sih, Ndre? Jangan ngawur, ah!" Pipi Shelly merona tipis. Andrea tergelak geli sebelum akhirnya bangun dan masuk ke kamar mandi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.