Devil's Fruit (21+)

Mendaftarkan Jovano



Mendaftarkan Jovano

0Fruit 459: Mendaftarkan Jovano      
0

Mobil berhenti di Kspace International School di daerah Shirokanedai. Masih satu distrik di Minato. Hanya butuh sepuluh menit dari rumah Andrea.      

Taman Kanak-Kanak yang juga merangkap Pre-School itu merupakan tempat yang luas dan juga baik secara mutu. Andrea sudah mencari info seputar seluk-beluk mengenai sekolah itu dan semua testimoni mengenai Kspace, positif.     

Keduanya masuk dan disambut ramah oleh salah satu staf yang kemudian membawa ibu dan anak itu ke sebuah ruangan milik kepala sekolah.     

Bertanya ini dan itu, Andrea pun membatin, 'Buset, mahal amir nih TK. Awas aja kalo fasilitasnya receh.' ketika melihat biaya pertahun bisa mencapai lima juta yen. Itu sekitar 770 juta lebih jika dikonversi ke rupiah.     

Untungnya ada banyak fasilitas bagus yang ditawarkan. Dari bilingual program, after school class, breakfast club, extension hours, sampai bis sekolah. Bahkan ada summer school, spring school dan winter school dengan berbagai kegiatan hebat sesuai yang Andrea baca di brosurnya.     

"Oke, saya daftarkan anak saya di sini." Andrea memutuskan. Ia yakin tabungannya bisa membayar lunas uang sekolah tahun pertama. "Untuk seragam, apakah ada yang langsung jadi atau harus-"     

"Bisa keduanya, Nyonya. Jika kami memiliki ukuran yang pas untuk anak Anda, maka Anda bisa langsung membeli di sini. Jika tidak, Anda boleh menjahitkan di luar menggunakan kain dari kami, atau menyerahkan pada penjahit langganan kami," jelas kepala sekolah.     

Andrea manggut-manggut kecil. "Semoga kalian punya ukuran yang pas untuk anak saya." Ia pun mulai keluarkan buku cek, siap membayar biaya setahun plus uang gedung dan uang pendaftaran.     

Karena begitu, tak heran Andrea mendapatkan perlakuan spesial dan cepat dari pihak sekolah.     

Dikarenakan Jovano hampir 4 tahun, maka dia masuk ke kelas Butterfly yang memang dikhususkan bagi usia 3 sampai 4 tahun.     

Pulang dari Kspace, Andrea menoleh ke anaknya. "Nah, Jo, dua hari lagi kau akan mulai sekolah. Nanti siang kita belanja kebutuhan sekolahmu, yah!"     

"Yay! Akhirnya sekolah! Sekolah! Sekolah!" Jovano berlari keluar dari mobil begitu sampai di rumah, menghambur masuk. "Lusa akan sekolah! Pokoknya sekolah!" jeritnya di dalam rumah.     

"Tsk, anak itu. Girang bener mo sekolah." Andrea geleng-geleng.      

.     

.     

Hari ini Andrea khusus tidak masuk kerja demi mencari semua kebutuhan untuk sang anak besok bersekolah. Ia sudah beritahukan ketidakhadiran di kantor pada Giorge dan juga Rioko.     

"Siap ubek-ubek kota, hotshot?" tanya Andrea ke Jovano.     

"Ay yay, Ma'am!" jawab Jovano, antusias.     

Andrea tergelak. Dia bangga anaknya jenis yang fleksibel dalam berkomunikasi. Ketika di dalam perut saja sudah lancar ngoceh, apalagi ketika di luar perut.     

Setelah pamit dengan Kenzo dan Shelly, Andrea keluar rumah diiringi Jovano yang lari lebih dulu menuju ke garasi mobil di dekat halaman depan. Andrea biarkan anaknya mendahului. Ia tau Jovano sangat antusias diperbolehkan sekolah.     

"Mom, cepat sedikit lah jalanmu. Nanti kalau ada tas atau buku yang bagus, kita tidak keduluan orang lain." Jovano tak sabar melihat ibunya jalan santai.      

"Iya, astaga bocah! Sabar, napa? Ntar kalo kehabisan, Mama beli pabriknya!" sesumbar Andrea, bercanda. Terbukti anaknya tergelak geli.     

Mobil pun dilajukan ke Roppongi Hills, ke pusat perbelanjaan di sana. Daerah bergengsi itu jadi tujuan Andrea karena dia terbiasa berbelanja di sana dan juga dekat dengan Azabudai.     

Pertama-tama, ke toko tas. Jovano puas-puaskan memilih tas yang sesuai keinginan. Sesekali Andrea ikut campur saran. Selebihnya Jovano yang menentukan pilihan akhir.     

Begitu juga di toko sepatu. Jovano memberikan eksekusi akhir memilih yang ia suka.     

Ada kejadian cukup menggelikan di toko sepatu. Yaitu ketika pelayan toko menyarankan Jovano untuk mencoba sepatunya terlebih dahulu.     

"Nona, ajak saja adiknya ke ruang di sana untuk mencoba sepatu kanan dan kiri agar lebih mantap memilih."     

Andrea naikkan alisnya, heran akan perkataan sang pelayan.     

Jovano mendekat ke pelayan itu, meminta pelayan berjongkok sebentar untuk dibisiki. "Psstt, itu bukan kakakku, dia ibuku."     

Pelayan pun langsung terperangah kaget mendengar bisikan dari Jovano. Lekas dia meminta maaf ke Andrea yang terkekeh geli.     

"Daijoubu ne, ahahah, saya sudah biasa disangka begitu, kok. Hahaha, tenang saja," ucap Andrea ke pelayan tadi.     

"Iya, mereka ini istri dan anakku," sahut sebuah suara di belakang Andrea.     

Tak perlu menoleh untuk tau suara siapa, Andrea menyikut ke belakang. Empunya suara tadi hanya mengaduh berpura-pura kesakitan.     

"Om Gio!" pekik Jovano yang langsung diangkat Giorge tinggi-tinggi.     

"Jagoanku sudah beli apa saja, nih?" tanya Giorge ke Jovano yang tertawa senang sehabis diangkat.     

"Sudah beli tas! Sekarang sepatu, sekalian kaus kaki. Setelah ini harus beli buku, juga kotak bekal dan botol minuman. Duh, masih banyak yang harus dibeli, Om!" celoteh Jovano, riang.     

"Yosh! Ayo kita aduk-aduk semua toko! Oke?"     

"Oke, Om!"     

Andrea putar bola matanya. Selalu saja Giorge menemukan dia saban dia sedang bersantai dengan anaknya. Apakah Giorge menanamkan radar di tubuh Andrea? Mungkin nanti ia harus menggeledah tubuhnya.     

Usai membayar sepatu dan kaus kaki, ketiganya berjalan ke arah toko alat tulis. Jovano berteriak kegirangan saat ditaruh di bahu Giorge.     

"Mom, aku jadi tinggi sekali. Lebih tinggi dari Mommy. Ahaha! Mommy kalah tinggi! Waahh! Aku bisa liat banyak hal di depan sana! Sugee!" girang Jovano sambil dua tangan dipegangi Giorge.     

"Ya, ya, ya." Andrea menyahut malas-malasan. Selalu saja acara belanja berakhir dengan bergabungnya Giorge. Ia tatap judes tuan vampir yang berjalan di sebelah. "Lu napa bisa tau gue di sini, sih?"     

Giorge tersenyum jenaka. "The power of love."     

Jovano terkekeh mendengarnya. "Wahaaa... Om cinta Mommy!"     

"Oh, tentu saja, Jagoan. Kau harus ingat itu, oke?" sahut Giorge ke Jovano.     

Andrea terpaksa pukul dada Giorge. "Jangan ngaco kalo ngomong di depan anak gue, pe'ak!"     

"Iya, oke, oke, bukan the power of love, deh. Tapi the scent of love. Aku bisa mencium bau kalian dari jauh." Giorge setengah berbisik mendekat ke wajah Andrea.     

Ibu muda itu bergegas jauhkan wajah Giorge sebelum nanti mereka terlalu dekat, dan... seketika Andrea kembali terbayang ciuman kejutan Giorge malam itu. Mukanya mendadak panas, merona.     

Setelah membeli semua keperluan sekolah Jovano, Andrea diantar ke mobilnya oleh Giorge. Ia menolak makan siang bersama tuan vampir karena ingin makan siang di kafe saja.     

"Hati-hati menyetir. Tak perlu ngebut. Jaga dirimu dan Jovano, karena kalian milikku yang berharga," tutur Giorge di sebelah jendela Andrea.     

Ucapan tuan vampir dijawab dengan deru keras gas mobil Andrea yang dipacu cepat keluar dari area parkir sesudah Andrea julurkan lidah terlebih dahulu ke Giorge.     

Pria itu terkekeh gemas melihat respon Andrea. "Lihat saja, kau pasti akan jadi milikku, Rea. Pasti!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.