Devil's Fruit (21+)

Gotcha!



Gotcha!

0Fruit 463: Gotcha!     
0

Jam lima, Andrea sudah di depan Kspace. Bertemu dengan beberapa ibu-ibu yang berkenalan tadi pagi.     

Para ibu sempat kaget dengan penampilan beda Andrea saat itu. "Ternyata Anda sudah bekerja!"     

"Hehe, iya." Andrea menjawab sopan.     

"Kantor?"     

"Iya."     

"Kantor mana? Ah, maaf saya malah lancang bertanya begini."     

"Ah, tidak apa-apa! Hanya sebuah kantor properti biasa."     

"Ooo..." Mereka serempak menanggapi Andrea.     

Tak lama, pintu gerbang sekolah dibuka dan para siswa cilik berhamburan keluar menemui ibu masing-masing. Di Jepang, jarang ada siswa TK yang diantar jemput oleh babysitter. Beda dengan di Indonesia.     

Setelah berpamitan dengan semua ibu-ibu, Andrea menggiring Jovano masuk mobil dan melaju pulang.     

"Seneng di sekolah?" tanya Andrea saat masih di mobil.     

Jovano mengangguk riang. "Umh! Seneng banget, Mom! Aku sudah punya puluhan teman baru!" Kemudian bocah itu pun asik berceloteh mengenai apa saja yang ia lakukan di sekolah.     

Andrea menatap, tersenyum pada sang anak. Jovano memang pintar berkomunikasi, tak heran jika lekas punya banyak teman. Bahkan sejak di kandungan pun si bocah sudah terbiasa cerewet pada ibunya.     

Memikirkan itu, Andrea jadi rindu Dante. Nanti malam harus bicara banyak dengan sang suami.     

-0-0-0-0-     

Karena Jovano masuk kelas pagi, Andrea jadi terbiasa mengantar dengan pakaian kasual sesukanya, dan nanti menjemput seusai dari kantor.     

Bahkan, terkadang ia manfaatkan waktu usai mengantar Jovano untuk jogging sejenak di taman terdekat.     

Urusan kantor sudah dia percayakan pada Giorge, oleh karena itu, ia biasa datang ke kantor menjelang tengah hari.     

Makan siang kadang dengan Myren, kadang di Tropiza. Ia seminimal mungkin bertemu dengan Giorge.     

Pagi ini, Andrea baru saja mengantar Jovano, namun dia tidak jogging. Sedang malas.      

Ia naik ke lantai atas, ke kamarnya. Rumah selalu sepi saat ia selesai mengantar Jovano. Shelly dan Kenzo pasti sudah ke kafe sebelum jam delapan.     

Bersiap ganti baju, tiba-tiba saja tubuhnya disergap dari belakang. Melirik ke belakang, pelakunya adalah si bayangan hitam tanpa wajah.     

Ingin menjerit, tapi tak ada apapun yang bisa ia keluarkan dari tenggorokan. Pun tenaga tidak bisa dikerahkan. Andrea persis lalat yang sudah masuk ke kantung semar.     

Duh, kenapa perumpamaan yang buruk?     

Dalam sekejap detik, ia sudah ditumbangkan ke kasur dalam keadaan setengah telanjang karena sebelumnya ia sedang akan ganti baju.     

Andrea tak pernah mengira akan mendapat serangan pagi, karena terbiasa mendapatkannya di malam hari. Heh, bukan berarti dia memaklumi itu! Hanya tak mengira pagi pun si hitam mesum biadab ini juga beroperasi.     

Bergelut seperti bagaimana pun, Andrea tetap kalah, harus menerima jajahan sosok aneh di atas dia yang berhasil melucuti semua kain yang tersisa di tubuh seksi Nyonya Cambion.     

Dua tangan ditahan di atas kepala, Andrea harus menerima ciuman paksa bertubi-tubi pada sekujur wajah, berikut lehernya, ketika tangan si sosok pun mulai bergerilya pada lekuk demi lekuk tubuh Andrea.     

"Aakh!" Andrea menjerit meski suara tak keluar saat perpotongan lehernya digigit makhluk tersebut, kemudian ia musti menahan ngilu ketika puting payudara dipilin kuat si hitam.     

Bahkan ketika vaginanya merasakan sesak karena desakan batang jantan makhluk itu pun, Andrea hanya bisa mengerang sia-sia.     

Satu tangan makhluk itu menahan dua pergelangan tangan Andrea di atas kepala, sedangkan tangan lainnya menahan satu kaki Andrea agar terangkat, sementara penisnya siap akan menghujam liang istimewa Nyonya Cambion.     

Andrea sangat berharap ini cepat berlalu karena ia tak bisa melalukan apapun.     

Swooshh!     

Tiba-tiba saja makhluk itu terbang menabrak tembok, lalu jatuh terguling di lantai.     

Tercengang, Andrea menoleh ke orang yang sudah berada di pintu kamarnya. "Babeh!"     

Si bayangan segera lari meski sempat merasakan semburan asap hitam dari Zardakh saat melesat keluar dari jendela.     

Andrea seketika mendapatkan kembali tenaganya. Ia cepat meraih selimut di dekat kaki untuk menutupi tubuh telanjangnya. Siapa tau Zardakh bisa bernapsu melihatnya.     

Zardakh mendekat. "Kau tak apa, Nak?"     

"Tentu aja gue ketakutan!" seru Andrea dengan suara bergetar. Tumben dia tidak sok tegar.     

Ayahnya bergegas memeluk. "Maaf, yah, Ayah terlambat."     

Tangis Andrea tumpah. Dia terus terang saja lelah menangani bayangan hitam jahat itu. Lelah jiwa raga.     

Karena sudah begini, Andrea pun menceritakan semua ke Zardakh mengenai penderitaannya atas teror si bayangan. Zardakh mengelus kepala anaknya yang sedang kalut.     

"Hurrmm..." deram Zardakh usai mendengar semua keluh kesah sang Putri. "Akan kuberikan gelang khusus untukmu. Semoga itu bisa menangkal serangan dia."     

Raja itu pun membuka telapaknya dan tak lama muncul sebuah gelang dengan pendant besar di atasnya, seperti gelang Malachite yang ia punya. Hanya, pendant yang ini berwarna biru. Ia kenakan gelang itu ke salah satu pergelangan tangan Andrea. "Usahakan jangan sampai lepas. Atau, simpan di tas jika kau tak mau memakai. Asalkan berada di dekatmu, ini akan membantu kau menjauhkan makhluk itu."      

Andrea menatap gelang tersebut. Terasa mendominasi tangan rampingnya yang putih. Ia tatap sang ayah. "Bisa gak kalo gak segede ini? Gue udah pake Malachite. Masa sih musti satunya pake ini juga? Yang ada gue keliatan kayak abege alay, Beh."     

Zardakh terkekeh. Masih bisa ngeyel juga si anak dalam kondisi begitu. Tuan Raja menyentuh gelang itu yang langsung lenyap dari tangan Andrea. "Baiklah. Kalau begitu, begini saja."     

Tiba-tiba muncul kalung berpendant biru di telapak tangan Zardakh. "Bagaimana? Setuju?"      

Andrea mengamati kalung yang baginya unik. Bertali hitam dengan pendant mirip mata kucing berwarna biru, dan di ujung bawahnya ada pendant kecil sekali bagai tetesan embun warna biru gelap. Ia ambil kalung tersebut.     

"Bagus. Gue suka," ujarnya seraya memakai kalung itu ke lehernya. "Beh, apa dirimu tau makhluk apa itu yang nyerang gue tadi?"     

"Hurrmm..." Zardakh hanya menderam, lalu bangkit dari duduknya di tepi ranjang. "Jangan pikirkan dia lagi. Yang penting kau sudah ada kalung itu. Ayah pergi dulu."     

"Beh!" panggil Andrea cepat sebelum ayahnya menghilang. "Janji loh yah, kagak omelin si Kencrut. Janji, yah Beh!"     

Sang Raja menoleh. "Semoga."     

Andrea bergegas melilitkan selimut ke tubuhnya dan bangkit pula dari ranjang mendekat ke ayahnya. "Janji dulu! Jangan bilang semoga! Atau gue beneran marah, en Babeh tau gimana kalo gue marah." Wajah dibuat sejudes dan cemberut.     

"Hahaha, iya, iya, anak bawel!" Zardakh jadi geli, tepuk-tepuk ringan pipi putrinya.     

"Oh ya, emangnya Babeh ngapain ke sini tadi? Ada urusan apa?" tanya Andrea sebelum ia terlupa.     

"Ah, cuma mampir pengen ketemu cucu kesayangan."     

"Jo? Eh, apa Babeh belum tau kalo Jo udah sekolah?" Andrea jadi bertanya-tanya, sudah kah dia mengabari soal Jovano bersekolah pada ayahnya?     

"Kenapa Ayah tidak tau? Ah, kau ini, Nak!" Zardakh jadi gemas. Beberapa minggu ini dia memang sedang sibuk mengurus kerajaannya di Underworld, karena itu tak tau berita terbaru Andrea dan Jovano.     

"Hehe..." Andrea berikan cengiran, kemudian menceritakan tentang kegiatan baru anaknya ke Zardakh.     

"Bah! Aku jadi lebih sulit bertemu cucuku!"     

"Halah, Beh! Kan malem bisa, tapi gak lagi bisa Babeh ajak nginep ke tempat Babeh loh, yah!"     

"Bagaimana kalau kuajak menginap di penthouse Ayah, dan kuantarkan ke sekolah besoknya?" tawar Zardakh.     

Andrea tampak menimbang-nimbang. "Humm... yah... oke deh, gakpapa."     

"Heh, dia itu cucuku. Kenapa harus dipersulit, dasar bocah nakal!"     

Sekali lagi Andrea memamerkan cengirannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.