Devil's Fruit (21+)

Gemulai Badai



Gemulai Badai

0Fruit 470: Gemulai Badai     
0

Tak terasa sudah lebih dari setengah tahun berlalu semenjak ulang tahun Jovano. Semua terasa tentram, penuh kendali dan tenang tanpa ada konflik. Para bayi mulai tumbuh cepat, karena mereka bukanlah dari ras manusia biasa.     

Shelly yang terkadang masih bingung, kini sudah mulai terbiasa anaknya sudah bisa berdiri, meski belum mantap menapak untuk berjalan. Masih tertatih dan butuh diawasi. Makan pun sudah bisa mengunyah nasi dan lauk seperti ibu dan bapaknya.     

Jovano menjalani hari-hari bersekolah penuh riang. Kini dia sudah boleh masuk ke kelas Big Bug, seragamnya sudah berganti warna. Semakin senang karena dengan begitu, dia semakin diakui lebih besar dan dewasa. "Aku ini sudah dewasa, Mom. Tapi bukan tua, hanya dewasa." Begitu tiap ibunya mencoba mengkuatirkan dia.     

Andrea memijit kening atau tulang hidung jika anaknya mulai berlagak.     

Myren juga kian sibuk dengan bayinya. Sang suami dipasrahi mengurus semua bisnisnya, sedangkan dia asyik mengasuh putri bungsu. Tapi, entah apakah itu benar akan menjadi bungsu atau tidak.     

Revka sering bertandang ke kafe, dan seperti biasa, berdebat tak jelas dengan Andrea. Hubungan yang unik.     

Zevo dan Jovano jadi lebih akrab. Bahkan Zevo tertular sikap 'dewasa' Jovano, yang terkadang memusingkan Revka.     

"Heh Cambion! Tuh gara-gara anakmu, anakku jadi songong sok dewasa!" keluh Revka jika sedang sebal pada tingkah putra sulungnya.     

Biasanya Andrea akan menyahut, "Nah, baguslah Mpok! Lu jadi tau gimana yang gue rasain!" Dan setelahnya, Revka akan mendengus.     

Giorge, masih seperti biasa, mencoba mencari celah masuk ke hati Andrea, meski sempit pun dia akan terus mencari. Sungguh vampir yang tak kenal menyerah.     

Zardakh makin kaya dan makmur. Dia terus memperluas jaringan bisnis hingga ke dunia internasional. Seolah tak ada puas mengeruk uang manusia. Yah, namanya juga iblis.     

Semua berlangsung damai dan menyenangkan.     

"Bentar lagi jagoan Mama ulang tahun kelima, nih!" kata Andrea sore sewaktu menjemput sang anak dari after school-nya.     

"Oh iya, tinggal berapa bulan lagi, Mom? Tiga, yah?" Jovano hentikan memainkan gadget, dan menoleh ke ibunya.     

"Hu-um."     

"Nanti ulang tahunku, Daddy sudah pulang?"     

Andrea mengulum bibir. Pertanyaan anaknya sangat membuat hatinya berdesir. "Yah, semoga aja, Jo. Kamu dah pengen ketemu bokapmu, kan?"     

"Iya, sama pengennya seperti Mommy," sahut Jovano polos, bagai tanpa dosa.     

"Heh, jangan nyindir, yah!" dengus Andrea.     

Jovano terbahak. Menggoda ibunya tentang si ayah itu sungguh menyenangkan bagi si bocah. Bahkan sejak di kandungan saja dia terbiasa menggoda sang ibu, kok!     

Malam itu, terasa damai bagi Andrea setelah dia mengobrol singkat dengan Dante mengenai sebentar lagi pria itu akan keluar dari masa tahanannya.     

Memang belum genap lima tahun, tapi karena kelakuan Dante bagus di penjara, maka pihak Nirwana mengurangi masa tahanan. Mungkin seperti grasi.     

Baru saja Andrea hampir lelap, dia sudah dikejutkan kedatangan mahluk hitam. Kalung sengaja tak pernah ia pakai untuk memudahkan dia bertemu dengan sisi gelap jiwa suaminya.     

Karena Andrea sudah paham itu bukanlah makhluk jahat yang akan menyakitinya, ia pun berani mendekat. "Jangan buat aku kaku tak bisa bergerak atau bicara. Dante, itu kau, benar bukan?"     

Makhluk itu surut, terdiam di tempatnya, di dekat jendela, nampak terpekur.     

Kesempatan itu digunakan Andrea untuk maju dan meraih wajah si makhluk yang sebenarnya tak ada wujud pasti, karena seperti asap saja.     

"Dan... Dante... lihat aku."     

Makhluk itu pun menengadah. "Andrea..." bisik si makhluk, lirih.     

Andrea langsung mendekap makhluk itu, menangis tanpa tau kenapa. Hanya ingin tumpahkan air mata. "Kenapa kagak bilang dari awal kalo itu adalah kamu, Dan? Napa?"     

"Andrea... maaf..." Makhluk itu balik memeluk Andrea. Sangat jauh berbeda sikapnya dari sebelum ini.     

"Mulai sekarang, datang aja lebih sering. Ayo ngobrol, temani aku, atau terserah kamu pengin apa, aku gak akan nolak." Andrea tak kuasa menyebut soal 'itu'.     

"Andrea... maaf..." Jiwa kelam Dante menggapai pipi Andrea dan mengusapnya. "Maaf..."     

"Jangan melulu minta maaf. Lebaran masih jauh! Hiks!" Andrea makin terisak. Jengkel, kesal, sedih, senang, suka, semua bercampur aduk di benaknya.     

"Tunggu aku, tolong tunggu aku," bisik jiwa hitam Dante, lalu bayangan itu menjauh dari Andrea dan bagai tersedot keluar jendela.     

"Jangan! Jangan pergi!" teriak Andrea.     

Namun, tiba-tiba dia membuka mata, ternyata dia bermimpi? Memegang pipinya yang basah, ia sadar ia menangis sambil tertidur. Tapi benarkah semalam jiwa kelam Dante mendatanginya? Atau hanya dalam mimpi?     

-o-o-o-o-     

Pagi ini, usai Andrea mengantar Jovano sekolah, seperti biasa, dia jogging sebentar di taman kota terdekat, baru setelah tiga puluh menit, dia pulang.     

"Puteri! Bersiaplah ke Antediluvian." Suara panik Kenzo menyapanya ketika dia baru saja membuka pintu rumah.     

"Hah? Ada apa?" Andrea kebingungan. Seketika hatinya merasa sesak. Menoleh ke Shelly, ia mendapati sahabatnya menangis tertahan. "Hei, ada apa, sih? Jelasin napa?"     

"Andrea, cepat ganti baju. Kita pergi sebentar lagi." Tiba-tiba Zardakh dan Myren sudah muncul.     

"Beh?"     

"Buruan cepat, Andrea." Myren mengkomando sang adik. Andrea tak mau berdebat lagi. Semakin ia bertanya, semakin lama dia mendapat jawaban tentunya. Ia lari ke atas, cuci muka seadanya dan mengganti baju lebih kasual.     

"Ke Antediluvian? Ngapain? Oh! Dante pulang lebih cepat? Aha!" Andrea girang setengah mati dan bergegas turun ke bawah. Senyumnya merekah. "Hayok!"     

"Tunggu! Kami ikut!" Revka muncul bersama suaminya, Pangeran Djanh. Namun Andrea heran, kenapa mata Revka merah?     

"Lu kenapa, Mpok? Abis nangis?" tanya Andrea, berusaha meraih pipi Revka, namun ditepis istri Djanh.     

"Ayo, jangan berlama-lama lagi." Zardakh bertitah. Dia membuat sebuah portal. "Shelly, kau jaga rumah, yah! Kenz biar ikut denganku," ucap sang Raja pada Shelly yang mengangguk patuh.     

Sebelum Andrea masuk ke portal, Shelly sempat memeluknya. Jadi bingung. Kalau berita Dante bisa pulang lebih cepat, kenapa mereka tampak tegang dan sedih? Jangan katakan masa penahanan Dante diperpanjang karena ada yang memprovokasi? Astaga! Andrea buru-buru tepis pikiran buruk tersebut.     

Sesampainya di negeri Antediluvian, mereka dipandu Revka, melesat menuju ke istananya. Tiga tetua Heaven yang dulu pernah mereka temui, ada di sana.     

"Mari, langsung ke ruang Ratu Antediluvian." Greory mempersilahkan mereka menuju ke sebuah ruangan khusus.     

"Semoga bukan Voira," bisik Andrea.     

"Itu takkan mungkin, bodoh!" balas Revka, berbisik pula. "Voira sudah membusuk di tempat terkutuk Kerajaan Huvro."     

"Ssstt! Kitty, jangan keras-keras." Djanh memperingatkan istrinya, kuatir para Tetua Heaven mendengar keberadaan Voira.     

Tiba di sebuah ruangan yang tidak begitu luas, namun terang benderang, tampak seorang perempuan berambut perak duduk elegan di singgasananya.     

"Yang Mulia, Ratu Nexima, mereka sudah datang." Greory mempersilahkan rombongan Zardakh mendekat ke sang Ratu baru Antediluvian.     

"Terima kasih, Tetua Greory." Sang Ratu berucap lembut, berbeda aura dengan Voira, pendahulunya yang kerap bersuara arogan. Ratu kemudian menoleh ke tamu-tamunya. "Maaf jika tiba-tiba mengundang kalian kemari."     

"Maaf, boleh tau ini sebenarnya ada apa, ya?" tanya Andrea saking penasarannya.     

Ratu Nexima seketika menatap Andrea, namun bukan pandangan permusuhan. "Apakah kau istri dari Dante putra Mikael?"     

Andrea mengangguk. "Iya, itu benar. Lalu?"     

"Semoga kau kuat mendengar berita ini." Ratu tampak teduhkan matanya ke Andrea.     

"Hah?" Andrea makin bingung. Hatinya berdebar aneh.     

"Kemarin, terjadi huru-hara di Nirwana. Ada bom meledak. Keadaan kacau balau." Ratu Nexima memulai. "Bom itu... meledak di penjara, tempat suamimu ditahan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.