Devil's Fruit (21+)

Dia Sudah Tau



Dia Sudah Tau

0Fruit 473: Dia Sudah Tau     
0

Tuan Vampir sudah muncul di kamar itu, wajahnya penuh tanya, berharap agar Nyonya Cambion bisa menumpahkan semua nyeri hati yang terus membuat matanya basah pada dirinya.      

Jikalau Andrea tidak ingin memandang dia sebagai orang dekat atau rekan kerja, Giorge berharap Andrea menganggap dia sebagai teman.     

"Rea..." sapa Giorge sekali lagi.     

"Kenapa...?" Andrea lekas usap pipi basahnya. Malu dilihat ketika sisi lemah dan rapuhnya muncul.     

Apa kalian berpikir Andrea selalu kuat? Tidak. Dia sering merasa rapuh, meski tak pernah diungkapkan. Dia sembunyikan kerapuhannya di balik sikap tegar penuh ceria.     

Kehilangan banyak orang terkasih itu sungguh mengikis ketabahan jiwa.     

"Rea, apakah aku boleh meminta kau bagi sedihmu padaku?" Giorge melangkah masuk ke kamar melalui jendela tadi. "Aku bukan orang asing lagi bagimu, Rea. Ijinkan aku mengetahui sekelumit duka lara apapun yang kau rasa."      

Tuan Vampir memandang Andrea penuh harap. Dia sedih melihat wajah basah Andrea yang seakan-akan tidak pernah mengering sejak di rumah sakit. Itu juga menyakitkan bagi Giorge sebagai orang yang menyayangi Andrea.     

Andrea kulum kedua bibir kuat-kuat. "Baiklah." Rasanya percuma juga menyembunyikan getir hatinya berlama-lama dari Giorge.     

Akhirnya setelah Tuan Vampir duduk di sebelah Andrea, sang Cambion, menceritakan seluruh tragedi Dante.     

Juga bercerita komplit mengenai sang suami tercinta. Pertemuan pertama mereka hingga ke bagian Dante dibawa ke Nirwana.     

Ah, tentu bagian Dante sering mesum ke Andrea, itu cukup jadi rahasia Andrea saja. Giorge tak perlu tau.     

Tuan vampir diam, fokus mendengarkan tiap kalimat dari Andrea. Kini dia tau semua kemelut yang ditahan Andrea. Dari suami yang dipenjara karena membela Andrea, hingga akhirnya tiada.      

Ingin sekali Giorge memeluk Andrea ketika wanita itu sesenggukan menangis. Tapi, Giorge tak mau dianggap mencari kesempatan saja. Maka, ia terus kepalkan tangan, menahan hasrat memeluk. Melihat Andrea menangis membuat hatinya ikut tercabik.     

Meski dia cemburu pada Dante yang begitu beruntung dicintai sepenuh jiwa oleh Andrea, namun dia juga amat mengutuk pelaku bom itu.     

Giorge lebih baik tersiksa cemburu asalkan Andrea tidak seperti sekarang ini. Tak masalah jika Dante ada, tak perduli sesakit apa hati Giorge melihatnya, asalkan Andrea bahagia.     

Tapi bila begini, Andrea terpuruk, di ambang depresi, kacau, tak punya semangat hidup,... Giorge tak suka. Terasa tertusuk sembilu.     

Minggu berikutnya, Andrea dinyatakan sudah sehat sempurna dan diperbolehkan pulang.     

Acara ulang tahun kelima bagi Jovano dan kesatu bagi Gavin, rencananya tetap dilaksanakan. Andrea ingin anaknya tidak sedih seperti dia. Nanti dia akan membuat alasan kenapa sang ayah tidak bisa hadir untuk ulang tahun Jovano.     

Giorge ikut membantu kepulangan Andrea dari rumah sakit. Meski dinyatakan sehat, tetap saja Shelly dan King Zardakh memaksa Andrea tetap bedrest di kamar.     

"Jangan memikirkan ulang tahun anak-anak. Urusan itu, biar aku dan Kenzo yang menangani." King Zardakh bertitah. "Kau cukup pulihkan diri agar tidak sakit lagi. Itu tugasmu. Mengerti?" Tuan Raja terpaksa bicara tegas sebelum sang anak membantah dengan tabiat keras kepala khasnya.     

Di luar dugaan, Andrea mengangguk tanpa perlawanan. Ia patuh tetap di kamar. Bahkan tidak menolak saban Shelly membawakan makanan ke kamarnya.     

Jika Shelly berhalangan menemani Andrea karena urusan kafe, maka Myren akan menggantikan datang bersama anak-anaknya.     

Kalau Myren tidak bisa, maka Revka yang akan datang.     

Semua orang terdekat sang Cambion berusaha menghibur Andrea.     

Bahkan mereka menghindari topik mengenai Dante di depan Andrea. Shelly sudah dilatih oleh suaminya agar jangan lagi menangis saat menemani Andrea, karena akan menular ke Andrea dan bisa mengakibatkan turunnya kondisi sang Cambion karena kesedihan mendalam.     

Sudah banyak kisah luar biasa mengenai suami istri yang kematiannya hanya berjarak hari, dikarenakan mereka tak sanggup hidup tanpa pasangannya, dan akhirnya menyusul.     

Tidak! King Zardakh dan yang lain tak ingin itu menimpa Andrea. Nyonya Cambion tidak diharapkan menyusul Dante. Dia masih punya Jovano yang membutuhkan kehadiran orangtuanya. Jika yang satu sudah tiada, maka jangan sampai yang satu ikut pergi. Demikian tekad King Zardakh dan yang lain.     

-0-0-0-0-     

"Mommy, besok ulang tahunku. Aku tak ingin dirayakan heboh seperti tahun kemarin. Aku cuma ingin Mommy sembuh dan ceria seperti biasa, meski tak ada Daddy." Jovano gamblang mengucapkannya sepulang sekolah. Shelly yang ada di kamar Andrea berjengit kaget.     

"Daddy... sedang ada urusan mendadak, Jo. Maaf, yah!" Andrea paksakan sudut bibirnya melengkung naik ke atas.     

Jovano menggeleng. "Mommy gak perlu menutupi terus. Aku tau apa yang terjadi dengan Daddy."     

Andrea mendelik. Bagaimana anaknya bisa tau?! Siapa? Siapa yang membocorkan ke Jovano?     

"Tidak ada yang membocorkan itu ke aku, Mom. Aku tau sendiri, kok." Bocah tampan itu menatap lugu ke ibunya.     

Shelly sampai mendekat saking herannya. "Sumpah, Ndre, aku dan yang lain nggak ada secuilpun bicara tentang Dante ke Jo!"     

Jovano menoleh ke Shelly. "Tenang aja, Tante. Kan tadi sudah kubilang, aku tau sendiri."     

Andrea sentuh kepala anaknya. "Lalu kamu tau dari mana, hm?"     

"Dari Mommy."     

"Hah? Jangan ngaco, Jo. Mama mana pernah-"     

"Mommy lupa, yah, kalau kita ini terhubung satu sama lain?"     

Andrea terhenyak di kursinya. Astaga. "Jadi... kamu..."     

Jovano mengangguk. "Aku bisa baca pikiran Mommy, bisa tau perasaan Mommy."     

Sang ibu merasa tulangnya diloloskan dari tubuh demi mendengar anaknya lugas menjelaskan.     

"Jadi, Jo tau sejak awal soal Daddy?" tanya Shelly, penasaran.     

Lagi-lagi Jovano mengangguk. "Waktu Mommy tak bisa menjemputku sore itu, aku tiba-tiba sesak napas di kelas. Kepalaku pusing, dadaku sakit. Akhirnya aku tau itu yang dirasakan Mommy saat dengar kabar Daddy."     

Andrea tak mampu bendung lebih lama air matanya. Ia peluk sang anak penuh sedih dan haru. "Maaf, yah. Mama minta maaf, hiks! Mama sudah ikut menyakiti Jo dengan pikiran Mama, hiks!"     

Jovano lepaskan sejenak dekapan sang ibu. Menatap lekat manik mata Andrea, ia berujar, "Tak usah disesali, Mom. Setidaknya Mom tau ... apa yang Mom rasa dan Mom pikirkan, aku juga tau."     

Seketika Andrea teringat mengenai harapan dia untuk mati saja beberapa waktu lalu. Oh tidak! Jovano pasti juga tau itu. Benar-benar ibu yang payah! Pasti Jovano takut dan kuatir.     

"Tentu saja aku takut dan kuatir, Mom. Trust me! Maka, jangan ulangi lagi, Mom. Please."     

Andrea senyum masam. Entah ini anugerah atau malah kerepotan baru. Anaknya bisa tau dan membaca benaknya.      

Bocah itu... sejak di dalam perut sang ibunda pun Jovano selalu tampil ajaib. Mereka ternyata benar-benar terhubung sejak jiwa sang bocah tercipta dan hadir di tubuh ibunya. Dan itu tidak pernah hilang, ikatan itu.      

Ya ampun, sampai kapan? Kalau begini terus, Andrea tidak akan leluasa bertindak dan berpikir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.