Devil's Fruit (21+)

Missing... You



Missing... You

0Fruit 474: Missing... You     
0

"Don't worry, Mom. Aku bisa memilah mana yang ingin aku tau dan mana yang tidak. Cara kerjanya seperti sistem parental guidance. Hal-hal yang amat privasi takkan aku ketahui. Kecuali aku menginginkannya atau membuka gembok sistem itu."     

"Jangan! Jangan dibuka!" seru Andrea panik. Bayangan dia berkali-kali disetubuhi jiwa kelam Dante lalu, bisa jadi anaknya ikut merasakan dan tau pikiran sang ibu? Tidak! Jangan sampai itu terjadi!     

Ah, pantas saja Jovano beberapa kali memergoki makhluk itu meski tadinya dia sudah lelap tidur. Tak heran-     

"Mom, don't think wild.Just focus for your recovery, please." Jovano bagai tau kekuatiran Andrea barusan. Atau... memang benar-benar tau?!     

"Aishh! Dasar bocah sok tau, sok tua!" ledek Andrea sambil tertawa kecil.     

Jovano terbahak senang. "Akhirnya Mommy tertawa juga!"     

"Ah, dasar kutil Mama, kau ini!" canda Andrea yang direspon tawa lebih keras Jovano.     

Shelly tersenyum bahagia. Andrea sudah mulai gembira, sudah mulai tertawa, meski sebatas kekehan. Tapi itu kemajuan besar setelah berminggu-minggu bagai zombi murung.     

"Jadi... ultahnya batal, nih?" tanya Andrea.     

Jovano menggeleng. "Mana bisa ulang tahun batal? Kita tak bisa hentikan waktu atau umur, Mom! Itu butuh sihir sangat amat besar!"     

"Halah! Lagakmu!"     

"Hahaha! Jadi... ulang tahun tetap berjalan. Hanya tidak perlu pesta meriah tahun ini. Cukup potong kue saja di rumah ini." Kembali, si bocah bicara dewasa, membuat ibunya gemas ingin mencubiti pipi Jovano.     

Esoknya, ketika hari ulang tahun Jovano kelima tiba, dia bersemangat seperti tahun lalu. Semua dia sapa riang. Gavin pun diajak menari. "Gav! Nanti kita akan potong kue!"     

"Potong kue! Potong kue!" tiru Gavin sambil melonjak-lonjak tertular kegembiraan Jovano.     

Jovano pergi ke sekolah diantar oleh Giorge, karena King Zardakh sedang mengurus bisnis di negri tetangga. Tapi dia berjanji nanti malam pasti datang ke acara sederhana ulang tahun sang cucu.     

Sore usai pulang sekolah, Jovano lekas mandi. Dua buah kue yang masih tersimpan di kotaknya sungguh membuat hati dia berdebar-debar penasaran, ingin segera buka agar tau seperti apa kue untuknya.     

Sedangkan Gavin, semenjak kue tiba di rumah, dia terus diawasi dan dinasehati agar tidak menyentuh kardus kue dan mengacak-acak apapun di situ.     

Tak lama, semua sudah datang berkumpul di ruang tengah yang cukup luas. King Zardakh, Myren, Ronh dan anak-anak mereka, juga Revka, Djanh dan anak-anak mereka pula.     

"Sebentar lagi acara tiup lilin, kan?" Jovano tampak antusias melihat kue tart untuknya sudah berdiri kokoh di atas meja kaca ruang tengah. Kue itu berbentuk pesawat luar angkasa berwarna biru dan kuning cerah. Sangat memikat.     

"Sabar, Jo. Tunggu Mommy kamu mandi." Myren memasang lilin di kue tersebut.     

"Arghh... perempuan kalau mandi lama!" keluh Jovano seraya hempaskan tubuh ke sofa.     

Pangeran Djanh terkekeh. "Rupanya ada yang paham rumus penting kehidupan."     

Revka mendelik galak ke sang suami. "Apa maksudmu, Djanh? Aku menyebalkan kalau mandi lama, begitu?" Ia langsung tancap ke asumsi inti.     

Pangeran Djanh meringis. "Enggak, Kitty. Tentu kau boleh mandi lama."     

"Perempuan itu harus wangi dan bersih supaya suaminya betah. Iya, kan Kak Myren?" Revka tatap Myren, minta pembelaan.     

"Hah?" Myren masih fokus memasang lilin, karena barusan jatuh kurang tepat tancapannya. "Eh, iya mungkin. Aku sih tak pernah berlama-lama mandi karena aku Jenderal. Bisa kacau kalau aku sibuk di kamar mandi ketika terjadi perang. Kadang aku juga tidak mandi. Apa kau mempermasalahkan itu, Ronh?" Ia tolehkan pandangan ke suaminya yang sedang bermain dengan anak mereka.     

"Oh, aku sih tak masalah tentang hal sepele seperti mandi. Kita sudah terbiasa hidup keras di barak, mandi dan wangi bukan hal utama." Ronh menyahut.     

Revka mendengus. "Tunggu sampai kalian punya penyakit kulit, yah!"     

Shelly menyuapi Gavin, sementara Kenzo memasang lilin untuk kue anaknya. Kue Gavin berbentuk Teddy bear warna merah dan coklat, duduk mirip boneka aslinya. Hampir saja tadi ditubruk Gavin yang mengira itu boneka sungguhan hadiah untuknya. Untung sang ayah lekas menangkap si bocah tepat sebelum tangannya sampai di kue.     

"Shel, udah setengah jam lebih, nih. Panggil Andrea sana," perintah Revka.     

Shelly baru saja usai suapi anaknya. Ia bangkit, akan bawa mangkuk kosong itu ke dapur. "Iya, abis aku taruh mangkuk kotor ke dapur, aku mo ke atas nengok Andrea."     

Revka manggut saja ketika Shelly mulai berjalan ke dapur. Jovano sudah teralihkan oleh sang kakek yang berceloteh mengenai liburan dan hadiah-hadiah.     

Ting tong.     

Bel pintu berbunyi. Kenzo bangun untuk membukakan pintu. "Tolong awasi Gavin jangan sampai menyenggol kuenya," pesan Kenzo pada semua yang di ruang tengah sebelum mencapai pintu depan.     

Begitu pintu dibuka, nampak Giorge beserta senyum dan kado besar dua buah di masing-masing tangan.     

"Halo," sapa Giorge ramah ke Kenzo, yang tidak ditanggapi sama oleh sang Panglima Incubus. Sepertinya Kenzo masih mendendam tentang insiden di Cordova dengan teman Giorge yang melibatkan bayi pertama dia. "Ini untuk Jo, dan ini untuk Gavin."     

Kenzo malas-malasan menerima bungkusan besar dari Giorge. "Masuk."     

Giorge masuk bersama Kenzo ke ruang tengah. Menyapa semua orang, dan toss dengan Jovano. "Jagoanku sudah umur lima tahun, nih!" ucap Giorge sambil tepuk ringan pipi Jovano.     

"Yeah, Om. Aku sekarang sudah lebih dewasa dari sebelumnya." Jovano senang. Giorge orang yang menyenangkan bagi Jovano.     

"Hati-hati, jangan terburu-buru ngebut dewasamu, nanti tau-tau ada keriput dan uban, loh!" goda sang vampir.     

"Tidak mungkin, Om! Aku ini orang dewasa yang awet imutnya!" bantah Jovano tak mau kalah. King Zardakh terus amati keduanya dengan pandangan penuh arti.     

Di kamar atas, Andrea baru saja mandi dan pakai mantel mandinya. Ia belum bisa tentukan akan mengenakan baju yang mana untuk pesta sederhana anaknya.     

Tangan berhenti menggulir deretan pakaian di lemari. Setelahnya ia malah beranjak ke balkon kamar. Sudah gelap. Suasana juga sunyi meski deru angin mulai terdengar. Agaknya mendung menggelayut berat di atas sana.     

Andrea picingkan mata karena hembusan kuat angin menerbangkan serpihan debu. Rambutnya sampai terbang tak karuan dan harus ia singkirkan dari depan muka.     

Namun, baru saja ia bawa sejumput rambut ke belakang telinga, ia seperti melihat bayangan hitam sekelebat cepat.     

"Dante? Apa itu Dante?" seru Andrea pada dirinya sendiri. Ia mencoba fokus mencari bayangan itu.     

"Andrea..."     

Telinga sang Cambion mendadak disusupi suara desah samar menyebut namanya.     

"Dante?" tanyanya lebih keras.     

Jantungnya hampir meloncat keluar ketika ia kembali melihat bayangan itu di sebuah pohon di depan sana.     

"Dante! Tunggu!"     

Andrea melesat terbang ke arah yang dia yakini ada bayangan hitam tadi. Bahkan ia tak sadar dia bisa melayang.     

"Dan! Jangan pergi! Oi! Dante! Jangan buru-buru lari!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.