Devil's Fruit (21+)

Tak Perduli (21+)



Tak Perduli (21+)

0Fruit 478: Tak Perduli (21+)     
0

Friend with benefit.     

Kalimat itu terus berputar di benak Giorge. Ia mencoba menganalisis dari berbagai aspek dan sudut.     

Sejak dia di ruang tengah, hingga kini sudah ada di kamarnya sendiri, Giorge tetap tidak bisa paham makna yang tersirat dari kalimat yang diucapkan Andrea.     

Bukannya tidak paham arti FWB, justru karena paham makanya dia tak habis pikir dengan Andrea. Benarkah wanita itu menginginkan hubungan semacam itu? Sungguh tidak masalah bagi Andrea?     

Meski bagi lelaki, hubungan macam itu sangat diuntungkan, namun Giorge tetap merasa ada yang tidak bisa ia terima. Ia tak mau sekedar teman. Ia ingin lebih dari itu. Egois kah dia? Terlalu menuntut?     

Keesokan harinya, Giorge berangkat kantor masih dengan berbagai pertanyaan bercokol di otak tentang FWB yang ditegaskan Andrea. Bagaimana bisa Andrea semudah itu me-     

Ups! Saking fokus pada pikirannya, sampai-sampai Giorge tidak melihat ada seseorang yang ia tabrak saat akan masuk ke lift. "Ma—oh, Rea?"     

Andrea yang memungut tasnya hanya mendecak sebal. "Lu masih punya mata waras gak, sih?"     

Keduanya sama-sama masuk ke lift begitu terbuka.     

"Maaf. Aku benar-benar minta maaf tak melihatmu. Aku... masih memikirkan sesuatu."     

Andrea melirik. "Sesuatu? Penting?"     

Giorge mengangguk. "Sangat. Mm... mengenai ucapanmu semalam. Friend with benefit."     

Mendadak Andrea palingkan wajah, bahkan hadapkan tubuh memunggungi tuan vampir. "Gak penting." Pipinya sudah hangat.     

"Tentu saja penting!" Giorge gapai bahu Andrea agar bisa putar tubuh sang Cambion menghadapnya.     

"Ka-kagak! Lagian... gue... gue cuma asal jeplak. Ngapain lu repot-repot mikir? Nganggur, coy? Nih, ntar gue kasi banyak kerjaan kalo elu nganggur. Lagian, lu napa baru dateng jam gini? Minta gue potong gaji, heh?" Andrea malah semburkan banyak kalimat sedapatnya agar bisa menutupi salah tingkah dia.     

"Iya, maaf aku terlambat. Tadi harus benarkan pintu mobil yang semalam kau tendang." Giorge terus saja menyinggung tema yang berkaitan dengan kejadian tadi malam.     

Andrea mendengus. "Iya, iya, sori. Ntar gue ganti bea bengkelnya. Ato gue bisa beliin lu mobil baru, deh!"     

"Tidak!" Giorge pegang dua bahu Andrea. Manik karamelnya tegas tatap Andrea. "Aku tidak akan sudi kau belikan aku mobil. Hanya hal remeh seperti pintu tak boleh membuatmu repot, Rea."     

"O-ohh, ya bagus, deh!" Andrea melirik ke arah lain. Kenapa liftnya lama sekali? Memangnya mereka akan ke langit ketujuh?     

Baru dibatin, lift pun berdenting tanda sampai ke tujuan. Andrea hembuskan napas lega. Ia tepis tangan Giorge dan keluar lebih dulu dari lift, langsung ke ruangannya.     

Giorge mengekor. Pria itu memilih diam dan mengamati saja.     

Sepanjang pagi ini Giorge benar-benar diam, hanya bekerja sesuai yang harus ia kerjakan. Meski Andrea senang tak perlu direcoki suara sang vampir, tapi jika satu ruangan dan saling diam begitu lama juga tidak nyaman.     

"Hoi, bentar lagi makan siang. Lu mo makan bareng gue apa kagak?" Andrea memilih kalimat begitu agar tidak terkesan dia mengajak. Hanya bertanya standar.     

"Denganmu!" sahut Giorge cepat dengan nada tegas.     

Andrea meminta ke Rioko untuk memesankan makan siang dua porsi yang harus diantar ke ruangannya. Ia sedang malas makan di luar. "Makan di sini aja, yak! Lagi mager."     

"Tak masalah. Asalkan denganmu, ke manapun ayo saja." Giorge berikan senyum simpatik.     

Setelah hidangan makan siang disajikan oleh Rioko, gadis itu pamit ke Andrea untuk makan siang di kantin bawah.     

Andrea bersiap memulai makan. Semua hidangan ditaruh di meja tamu ruangannya. "Oh, gue masih nyimpen jus di kulkas." Ia bangkit menuju kulkas kecil di dekat lemari kabinet. Dia terbiasa sedia jus instan di ruangannya.     

Giorge mengamati gerak-gerik Andrea dari jalan ke kulkas, lalu kembali lagi akan duduk di sofa bersamanya. Tak bisa dipungkiri, dia sangat jatuh cinta pada Andrea. Semuanya. Segala-galanya.     

Apalagi hari ini Andrea mengenakan pakaian ketat dan lumayan mini. Astaga, darah lelakinya berdesir mengingat semua adegan semalam.     

"Lu kalo mo cola, ambil aja di kul—WUOOHH!" Ujung tumit sepatu yang runcingnya menyangkut di karpet, sehingga dia limbung dan jatuh.     

Namun, sebelum ia menghantam meja, Giorge sudah bergerak cepat menggunakan kekuatan vampirnya menangkap Andrea. Akhirnya mereka jatuh terduduk di karpet dengan posisi Andrea di pangkuan Giorge.     

Dua-duanya sama-sama terdiam. Hanya saling pandang dengan napas tersengal.     

Giorge tak bisa lagi kuasai diri. Ia raih tengkuk Andrea, lumat segera bibir merah muda sang Cambion tanpa biarkan Andrea bisa protes apapun.     

Nyonya Cambion memang kaget atas terjangan bibir Giorge padanya, namun sekian detik berikutnya, ia membalas.     

Ya, dia tidak keberatan dengan kelakuan impulsif sang vampir. Toh dia sendiri yang berkoar mengenai FWB.     

Pagutan, lumatan, serta hisapan masing-masing seolah saling berkejaran. Lidah pun mulai turut serta membelai satu sama lain. Untung saja Andrea tak pernah memakai lipstik merah tebal.     

"Ourmchh... ermmssffhh..."     

Bunyi decap keduanya bersahutan ditingkahi desah napas tak kunjung tenang.     

Giorge gunakan kesempatan untuk tangannya agar berkelana di tubuh Andrea. Ia langsung ke dada, karena dua benda kembar di sana selalu menarik perhatian dia.     

"Aarnghh..." Andrea mendesah cukup keras ketika dress atasnya disibak ke bawah secara paksa lalu putingnya dikurung dalam mulut Giorge. Ia buang kepala ke belakang, jauh-jauh seraya pejam mata kuat-kuat. "Gio-anghh..."     

Tingkah Giorge kian berani. Ia sudah lama mendamba Andrea. Sekarang dia sudah memiliki akses emas. Takkan ia lepaskan. Persetan dengan maksud Andrea mengenai FWB.     

Beberapa belas menit selanjutnya, usai mulut Giorge memanjakan klitoris Andrea sembari wanita itu rebah di karpet, dia angkat lagi Andrea sehingga kembali ada di pangkuannya.     

Penis dikeluarkan dari sangkar kainnya, sudah sangat tegap arogan, hingga dengan mudah menerjang masuk liang vagina Andrea yang segera melahap mengisap-isap. "Orrghh... enaknya—orgh... Rea..." deram Giorge.     

Penis besar itu memompa vagina sempit Andrea selama lebih dari lima belas menit, hingga akhirnya keduanya sama-sama menjerit tertahan saat bebaskan cairan masing-masing.     

Setelahnya, mereka benahi pakaian dan Andrea bersih-bersih sebentar di kamar mandi ruangannya.     

Acara makan dimulai. Giorge duduk di samping Andrea. Bahkan sangat menempel ke Andrea. Wanita itu sudah mengijinkan dia melakukan apapun.     

"Buka mulutmu, Rea."     

Andrea bingung, tapi patuh membuka mulut. Giorge majukan wajah dan cium bibir Andrea sembari sorongkan masuk potongan kecil udang ke mulut Andrea.     

Wanita Cambion tersipu malu. Lekas menutup mulut menggunakan tangan usai Giorge menyuapi dia mulut ke mulut. "Lebai lu."     

Tapi Giorge tetap ulangi, dan tetap diterima Andrea. "Aku mencintamu, Rea..." lirih Giorge sambil benahi sejumput rambut Andrea yang lumayan basah menutupi mata.     

Andai Rioko masuk, pasti akan heran karena wajah penuh peluh keduanya. Apalagi Andrea kelihatan lelah dan bedak lenyap dari wajah.     

Namun, rupanya Giorge masih merasa kurang.     

Ketika jam kantor hampir usai sore itu, dia rebahkan Andrea ke mejanya, dua kaki sang Cambion dibuka lebar agar dia bisa mendapatkan akses bebas ke bukit lembap Andrea.     

Kegiatan itu berakhir dengan penis yang kembali memenuhi vagina dalam sekian puluh menit sebelum akhirnya melepaskan peluru cair ke rahim sang Cambion.     

"Geblek lu. Dua kali dalam sehari ini. Dasar kampret!" sungut Andrea sambil pulaskan bedak lagi usai membilas di kamar mandi. Lalu memoles lipgloss pula. "Gue pulang."     

Andrea sudah akan mencapai pintu, ketika Giorge menarik tangan dan memeluk sembari kecup lembut bibirnya.     

"I love you..."     

"Bodo amat, pe'ak! Lipgloss gue berantakan lagi, kampret!" teriak Andrea kesal. Untung saja Rioko di meja luar tidak paham bahasa Indonesia.     

Giorge terkekeh senang meski dihujani pukulan sebal Andrea di sekujur dada.     

-0-0-0-0-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.