Devil's Fruit (21+)

Teledor



Teledor

0Fruit 481: Teledor     
0

"Jadi... putri Ayah sekarang sudah dapat cinta baru?" King Zardakh menanya sembari tuang red wine untuk sang anak yang berkunjung ke kondominium Beliau di lantai atas Gedung Izumi Garden.     

"Kagak, Beh. Cuma TTM doang." Andrea menerima gelas berisi cairan merah dari sang ayah.     

King Zardakh naikkan alis. "TTM?" Dari nadanya menyiratkan ia membutuhkan penjelasan. Dia mana paham dengan istilah-istilah yang digunakan para muda masa kini?     

"Teman Tapi Mesra. Haih, Babeh gak gaul!" ledek sang anak yang kemudian menyesap sedikit anggurnya. Alisnya berkerut sedikit, lalu kembali menyesap pelan-pelan cairan merah di gelas berleher tinggi tersebut.     

Ayahnya terbahak. "Ayah kan bergaulnya bukan dengan anak muda. Jadi wajar tak paham bahasa kalian." Ia duduk, bersiap menyantap steak makan siang mereka. Beliau sengaja mengundang Andrea ke huniannya untuk mendapatkan penjelasan tentang kehebohan hari lalu.     

Tentang Andrea dan Giorge.     

"Interviewnya udahan belum?" Andrea sudah menyelesaikan makan siang dia sebelum red wine disodorkan.     

"Di sinilah dulu temani Ayah. Bukankah sudah lama kita tidak mengobrol akrab?" King Zardakh khidmat mengunyah steak-nya. "Katakan pada Ayah, kenapa harus teman tapi mesra?"     

"Karena gue hanya cinta Dante, apalagi yang gak jelas tentang hal satu itu? Kalian semua pasti udah tau itu, ya kan? Nah... gue ama dia, si mister kampret itu... cuma butuh seks doang." Andrea goyang-goyangkan gelas anggurnya sembari ditatap.     

"Wah, kau sudah mulai open-minded soal itu rupanya. Kukira kau tipe kolot." King Zardakh terkekeh sambil pandangan terus tertuju ke steak yang sedang dia iris. "Apa kau yakin itu yang kau butuhkan, my dear?"     

Sang anak melirik ayahnya. "Apakah sampe sekarang Babeh kagak pernah ngeseks sama sekali semenjak mamak gak ada?"     

Tuan Raja nyaris tersedak. Ia letakkan garpu dan pisau di piring, menjangkau gelasnya, kemudian menyesap anggur sedikit demi sedikit sebanyak tiga kali. Sesudahnya, ia ambil lap makan untuk mengusap bibirnya. "Duh, ucapanmu, anakku."     

"Kenapa, Beh? Langsung nampol ampe ke ulu hati, yak?" Anaknya berlagak inosens. Bahkan matanya dikedip-kedipkan secara cepat.     

"Hahah, lumayan." Sang Raja melanjutkan makannya. "Yah, maklumi saja, gairah ayahmu ini cukup... besar." Beliau berbicara jujur.     

"Pfftt!" Andrea terpaksa tutup erat mulutnya sebelum dia benar-benar menyemburkan tawa lepas. "Kagak perlu ngaku juga udah kentara kok, Beh!"     

"Ah, dasar anak nakal kau ini. Tsk! Hei, apakah Giorge juga setuju dengan apa tadi istilahnya? TTM?" Kini, King Zardakh mulai menatap anaknya. Matanya memandang serius sekaligus penuh minat akan kalimat apa yang akan diberikan sang putri.      

"TTM itu Teman Tapi Mesra, begitu! Oh, iya dong. Dia bakalan setuju apapun mau gue, Beh. Dia kan bucin gue, fufufu..." Andrea terkekeh penuh keyakinan. Ada rasa bangga yang aneh terselip di hatinya ketika dia menyatakan mengenai betapa Tuan Vampir tergila-gila padanya dan disebut BUCIN sebagai istilah jaman kini.     

"Aduh, bucin itu apa pula, dear?" Rasanya King Zardakh perlu membeli kamus gaul kaum muda jaman kini agar dia tidak kewalahan mengikuti percakapan anak-cucu dia nantinya.      

Memangnya ada kamus seperti itu?     

"Bucin itu Budak Cinta, Beh!" Andrea ambil botol wine untuk menuang sendiri di gelasnya. "Beh, apa Babeh bakalan ngasih gue ibu tiri?" Sekarang gantian Andrea yang memberikan pertanyaan menggelitik.      

Ini sebenarnya sudah ingin ditanyakan oleh Nyonya Cambion sejak lama, namun baru ini dia teringat dan lekas menyebutkannya sebelum terlupa lagi.     

King Zardakh lirik tajam sang anak. "Heh, kita sedang fokus dengan berita kau dan Giorge. Jangan alihkan ke persoalan Ayah." Sepertinya King Zardakh paham bahwa anaknya seolah ingin membelokkan percakapan ke topik lain.      

"Hahaha! Emangnya apalagi sih yang mo ditanyain lagi soal gue ama Giorge?" Andrea pun teguk anggurnya. "Semoga gue kagak mabok abis dari sini. Forsaken God, ini masih siang, kan?" Nyonya Cambion memang antara ingin bertanya tentang itu dan sekaligus melengkungkan obrolan ke hal lain saja.      

"Jangan kuatir, Ayah bisa perintahkan supir untuk mengantarkan kau pulang." Steak pun habis. Kini giliran anggur disesap sampai separuh gelas. "Andrea, apakah kau pakai pengaman?" Mata tajam ayahnya menatap lurus ke manik mata sang putri.      

Andrea angkat alisnya. "Pengaman?" Ia berusaha memahami ucapan ayahnya.     

"Saat kau dan Giorge bersenggama. Apakah pakai pengaman?" ulang ayahnya lebih jelas, siapa tau anaknya masih juga tidak paham yang dimaksudkan oleh Tuan Raja.     

Putrinya terdiam, berpikir. "Err... pakai gak yah? Kayaknya sih..." Otak Andrea lekas menuju ke ingatan kapan dia terakhir menstruasi. "Hoohh!" Ia membekap mulutnya dengan mata mendelik.     

Ayahnya menghela napas. "Dasar amatir." Mata lesu tanpa semangat sang baginda Raja pun jatuh memandang piringnya dengan mimik kecewa yang tak jelas untuk anaknya.     

"Beh! Celaka, Beh! Aduh, celaka ini!" Nada panik keluar apa adanya dari mulut Andrea. Sekarang dia benar-benar ingat betapa dia sangat teledor, melupakan hal satu nan penting tersebut!     

King Zardakh tetap bersikap tenang menyesap anggur hingga habis. Agaknya Beliau sudah paham apa yang terjadi. "TTM kok teledor. Amatir, oh amatir..." ejek Tuan Raja.     

"Arrghh! Gue musti cek!" teriak Andrea sembari bangkit dari kursinya, lalu lari terburu-buru keluar dari kondominium ayahnya.     

-0-0-0-0-     

Kepala Andrea menunduk penuh khidmat, memandang benda tertentu di tangan. Suasana hening di kamar mandi rumahnya menambah deru napas Andrea terdengar meski itu oleh telinganya sendiri.      

Dia bagai sedang menghadapi pertempuran hidup dan mati saja saat ini.      

Matanya masih saja tertuju pada sebuah benda. Bahkan mata itu seolah lupa berkedip hanya karena menunggu sebuah hasil yang terasa mendebarkan jantung, menyebabkan dia menggigit bibir bawahnya penuh harap.     

Meneguk ludah disertai keringat dingin, Andrea menatap testpack di tangannya. Benaknya sibuk komat-kamit berharap strip satu yang muncul usai ia rendam alat khusus tersebut di urinnya yang sudah ditampung dalam wadah kecil.     

"NOOOOO!" lolong Andrea panjang hingga Shelly memburu ke atas, menggedor kamar mandi Andrea.     

"Ndre! Ndrea! Kamu kenapa? Ndre?!" Shelly, sang sahabat, kuatir setengah mati. Ia terus mengetuk bertubi-tubi pintu di depannya. Ia tak mau kejadian naas seperti makhluk hitam menimpa lagi pada Andrea.     

Pintu tak lama dibuka dari dalam. Wajah murung Andrea muncul. "Beb..."     

Shelly bingung, bergegas melihat ke dalam kamar mandi, siapa tau menemukan makhluk yang tidak diharapkan. Ternyata hanya ada Andrea saja di kamar mandi tersebut.     

Meski dilanda kebingungan, namun dia memilih memeluk sang sahabat terlebih dahulu. "Gimana? Ada apa, Ndre? Cerita ke aku." Ia tatap penuh perhatian pada sahabatnya.      

"Beb... gue mlendung lagi. Hiks!" Andrea bertingkah seakan-akan dia menangis akan sesuatu.      

"APAAA?!" jerit Shelly kaget.     

-0-0-0-0-0-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.