Devil's Fruit (21+)

Kafe Tropiza Nge-hits!



Kafe Tropiza Nge-hits!

0Fruit 534: Kafe Tropiza Nge-hits!     
0

"Dante, kau yakin?"     

"Sejak kapan kamu doyan di bidang kuliner?"     

"Kok bisa, sih?"     

Mereka bertiga berbarengan mengajukan pertanyaan ke Dante yang bersikap setenang air danau.      

"Ya, aku yakin dengan pilihan yang telah menjadi minatku, Ayah." Tuan Nephilim menjawab ayah mertuanya dulu. Kemudian dia menatap istrinya dan berkata, "Aku mulai belajar kuliner di Negeri Avalonia. Yah, meski mungkin tidak terlalu mendalam mengenai seni gastronomi ala kuliner manusia, tapi aku sudah paham banyak tentang dasar-dasarnya."      

Dante terakhir menatap ke Shelly. "Tentu saja bisa. Aku ingin bisa memasakkan untuk istriku karena aku tau dia tidak pandai memasak."      

"Hooiii... kok aku malah ngerasanya itu bukan niat suci kamu tapi ledekan untuk aku, yah Dan?" Andrea cemberut sembari menonjok kecil lengan keras suaminya.      

Shelly terkikik, King Zardakh tertawa lepas. Keduanya juga paham akan kemampuan Andrea mengenai dunia kuliner yang amat minim.      

Meski Andrea kerap menjadi juru masak di alam Cosmo dulunya, tapi itu hanya serampangan saja dan asal memasukkan bahan-bahan dan seenaknya memasukkan bumbu tambahan. Rasanya memang ajaib, namun tetap juga dimakan oleh anggota kelompoknya saat itu.      

Mungkin para siluman dan beast yang mengikuti Andrea tidak pernah makan kuliner manusia yang lezat, maka masakan Andrea bisa diterima lidah lugu mereka.      

"Halo," sapa Giorge begitu muncul di ruangan itu. Dia terlihat habis mengantar putrinya ke sekolah. Terkadang Tuan Vampir menunggui sebentar sang putri melewati acara makan pagi bersama di sekolahnya sebelum pulang ke mansion.      

"Hai, Gio." Andrea menyapa balik. Yang lainnya hanya tersenyum dan mengangguk ke Tuan Vampir.     

"Sepertinya sedang membicarakan hal asik. Apakah aku mengganggu?" Ia bersiap untuk naik ke kamarnya jika memang dia tidak boleh mendengarkan pembicaraan mereka di situ.      

Andrea lekas bangun dari duduknya dan berjalan ke Giorge untuk menggamit lengan suami keduanya dan menempatkan dia di sebelah Dante. "Kita lagi bahas hal biasa, kok. Sini, ikutan ngegosip juga, yuk!"     

"Hal biasa? Apa itu, Rea?" Giorge patuh didudukkan di sebelah Dante.      

"Hanya membahas bahwa kau sekarang bisa mengambil kendali penuh atas Zean Property." Andrea menjawab suami keduanya yang kini melongo.      

"Kok?" Giorge mulai kebingungan. Ini terlalu tiba-tiba.      

"Ini sudah Ayah bicarakan banyak dengan Andrea dan Myren sebelumnya, Gio." King Zardakh memberikan kalimat.      

"Ohh..." Giorge mengusap tengkuknya untuk meredakan kecanggungan yang tiba-tiba menyergap. "Kalau... itu sudah menjadi keputusan Ayah Mertua, tentu saja aku akan patuhi dan laksanakan sekuat tenagaku."      

"Ayah percaya kau bisa mengelola kantor property, karena Ayah sudah tau kemampuanmu di sana memang kuat." King Zardakh mengangguk-angguk dan menandaskan kopi putihnya.      

"Andrea bisa lebih banyak di rumah bersama Shelly untuk mengurus anak-anak dan sekalian dia bisa belajar memasak dari Shelly." Dante ikut bicara.      

Langsung saja Andrea menyodok pinggang Dante. "Kayaknya skill masak aku parah banget, yak?!"      

"Ha ha ha... aku hanya memberikan saran yang bagus, sayank. Kalian memang lebih pantas berada di rumah bersama anak-anak, kan? Biarlah kami para lelaki yang membanting tulang untuk kesejahteraan dan keamanan kalian," kilah Dante.      

"Nah, Ayah setuju dengan Dante." King Zardakh makin mantap menganggukkan kepala.      

"Tapi... aku kan bisa belajar masak di kafe..." Andrea tak mau patuh begitu saja.      

"Kau hanya akan menganggu kinerja chef di kafe, sayank." Dante berikan alasan kuat.      

Andrea mengerucutkan bibirnya seraya berpikir.      

"Tunggu dulu," potong Giorge. "Kalau Shelly ikut berada di rumah, lantas... siapa yang mengurus kafe?" Ia menatap penuh tanya ke orang-orang di ruang tersebut.      

"Aku." Dante menjawab singkat.      

"Serius?" Giorge naikkan alisnya, terkejut, tak menyangka.      

Tuan Nephilim mengangguk. "Kafe biar aku dan Kenzo yang mengurus. Aku yakin kami mampu."     

Maka, keputusan pun ditetapkan. Giorge akan mengurus kantor properti, sedangkan Dante dan Kenzo bekerja sama mengelola kafe.      

"Aku kalo bosen di rumah boleh main ke kafe, kan?" tanya Andrea.      

"Tentu saja boleh, sayank. Itu kan milik kamu..." Dante tersenyum hangat seraya cubit hidung istrinya.      

.     

.     

.     

Hari pertama kafe ditangani Dante, mendadak saja kafe mulai lebih ramai ketimbang sebelumnya. Banyak remaja putri dan wanita muda yang ingin mendatangi Kafe Tropiza.      

Apalagi alasannya jika bukan karena adanya Dante sebagai sous chef di sana? Ditambah Kenzo yang berperan sebagai pengantar hidangan. Dua pria beda ras itu sangat memikat pengunjung. Terutama pengunjung perempuan.      

Segera, tak sampai seminggu, Kafe Tropiza jadi tren di Distrik Roppongi. Semua wanita muda ingin melihat duo ketampanan yang ada di sana. Satu sebagai sous chef, dan satunya lagi sebagai pelayan.      

Meski Kenzo bertindak bagai pelayan, namun sikapnya begitu elegan ketika menghidangkan makanan ke pengunjung layaknya seorang Butler profesional. Dan pengunjung terkadang ingin bertemu secara langsung dengan Dante yang menjadi chef kedua di Tropiza, bukan chef utama.      

Duo tampan itu sudah sepakat untuk tampil memikat sebagai daya tarik bagi pengunjung agar Kafe Tropiza bisa laris dan terkenal.      

Benar saja. Dalam kurun satu bulan, Kafe Tropiza sudah jadi tren tersendiri di Tokyo dikarenakan Dante dan Kenzo.      

Banyak pengunjung wanita yang terpesona dengan ketampanan Tuan Nephilim dan Sang Panglima Incubus.      

Andrea dan Shelly kadang hanya bisa putar bola mata dan menahan cemberut jika melihat pengunjung wanita berlagak genit pada suami mereka.      

Tapi mau bagaimana lagi? Ini adalah bisnis, dunia yang menyajikan tidak saja ketrampilan, tapi juga daya pikat agar bisa terus berjaya.      

King Zardakh juga takjub dengan melejitnya nama Kafe Tropiza di kota Tokyo. Ini diluar ekspektasi dia. Jika tadinya Kafe Tropiza terkenal hanya karena tempat dan makanannya yang unik, kini ditambah dengan daya tarik chef dan pelayannya.      

"Ken, jangan mau dipegang-pegang, dong ihh!" Shelly cemberut ketika melihat salah satu pengunjung ibu-ibu yang nekat memegang lengan Kenzo hanya karena ingin menambah minuman.      

"Iya, dear. Maaf. Tapi, dia cuma pegang lengan saja, kok! Tidak sampai pegang selangkangan aku. He he..." Kenzo malah makin menggoda istrinya yang cemburu.      

Shelly hentak-hentakkan kakinya, lebih cemberut lagi. "Gak boleh! Mendingan aku minta ke Ndrea untuk pecat kalian berdua aja deh dan kafe aku aja yang tangani kayak dulu!"      

Andrea juga sudah berwajah masam ketika dia duduk di sudut kafe bersama Shelly. "Dan, kalo kamu niatnya mo tebar pesona, mendingan aku kurung kamu di rumah aja lah!"      

"Sayank... jangan marah begitu... mereka tak ada yang macam-macam padaku, kau bisa percaya padaku, oke? Aku janji bisa menjaga diriku," sahut Dante sambil acungkan dua jari tanda ikrar.      

"Waahh... ternyata sekarang Kafe Tropiza makin ngehits aja, nih!" Revka datang membawa Shona, mampir ke Tropiza untuk makan siang usai Shona pulang sekolah. "Dan akhirnya aku paham kenapa bisa terkenal gini di medsos sana-sini! Sepupu aku memang luar biasa!" Ia menepuk-nepuk pundak Dante.      

Andrea mendecih. Shelly masih cemberut.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.