Devil's Fruit (21+)

Bisnis Jovano



Bisnis Jovano

0Fruit 545: Bisnis Jovano     
0

"Ginza?!" Andrea setengah menjerit karena terlalu terkejut dengan ide dari ayahnya mengenai pemindahan Kafe Tropiza.      

"Iya, Nak. Tidak terlalu jauh dari Roppongi, kan? Dari sini juga sekitar 10 menit paling lama kalau tidak macet." King Zardakh bersemangat membakar minat anaknya.      

"Ginza?" ulang Giorge. "Bukankah itu kawasan belanja paling ternama di Tokyo ini, betul kan Yah?"      

King Zardakh mengangguk. "Di sana merupakan distrik perbelanjaan paling terkenal, bahkan sampai keluar negeri. Ada banyak supermarket besar, butik kelas atas, restoran bergengsi, dan berbagai klub dan bar. Kawasan hiburan juga banyak di sana. Intinya, kita akan punya lebih banyak pelanggan jika membuka bisnis yang bagus di Ginza."      

Andrea mengusap-usap dagunya seolah memiliki jenggot saja. "Tapi kan bayar sewa ato beli toko di sono mahal banget, Beh!"     

"Kau pikir Ayah tidak tau seberapa banyak tumpukan uangmu, heh?" King Zardakh menatap menggoda ke putrinya.      

"Dih, ternyata tukang intip, tukang kuntit rekening orang pula! Cih!" Andera mengejek ayahnya.      

King Zardakh terbahak-bahak. "Pokoknya, Ayah yakin kau masih mampu jika membeli dua toko besar di daerah Ginza, Andrea." Beliau menaik turunkan alisnya.      

Andrea palingkan pandangan. Ayahnya ini sangat menyebalkan karena bisa mengetahui apapun yang ingin disembunyikan dia. Iblis memang susah dilawan!     

Maka, rencana memindahkan Kafe Tropiza ke Ginza pun mulai dicanangkan. Myren juga mendukung itu ketika dia berkunjung ke mansion adiknya bersama sang suami tanpa membawa anak.      

"Bagus, adikku! Siapa tau kafemu dan butik baruku berdekatan!" seru Myren ketika dia diberitahu mengenai rencana pemindahan Tropiza ke Ginza.      

"Heh?! Kak Myren udah punya butik baru di sana?!" Andrea terpekik takjub. "Diihh! Keren! Kok gak bilang-bilang?!"      

"Ha ha ha! Hanya butik kecil, sih? Nggak sebesar yang di Marunouchi, kok!" Myren merendah sedikit.      

"Dan Kak Ronh punya hotel juga gak bilang-bilang, hayo?" Andrea menoleh ke Ronh, kakak iparnya dengan muka cemberut.      

Ronh hanya tersenyum malu-malu dan menjawab, "Anu... ha ha... hanya sedang coba-coba saja, Tuan Putri. Lagi pula... Jenderal yang memintaku untuk mengelola sebuah bisnis berskala besar."      

Panglima Incubus, rekan Kenzo ini, Ronh, meski sudah memiliki status sebagai suami dari Myren, namun kebiasaan lama dia menyebut istrinya sebagai Jenderal, tidak bisa dengan mudah dihilangkan. Dia juga terkadang menyebut Andrea sebagai Tuan Putri.      

"Kak Ronh, mo sampai kapan manggil Kak Myren tuh Jenderal melulu, heh?" Andrea ingin menggoda kakak iparnya yang pemalu meski kuat. "Jejangan... di ranjang Kak Ronh juga nganuh Kak Myren dengan panggilan Jenderal? Ugh! Ugh! Apakah ini enak, Jenderal? Urgh! Jenderal, milikmu sangat luar biasa, aku terkesima sampai bertekuk lutut tak berdaya!"      

Myren lekas menampar kepala adiknya. "Hebat sekali imajinasimu sekarang, Dik? Kau juga mulai tak malu-malu berkata vulgar, heh? Apakah rutinitas threesome kalian memiliki efek ke dirimu yang bisa berkata semesum itu, hm?" Mata sang Jenderal berkilat ke adiknya.      

Andrea mendadak salah tingkah. Ia sibuk memberi alasan yang justru makin menimbulkan tawa Myren dan King Zardakh, sementara itu kedua suami Nyonya Cambion hanya bisa tersenyum penuh arti.      

Sangat beruntung bahwa tak ada anak-anak yang nimbrung di ruangan ini.      

Tak berapa lama, muncul Jovano dari pintu depan. Sepertinya dia baru saja selesai dengan kegiatan klub-nya.      

"Ahh, sialan sekali! Bisa-bisanya dibatalkan!" gerutu Jovano sambil menatap layar ponselnya.      

"Kenapa, Jo?" tanya sang ayah kandung ketika anak sulungnya sudah mencapai ke ruang tengah mansion mereka.      

"Ini, Dad, pembeliku membatalkan pesanannya! Padahal aku sudah memesan barangnya dari Amerika! Aku tak mungkin batalkan produsen di Amerika atau aku bisa di-black list nantinya. Huh! Aku rugi kalau begini!" Jovano mencelotehkan kekesalannya.      

"Pembeli?" Dante dan Andrea sama-sama bertanya hampir berbarengan.      

Jovano menatap kedua orang tuanya dengan pandangan kikuk seperti anak kecil ketahuan mengambil permen yang dilarang.      

"Apakah kalian belum tau kalau cucuku ini pandai berbisnis?" King Zardakh silangkan kakinya dengan santai, memandang Jovano penuh rasa bangga. Bagaimana tidak bangga jika ternyata si cucu memiliki dua macam kekuatan yang sangat dahsyat yang bahkan King Zardakh saja harus berhati-hati tidak perlu menjajal kekuatan itu.      

"Bisnis?!" pekik Andrea, kaget.      

"Jo punya bisnis?" Dante tak kalah kaget.      

"He he... bisnis kecil-kecilan, kok Mom, Dad!" Jovano meringis karena sudah ketahuan. Ini juga gara-gara dia tidak bisa menahan kekesalannya barusan sehingga akhirnya dia kelepasan bicara.      

"Bisnis apa, yah? Kok ampe bikin simbah kamu sebangga itu? Jangan bilang bisnis tambang permata? Atau bisnis pesawat ulang alik?" Andrea waspada jika itu memang benar, sehingga ia tak perlu jantungan.      

"Sebenarnya itu sempat aku tawarkan ke Jo, tapi dia menolak." King Zardakh menyambar tanpa bersalah meski mendapat pelototan mata dari Putri Cambion.      

"Chill, Mom! Hanya bisnis baju dan pernak-pernik anime saja, kok! Untuk keperluan cosplay." Jovano rebahkan pantatnya di salah satu sofa yang tersisa di ruangan tersebut. Ia meletakkan tas punggungnya yang menggembung besar karena berisi banyak buku dan pakaian bekas olah raga di klub.      

"Kok Mama baru tau kamu punya bisnis begituan?" Andrea menatap penuh selidik ke putra sulungnya. "Dan napa malah simbahmu ini yang lebih tau daripada Mama?"Ia melirik kesal ke ayahnya yang tidak memberitahukan masalah ini kepadanya.      

"Easy, Mom. Itu karena Mommy terlalu ribet dan terlalu protektif padaku. Mommy itu banyak tanya yang tidak penting, dan juga banyak melarang jika kegiatanku tidak sesuai dengan pemikiran Mommy." Jovano meluapkan isi kepalanya seperti curhat tersamar disertai desah napas.      

"Heh? Kok gitu, sih?" Andrea sudah akan berang mendengar jawaban anaknya yang seolah-olah menyudutkan serta menyalahkan dia. Selama ini dia bertindak over-protektif pada Jovano, itu karena rasa sayangnya dan tak ingin Jovano celaka.      

"Sudah, yank... jangan marah dulu. Mungkin ini tanda bahwa kau harus lebih rileks jika lain kali Jo bercerita padamu." Dante mengelus-elus punggung istrinya.      

"Benar, Rea. Anak lelaki biasanya makin dikekang, maka akan semakin susah didekati untuk jujur pada kita sebagai orang tua. Lebih baik berikan saja rasa percaya kita pada Jo dan yakin bahwa Jo bisa menangani semuanya dengan baik dan bertanggung jawab, benar kan, jagoan?" Giorge kedipkan satu mata ke Jovano.      

Bocah itu makin melebarkan cengirannya dan acungkan jempol ke ayah keduanya.      

Andrea mendesah. Rasanya dia harus membiasakan diri untuk perlahan-lahan mempercayai Jovano karena bocah lelaki itu sudah makin besar dan bahkan dia sendiri sudah menuntut agar dipercaya oleh Andrea.      

Mungkin Giorge ada benarnya, makin kita mengekang anak untuk tumbuh berkembang, maka anak akan semakin menutup diri pada kita. Andrea tidak ingin itu terjadi.      

Maka, sang Cambion menarik napas dalam-dalam dan keluarkan pelan-pelan untuk selanjutnya berbicara pada anak sulungnya. "Oke, Mama gak akan terlalu ngekang kamu lagi, Jo, tapi tolonglah kamu lebih dulu cerita ke Mama kalo ada apa-apa. Oke?"     

"I'll try, Mom!" Jovano tersenyum diagonal.      

"Isshh, ini anak!" Andrea gemas akan jawaban anaknya.      

"Jadi... kamu buka toko di mana, Jo?" Dante bertanya ke putranya.      

"Di Rakuten dan Amazon Japan, Dad." Jovano menatap ayahnya dengan pandangan penuh rasa percaya diri. "Aku memiliki online shop, Dad. Bukan toko fisik."      

"Udah berapa lama, Jo?" Kali ini ibunya yang bertanya.      

"Hampir dua tahun di Amazon Japan, dan tiga tahun di Rakuten." Mata Jovano bersinar menampilkan rasa bangga pada kemampuan dirinya.      

"Da-dari tiga tahun lalu?!" Andrea sampai tergagap.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.