Devil's Fruit (21+)

Salah Asuh?



Salah Asuh?

0Fruit 551: Salah Asuh?     
0

Esok paginya, suasana masih diselimuti dengan kebahagiaan semalam. Para orang dewasa yang berkumpul untuk mengobrol di ruang tengah terus membicarakan pesta semalam yang sukses.      

Namun, dari arah lantai atas, di kamar Ivy, terdengar jeritan kecil. "Tidak mau! Aku mau pake baju ini! Baju ini! Pokoknya yang ini saja!"      

Andrea yang berada di ruang makan mendengar jeritan sang putri bungsu. Mendesahkan sepenggal napas keluar, dia pun melangkah meninggalkan ruang tengah dan naik ke kamar Ivy.      

Di kamar si bungsu, Ivy sedang bersikeras tak mau memakai seragam TK dia dan hanya ingin memakai kostum pesta semalam. Giorge tampak kewalahan untuk membujuk sang putri yang biasanya patuh padanya.      

"Ivy sayank, sekarang pakai seragam sekolah kamu dulu, yah! Nanti sepulang sekolah, kau bisa pakai lagi kostummu, oke?" Andrea ikut membujuk meski pesimis.      

"Tidak mau! Tidak mau! Tidak mau!" jerit Ivy makin keras ketika ibunya turut membujuk. Andrea dan Giorge saling berpandangan. Mereka heran. Biasanya Ivy sangat patuh pada ayah kandungnya, kenapa kali ini tidak?     

Jovano sudah tiba di ambang pintu kamar adiknya dan sudah memakai seragam SD hari Senin dia. "Ivy, kenapa? Ada apa? Kak Jo sampai dengar suara Ivy dari kamar Kak Jo, loh!" Ia mendekat ke sang adik yang hampir menangis.      

"Adikmu ingin tetap memakai kostum dia untuk ke sekolah." Giorge menjelaskan masalahnya.      

"Ohh... begitu ternyata." Jovano berikan senyum simpatik ke sang adik dan berjongkok di depan Ivy. "Ivy manis, ke sekolah kan memang harus memakai seragam sekolah. Tidak boleh pakai baju yang tidak diwajibkan."     

"Sekolah bodoh!" sembur Ivy seketika dengan muka merah padam menahan marah.      

Meski Jovano dan kedua orang tuanya kaget mendengar bentakan amarah Ivy, Jovano lekas menguasai diri dan masih tersenyum lembut ke adiknya.      

Jovano berkata, "Ivy-ku yang manis... kostum Kurumi itu kan sudah dipakai dari kemarin. Dari siang, bahkan juga dibawa tidur, kan? Nah, pasti itu mulai kotor dan juga bau. Apakah Ivy ingin dilihat kotor dan teman-teman Ivy akan meledekmu karena bau?"      

Ivy terdiam beberapa saat dan menggeleng.      

"Nah, supaya Ivy yang manis ini tidak dikata bau dan kotor karena memakai pakaian kemarin, bagaimana kalau baju Kurumi dicuci dulu. Nanti Kak Jo akan minta Om Kenz untuk keringkan bajumu secara instan pakai kekuatan api dia." Jovano tak mundur membujuk adiknya. Dia sudah bersiap dengan jawaban andai Ivy memberi kalimat agar Kenzo sekarang saja membuat baju itu bersih.      

Tapi, ternyata Ivy tidak mengucapkan apa yang dikhawatirkan Jovano. Gadis hibrida Vampir dan Cambion itu mulai surut dan mengangguk sambil serahkan kostum Kurumi Tokisaki yang ada di pelukannya ke Jovano. "Harus lekas dicuci dan dikeringkan. Nanti pulang sekolah, aku ingin pakai ini lagi," tutur Ivy dengan suara lirih.      

Jovano menerima kostum itu dan mengangguk mantap. "Jangan khawatir! Om Kenz hebat untuk urusan itu! Nah, sekarang... Ivy pakai dulu seragamnya, yah! Kak Jo dulu juga pakai seragam seperti ini. Apalagi seragamnya terlihat cantik di Ivy."     

"Benarkah? Benarkah ini cantik di aku?" Ivy menerima seragam dari ayahnya dan mulai bersedia dipakaikan.      

"Tentu saja! Karena Ivy kan memang sudah cantik dari dulu. Pakai apa saja pasti terlihat manis dan imut." Jovano kian memberi suntikan rasa percaya diri ke adiknya.      

"Tapi... teman sekelasku bilang Feliana lebih cantik dari aku..." Muka Ivy pun muram.      

"Huh, Kak Jo tak tau menahu dengan temanmu yang bernama Feli entah itu, tapi bagi Kak Jo, Ivy yang paling cantik!" Jovano kian menggombal. Ia tak punya pilihan lain. Ivy sudah terlalu dimanja dan dipuja puji oleh Giorge sejak bayi.      

Menaklukkan Ivy harus dengan pujian dan sedikit gombalan.      

Andrea sampai memutar bola matanya. Ia melotot ke Giorge yang tersenyum kecut secara canggung, paham kalau dia sedang disalahkan sang istri karena terlalu memanjakan si bungsu.      

Mendengar kalimat pujian dari Jovano, wajah Ivy kembali cerah. Apalagi Jovano menjanjikan akan membelikan lagi kostum serupa untuk Ivy. Sang kakak sepertinya langsung paham bahwa adiknya mulai menyukai kostum-kostum anime berjenis lolita.      

Tentu saja. Ivy dari kecil banyak dihujani dengan baju-baju ala tuan putri Eropa. Boneka dan segala permainannya juga tak jauh dari itu. Bahkan dia suka diperlakukan bagai tuan putri.      

.     

.     

.     

"Anakku dibikin sesat ama bapaknya, nih!" keluh Andrea ketika siang itu duduk di sudut Kafe Tropiza, di tempat nongkrong dia biasanya bersama dengan Shelly dan yang lain.      

"Gio terlalu memanjakan Ivy, yah?" Shelly seolah tau inti keluhan dari sang sahabat. Ia biasa melihat Tuan Vampir yang kerap menyanjung Ivy secara berlebihan dan memperlakukan Ivy bagaikan putri raja.      

"Iya. Huft! Padahal dulu kami udah sepakat kagak mo terlalu manjain Ivy. Tapi liat, deh! Malah si kampret itu yang ingkari janji kami. Kesel aku kalo ingat itu. Akhirnya kan jadi susah untuk belokin Ivy ke jalan yang benar." Andrea lipat dua tangan di atas meja sebagai bantalan untuk kepalanya yang rebah.      

"Makanya buruan didik yang benar tuh anak bungsumu!" Revka sudah berapi-api seperti biasanya. "Contoh tuh Shona. Meski dia dimanja ama Djanh, mana berani dia bertingkah melunjak?"      

Andrea hanya bisa mendesah tanpa angkat kepalanya dari meja.      

"Kalo perlu, tampol tuh Ivy biar kagak makin seenaknya!" Revka masih bersemangat bicara.      

Sekarang Andrea tegakkan kepala dan menatap Revka. "Tampol? Gue bisa dilaporin ke komisi anak-anak, woi! Enak aja main tampol. Mentang-mentang Mpok Kitty beringas di ranjang, demennya main tampol aja ma anak-anak."      

"Heh! Enggak seperti itu, goblok!" Seperti biasa, Revka mulai meradang kalau diledek Andrea. "Maksudku bukan benar-benar ditampol pakai tangan! Pakai didikan, dasar tolol kau ini! Heran, kenapa sepupuku bisa tergila-gila pada perempuan setolol kau..." rutuk Revka.      

"Cinta itu susah dijabarkan dengan logika, Revka." Tiba-tiba saja, Dante sudah ada di belakang Andrea dan mengecup kepala sang istri.      

"Csk!" decih Revka melihat itu dan membuang pandangannya.      

Andrea terkikik penuh aura kemenangan. "Thank you, hubby." Ia berikan senyum ke suami pertamanya. Apalagi sang Nephilim membawakan cemilan enak ke meja itu untuk disantap para ibu muda tersebut.      

"My pleasure, wifey sayank." Kemudian Dante berlalu karena akan memasak pesanan lainnya.      

 "Dante ma si Vampir gimana kabarnya? Masih rukun sentosa?" tanya Revka sambil mengambil cemilan buatan Dante.      

"Masih, dong. Berkat kepandaian Permaisuri Andrea ini, tak ada lagi huru hara tak perlu." Andrea berkata seraya tunjukkan wajah bangga.      

"Halah! Palingan kau ancam tidak akan beri mereka jatah!" Revka lekas menyahut. Tangannya juga bergerak secepat mulutnya menyambar makanan ringan dari Dante. "Pasti kau suap mereka pakai threesome saban malam, iya kan?"      

"Hi hi... kegiatan threesome mereka cukup aktif, loh! Nggak cuma malam aja." Shelly menimpali.      

"Hekh!" Revka nyaris tersedak dan melotot kaget. "Dih! Dasar iblis mesum!"      

"Oi! Aku dah manusia full, woi!"      

"Iya, kau bekas iblis mesum yang masih tersisa mesumnya! Cih!"      

"Grrrhhh... dasar Kitty gendut! Terus aja sono ngunyah biar bodi lu kayak tong! Biar Djanh cuwk nyari bini muda!"      

"Kagak gendut! Enak aja bilang bodi aduhai gini gendut! Dante! Dan! Aku gak gendut, kan Dan?!"     

"Gue laporin Djanh cuwk nih kalo lu masih mo godain lakik gue!"      

"Eh sialan! Siapa yang mo godain lakik kau?! Awas aja kalo ampe fitnah aku ke lakik aku!"      

Shelly cuma bisa tersenyum geli melihat duo frenemies di depannya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.