Devil's Fruit (21+)

Bertemu Ibunda Untuk Terakhir Kalinya



Bertemu Ibunda Untuk Terakhir Kalinya

0Fruit 559: Bertemu Ibunda Untuk Terakhir Kalinya     
0

Sang Raja Incubus terkekeh. "Ayah bisa kembalikan darah iblismu seperti semula, Andrea."      

Sang Cambion linglung seketika. "Tapi... tapi kan... dulu... darah iblisku..." Andrea terpaksa melayangkan memorinya pada tragedi itu.      

Tragedi yang menimpa ibunya, Nivria, demi bisa mengabulkan keinginan Andrea yang berhasrat melenyapkan darah iblisnya waktu itu.      

Keinginan egois Andrea yang merenggut nyawa sang ibu. Sebuah tragedi yang memukul jiwa Andrea, karena sang ibu berpura-pura dan menyamar sebagai King Zardakh agar dibunuh Andrea.      

Andrea saat itu tidak tau menahu jika cara melenyapkan darah iblis dengan cara membunuh ibu kandungnya, bukan ayah kandungnya.      

"Beh... gimana bisa darah iblisku..." Andrea meremas tangannya dengan alis terjalin naik ke atas dan mata menahan tangis.      

"Sebenarnya, dulu ibumu terlalu gegabah dan tidak berkonsultasi terlebih dahulu denganku, akibatnya dia malah keliru mendapatkan mantra dan itu bukan jenis yang melenyapkan darah iblismu, Andrea." King Zardakh memberikan penjelasan.      

"Tapi... tapi dia mati karena itu!" teriak Andrea pilu. "Gimana mungkin dia salah?!"      

"Yang dia ambil dari buku kuno ternyata mantra untuk menyegel darah iblis menggunakan nyawanya. Mungkin dia tidak tau buku kuno mana yang seharusnya bisa melenyapkan darah iblis meski memang metodenya sama, harus mengorbankan nyawa sang ibu kandung, entah itu menyegel atau melenyapkan." King Zardakh melanjutkan.      

"Menyegel..." Andrea menatap kosong ke ayahnya. Apakah raja Incubus itu sedang berdusta padanya? Sang Cambion terus mempertanyakan itu di benaknya.      

Sang raja Incubus pun mengeluarkan sesuatu dari tangannya. Sebuah bola cahaya yang berputar bagai berulir sebesar telur ayam, berwarna putih kebiruan. Jangan, jangan bayangkan telur bebek!      

"Ayah diamanatkan oleh ibumu untuk mengeluarkan ini ketika kau memang membutuhkannya." King Zardakh mendekatkan bola cahaya putih kebiruan sebesar telur ayam itu ke Andrea.      

"Beh... ini... ini apa? Benda apa ini? Kok rasanya... familiar?" Andrea ragu-ragu menyuarakan pemikirannya. Tapi, dia memang merasakan sesuatu yang sangat akrab ketika bola cahaya itu berdekatan dengan dirinya.      

"Ini sisa jiwa dari ibumu, Nak." Ucapan dari sang tuan raja klan Orbth sungguh membuat Andrea terhenyak kaget.      

"Ji-jiwa Ibu?" Andrea terbelalak menatap bola cahaya itu lalu ganti menoleh ke ayahnya, berharap dia diberi penjelasan yang bisa masuk di akal.      

"Sisa jiwa. Ini sisa jiwa milik ibumu. Dia meninggalkan ini sebelum mati. Dia memberitahuku untuk menjaga sisa jiwa ini dan memberikan padamu ketika kau memang dalam momen sangat terdesak saja." King Zardakh memberikan penjelasan yang diminta sang anak berdarah Cambion.      

Air mata Andrea tanpa terasa meleleh membasahi pipi dan dia tidak menyadari itu. "Beh..." Ia tatap ayahnya dengan pandangan bingung dan kacau. Ini terlalu mendadak dan mengguncang dia.      

King Zardakh pun tersenyum pada putri cambion dia dan berkata, "Nah, sekarang... berbaringlah. Di sini pun tidak masalah. Ayah akan masukkan sisa jiwa ini ke dirimu."      

Andrea dituntun oleh Giorge untuk berbaring rebah di sofa ruang tengah sesuai dengan arahan ayahnya.      

"Pejamkan matamu dan rilekskan dirimu, Andrea. Jangan melawan apa yang akan masuk ke dirimu sebentar lagi." King Zardakh makin dekatkan bola cahaya yang ternyata adalah sisa jiwa dari istri tercinta ke putrinya yang patuh.      

"Oke, Beh... aku siap." Andrea mulai pejamkan mata dan bersikap rileks seperti yang diminta sang ayah.      

"Ayah akan mulai masukkan. Kau harus tahan sedikit nanti, yah!"      

"Oke, Beh. Bring it on!"      

"Nak..."     

"Apa, Beh?"     

"Titip salam sayang untuk ibumu, yah!"      

Andrea tersenyum meski tetap pejamkan mata. "Semoga aja gak kelupaan, Beh!" godanya pada sang ayah yang terkekeh.      

Tak lama kemudian, bola cahaya putih kebiruan itu pun mulai dimasukkan ke dalam dada sang Cambion. Prosesnya begitu mudah seolah tubuh Andrea menyerap sisa jiwa itu tanpa masalah.      

Setelah bola cahaya milik Nivria itu masuk ke tubuh Andrea, dada sang Cambion mendadak membusung sejenak dan kemudian kembali berbaring tenang.      

King Zardakh berkata pada kedua menantunya, "Dante, Gio, kalian lekas pegangi tubuh istrimu. Pegangi dan jangan sampai jatuh."      

"Hah?"     

"Kok?"     

Dante dan Giorge bersama-sama menyahut dengan nada heran.      

"Percaya pada Ayah." King Zardakh tersenyum kecil.      

Sementara itu, kesadaran Andrea di bawa ke tempat lain. Sebuah lingkungan yang begitu asri dan hijau. Ia duduk di rerumputan rendah yang nyaman.      

Tak berapa lama, sesosok mulai muncul dari udara dan membentuk siluet, kemudian berubah menjadi Nivria. "Sayangku..."      

"Ibu..." Andrea bangkit dari duduk dan menerjang ke ibunya. Ia lepaskan tangisnya di pelukan sang bunda. "Ibu... huhuhuuu... aku kangen banget... huhuhuuu..." Ia menangis bagai anak kecil.      

Nivria mengelus kepala putrinya. "Iya, Ibu tau, kok! Tapi Ibu hanya bisa begini saja. Ini pun hanya sekali ini kita bisa bertemu, Nak."      

Andrea mendongak dan mengusap air matanya. "Maksud Ibu?"      

"Setelah sisa jiwa Ibu ini masuk ke kamu, dan kita bertemu begini, maka ini benar-benar pertemuan terakhir kita, sayank..." Jemari lentik Nivria mengelus lembut pipi basah putrinya. "Ini sisa jiwa terakhir dari Ibu yang susah payah Ibu titipkan ke ayahmu."      

"Gak! Huhuhu! Ibu gak boleh pergi lagi! Uhuhuhu!" Andrea menangis sesenggukan lagi dan mempererat pelukannya. "Dulu aku salah banget! Dulu aku bikin Ibu celaka! Aku durhaka ke Ibu! Aku pengen Ibu gak pergi! Ibu! Ibuuuu! Uhuhuuu...! Ndrea belum jadi anak baik untuk Ibu! Ibu gak boleh pergi!"      

Mata Nivria ikut basah mendengar lolongan pilu putrinya. "Andrea, Ibu percaya kau pasti kuat. Kau anak Ibu. Dan anak Ibu sudah pasti kuat!" Ia raih wajah sang putri dan dongakkan sehingga manik mereka saling bertemu. "Bagi Ibu, kamu anak yang berbakti. Kau putri kebanggaan Ibu. Jangan katakan lagi kau anak durhaka, yah!"      

"Ibu... Ibuuu..." Andrea puaskan tangis di pelukan Nivria.      

Wanita indigo yang pernah menjadi istri dari King Zardakh itu masih secantik biasanya, bahkan jika bersanding dengan Andrea, mereka lebih mirip seperti kakak dan adik. Ia begitu cantik, anggun, dan awet muda.      

"Ibu... apakah Ibu bisa melihat anak-anakku?" tanya Andrea setelah puas menangis. Ia sungguh-sungguh seperti anak kecil yang sedang bermanja di dekapan ibundanya.      

Nivria menggeleng. "Ibu tidak bisa melihat mereka. Tapi Ibu bisa tau kalau kita menyatukan pikiran. Ayo, sini kita satukan dahi kita, agar Ibu bisa melihat cucu-cucu hebat Ibu."      

Andrea segera lakukan apa yang diminta sang ibu, menyatukan dahi mereka dan saling memejamkan mata untuk satukan gelombang pikiran mereka berdua.      

Perlahan-lahan senyum di wajah lembut Nivria mengembang tak berapa lama mereka saling menyatukan pikiran. "Mereka sangat tampan dan cantik, Nak. Cucu-cucu Ibu sungguh tumbuh dengan baik dan hebat."      

Kemudian, dahi keduanya mulai berjauhan dan mereka sama-sama membuka mata.      

"Iya, Bu, mereka memang cucu-cucu Ibu yang sangat hebat." Kemudian, Andrea menceritakan sekilas mengenai Jovano dan Ivy. Nivria mendengarkan penuh perhatian dan sesekali terkikik geli. Wajahnya menyiratkan kebahagiaan dan tanpa penyesalan apapun.      

"Nak, karena kau ada di sini, pasti ada sesuatu yang sangat mendesak, benar bukan?" Nivria kerutkan dahinya.      

Andrea mengangguk dan menceritakan mengenai Ivy.      

Usai Nivria mendengar penuturan putrinya, ia berkata ke Andrea, "Sayankku, Ibu akan berikan kembali kekuatanmu. Ibu akan membuka segelnya."      

"Heh?"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.