Devil's Fruit (21+)

Pencurian Bibir



Pencurian Bibir

0Fruit 458: Pencurian Bibir     
0

Suasana meja itu terasa akrab dan dekat. Saling canda, saling ledek, saling membela diri. King Zardakh dan King Huvr, ayah Pangeran Djanh, menatap senang anak-anak mereka terlihat akur satu sama lain.     

"Sepertinya kita harus banyak bekerjasama, Zardakh." King Huvr dekatkan kepala ke King Zardakh yang duduk di sebelahnya di meja khusus undangan penting.     

King Zardakh mengangguk setuju. "Itu memang sebuah keharusan, bukan?"     

Keduanya lantas asik terlibat perbincangan mengenai bisnis beserta orang di meja tersebut.     

Sebelum pulang, Myren sempat memberi saran. "Coba pelan-pelan nanti kau tambahkan menu masakan Indonesia ke kafemu. Ambil menu yang paling populer dari negaramu."     

Andrea manggut-manggut seolah berpikir. "Kita lihat gimana perkembangan kafe ini, Kak. Makasih sarannya."     

Setelah semua tamu pulang, kini tinggal keluarga inti Andrea yang berkumpul di meja. King Zardakh masih ada. Dia memangku cucunya yang berdandan tampan malam ini.     

Para chef dan pelayan lainnya duduk di meja lain. Semua menikmati makanan sebelum tempat itu benar-benar ditutup sebelum semua pulang.     

Kenzo berdiri. Semua pandangan segera tertuju ke arahnya. "Maaf, saya menginterupsi sebentar."     

"Ada apa, Zo?" tanya Andrea.     

"Ada berita yang harus saya sampaikan, Tuan Puteri." Kenzo menjawab.     

"Katakan, Kenz." King Zardakh mempersilakan.     

"Terimakasih, Tuan." Kenzo membungkuk hormat ke rajanya. Lalu menatap semua orang. "Sebelumnya, saya sangat senang dengan suksesnya acara ini. Kita semua sudah bekerjasama dengan luar biasa."     

"Ah, ya benar! Kenzo sangat mewakili apa yang pengen gue sampaikan. Oke, lanjut, Zo." Andrea kembali persilahkan pengawalnya untuk teruskan bicara.     

"Terimakasih, Puteri. Saya... saya memiliki berita sangat sangat bahagia." Kemudian dia menatap ke istrinya. "Shelly... akhirnya hamil."     

Seketika Andrea menjerit senang lalu memeluk sang sahabat penuh haru. King Zardakh menepuk-nepuk pundak Kenzo. Sedangkan para pelayan dan chef bertepuk tangan ikut senang.      

"Kau memang tidak mengecewakan ras kami, Kenz," puji King Zardakh. "Buatlah anak sebanyak mungkin." imbuh sang raja, membuat Panglima Kenz tersenyum canggung.     

"Udah berapa bulan, beb?" Andrea penasaran.     

Shelly tersipu. "Kayaknya sekitar tiga. Iya, jalan tiga. Masih belum keliatan."     

"Duh, kamu ini yah! Kenapa gak bilang dari kemarin-kemarin, beb? Tau gini kan gue gak bakal ijinin elu kecapean malam ini ngurus dapur." Andrea jadi merasa bersalah.     

Shelly menggeleng. "Jangan ngerasa salah, Ndre. Ini juga aku baru aja tau malam ini sesudah acara kelar. Tadi waktu pipis aku nyobain testpack, ternyata positif, hehe."     

"Lah, udah sedia testpack berarti kan lu dah kerasa gejala-gejala hamilmu, beb. Hadeh, kamu ini..." sesal Andrea. Dia takkan memaafkan dirinya jika janin sang sahabat gugur dikarenakan mengurus dapur kafe. "Dah! Pokoknya mulai sekarang, bebeb kagak boleh di dapur. Kagak boleh capek."     

"Ndre..."     

"Titik, beb. Pokoknya itu titah absolut dari gue. Oke?" Andrea tatap tajam mata Shelly. Dia tak mau lagi melihat kepedihan sang sahabat karena kehilangan anak seperti tahun dulu di pegunungan Amerika. Ia bersumpah harus menjaga Shelly dan anak-anak Shelly.     

Kenzo dan Shelly menerima ucapan selamat dari semua di ruangan itu. Sayangnya Myren lekas pulang karena anaknya sudah rewel akibat mengantuk.     

Giorge yang masih bertahan di sana ikut memberikan selamat. Meski Kenzo selalu waspada pada pria vampir itu, namun dia bisa tersenyum menerima ucapan selamat dari Giorge.     

Akhirnya, semua pun pulang ke tempat masing-masing. King Zardakh kembali naik ke penthouse dia di lantai aras gedung Izumi tersebut, sedangkan Kenzo bersama istrinya menggunakan mobil.     

Giorge memaksa mengantarkan Andrea dan Jovano yang mulai mengantuk. Andrea angkat bahu dan masuk ke mobil Giorge bersama Jovano.     

Perjalanan dari Izumi Garden ke perumahan elit daerah Azabudai cukup dekat. Tak sampai seperempat jam, mobil tiba di depan rumah Andrea.     

Giorge membantu membopong keluar Jovano yang mulai lelap. Di perjalanan, bocah itu mulai tertidur. Giorge terus membopong Andrea hingga ke kamarnya. Lalu perlahan letakkan Jovano ke tempat tidur kecil di dekat ranjang Andrea.     

"Trims!" ucap Andrea sebagai basa-basi ke Giorge sebelum pria itu mencapai pintu keluar rumah Andrea.     

Kenzo dan Shelly sudah naik ke kamar mereka. Hanya ada Andrea dan Giorge di teras depan.     

"Rea, aku senang malam ini. Bertemu kau dan Jovano. Kalian... kalian sudah menjadi orang penting bagiku."     

"Oh, iya kah? Yah, terserah, sih kalo gue ma Jo dianggep penting."     

Tiba-tiba Giorge menyambar tengkuk Andrea, kemudian memberikan ciuman yang tak bisa dielakkan oleh Nyonya Cambion.     

Namun, Andrea lekas dorong dada Giorge sembari usap bibir yang tercuri cium tuan vampir. Tanpa berkata apapun, Andrea balik badan dan tutup pintu, lalu lari ke kamarnya.     

Mendadak dia kangen suaminya. Dante harus bisa menenangkan debaran jantungnya saat ini. Dante harus menyelamatkan dia!     

"Dan... kangen... iya, gue kagak mabok, gue lagi kangen elu," ucap Andrea begitu tersambung ke Dante.     

Selanjutnya, mereka melakukan video sex di tempat masing-masing. Tentu saja hanya bermasturbasi sendiri-sendiri sambil saling melihat.     

Andrea merasa puas dan kembali 'bersih' begitu usai melakukan itu untuk Dante. Bahkan dia nekat bertingkah binal hingga Dante bersemangat di sana.     

Sang Cambion... lega.     

-0-0-0-0-0-     

Pagi ini, Andrea sudah rapi lebih dini dari biasanya. Shelly sampai heran. Apalagi Jovano juga didandani rapi oleh ibunya.      

"Kalian mau kemana?" tanya Shelly. Ia yakin ibu dan anak itu memang akan pergi jika menilik dari pakaian keduanya.     

"Mo daftarin Jo ke TK deket sini." Andrea benarkan tali sepatu anaknya.     

Shelly kaget. "TK? Kan umur Jo belum nyampe." Ia mengerutkan keningnya.      

"Yah, pokoknya semacam pre-school laahh." Andrea memberikan jawaban yang sekiranya masuk akal dan tidak membuat Shelly curiga.     

"Kenapa?" Rupanya, sang sahabat masih saja mengejar.     

Andrea diam sejenak mencari kalimat. "Umm... yah... biar Jo punya banyak teman aja. Biar kagak kuper. Lagian dia juga udah pantes sekolah, ya kan?" Untungnya dia segera menemukan kalimat tepat sebagai alasan.     

Padahal sebenarnya itu karena kehamilan Shelly. Andrea tak mau membebani sang sahabat dengan Jovano jika dia pergi bekerja. Apalagi sudah ada kafe.     

"Bener karena itu?" selidik Shelly agak sangsi.     

Andrea mengangguk mantap. "Hu'um! Itu, kok! Yok, Jo, kita berangkat. Biar Mama gak telat ke kantor."     

Jovano mengangguk antusias. "Akhirnya Mama bolehkan aku sekolah."     

Andrea julurkan lidah ke anaknya. "Bawel. Itu karena kemarin-kemarin kau masih terlalu kecil dan cengeng." Ia menggandeng Jovano keluar.     

"Kapan aku cengeng?" Wajah Jovano menampilkan aura protes.     

"Waktu kau bayi." Ibunya menjawab sembari tertawa kecil. Apalagi ketika sang anak makin kesal atas jawaban Andrea.     

"Mom! Itu tak bisa kau jadikan tuduhan keji padaku mengenai aku cengeng!" Jovano berkacak pinggang tak terima.     

Andrea terkikik. "Hihi! Iya, iya. Kuy kita cabut!" Ia senang menggoda anaknya yang belakangan ini selalu berlagak dewasa.      

Mereka pun masuk ke mobil Andrea dan menuju ke sebuah Kindergarten terkenal di sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.