Devil's Fruit (21+)

Cucu Pemilik Zen Group



Cucu Pemilik Zen Group

0Fruit 464: Cucu Pemilik Zen Group     
0

Keadaan pun berlangsung tentram sentosa sesudahnya. Andrea bisa lebih lega karena perlindungan kalung mata kucing birunya, sehingga dia bisa lebih fokus bekerja.     

Perut Shelly juga kian membuncit. Mungkin dikarenakan mengandung janin ras khusus, hanya dalam kurun empat bulan saja sudah seperti hamil tujuh bulan. Ini berbeda dengan kehamilan yang sebelumnya.     

Apakah akan menjadi anak spesial seperti Jovano?     

Andrea sibuk menghujani Shelly dengan daster-daster trendi nan feminin untuk sahabatnya. Selain itu, perut Myren juga sama melembungnya.     

"Kalian kayak lagi lomba brojolan, deh! Ahahaha!" gelak Andrea ketika mereka berkumpul di kafe, akhir pekan ini.     

Shelly tersipu-sipu, sedangkan Myren hanya melengos kemudian sibuk menyuapi putri sulungnya.     

"Mpok, elu kagak sekalian buncit?" Andrea menoleh ke Revka yang mengelap pipi putrinya sehabis Shona makan es krim Tropiza.     

"Kau mau meledek atau benar tanya?" selidik Revka tanpa menatap si penanya.     

Andrea tertawa kecil.     

Akhir pekan ini, Zardakh membawa cucunya menginap di hunian dia di Izumi Garden. Sudah tentu si kakek menghujani sang cucu dengan berbagai benda, mulai dari baju, sepatu, tas, buku, alat tulis, serta mainan. Dia sangat menikmati kebersamaan bersama Jovano.     

Andrea lebih suka habiskan waktu di rumah saja ketimbang plesiran, walau Myren sudah mengajak.     

"Ogah, gue mo puasin molor, mumpung libur, Kak." Begitu alasan Andrea. "Lagian, Kakak napa masih lincah aja sih, perut dah melendung segede gitu?"     

"Hei, emangnya harus malas-malasan jika perut sudah sebesar ini? Justru dokterku menyarankan aku banyak beraktifitas asalkan ringan-ringan dan membuat hati senang." Myren berkilah. "Ayolah, temani aku belanja sepatu."     

"Astaga, Kakak! Udah sebuncit itu jangan kebanyakan pake high heels! Bahaya, tauk!" Adiknya mengingatkan.     

"Siapa yang mau belanja high heels, sok tau ih!"     

"Lalu?"     

"Belanja sepatu ceper tapi trendi!"     

Tak bisa lagi mengelak, Andrea terpaksa ikut. "Bentar, deh, gue ganti baju dulu."      

Tak berapa lama, ia sudah ada di jalanan pusat perbelanjaan di Gaienmae, dekat daerah Omotesando. Sama-sama memiliki banyak pusat perbelanjaan kelas atas.     

"Kak, lu yakin bisa jalan pake sepatu gitu?" Andrea menatap sepatu pantofel lima sentimeter yang dipakai Myren.     

"Bisa. Ayo!" Myren menggamit lengan adiknya.     

Mereka masuk salah satu Mall, dan Myren memuaskan diri mengaduk-aduk bagian sepatu. Begitu menemukan tiga pasang berbagai jenis sepatu datar, ia menyeret Andrea ke Le Coeur, restoran Perancis yang ada di lantai dua Morinaga Building, Roppongi.     

"Aelah, Kak. Ngapain jauh ke sini kalo cuma mo makan siang?" Andrea selesai memesan. Begitu juga dengan Myren.     

"Dari seminggu lalu aku kepingin ke sini. Udah, jangan ribut." Myren membiarkan seorang pelayan menuangkan air mineral ke gelas untuknya.     

Tak lama, hidangan untuk mereka datang. Andrea memesan paket lunch and drink, sedangkan Myren memilih Creme Brulee. Hidangan penutup mereka pilih Chocolate Cake yang direkomendasikan pelayan sebagai dessert paling enak di situ.     

Selesai makan siang, Myren mengajak ke sebuah butik eksklusif daerah Ginza. Andrea cuma geleng-geleng kepala.     

Myren puas berbelanja baju hamil berpotongan elegan tegas, sesuai dengan karakter Myren tahun-tahun ini. Tak lupa dia juga membeli baju bayi serta gaun-gaun lucu untuk Vargana.     

"Andrea, beli juga lah untuk Jovano."     

"Halah, Kak, palingan dia udah bejibun dapet dari mbahnya ntar."     

"Oh, dia lagi ama si kakek somplak itu, yah?"     

Andrea mengangguk. "Ho'oh, Kak. Dijamin pulang bakal bikin penuh lemari doang ntar!"     

"Ya sudah, bantu aku memilihkan baju bayi yang manis."     

"Udah tau jenis kelaminnya, Kak?" Andrea mendekat ke bagian baju bayi.     

"Sepertinya perempuan lagi."     

"Widiihh, Kakak hebat ampe tau gitu!" takjub Andrea. Ia mengambil baju mungil berwarna kuning salem.     

"Tau, dong. Perasaan kuat seorang ibu." Myren tersenyum senang. Ia melirik baju yang dipegang adiknya. "Itu bagus juga. Masukkan saja ke keranjang."     

Butik itu memang khusus untuk ibu hamil, makanya menyediakan baju-baju hamil dan baju bayi dengan segala perlengkapannya.     

"Gak beli kereta bayi, Kak?" Andrea menunjuk ke sebuah kereta bayi di sudut sana.     

Myren menggeleng. "Punya Varga masih bagus. Masih bisa dipakai adiknya."     

Selama nyaris dua jam mereka di butik tersebut. Kemudian keluar dengan membawa banyak belanjaan.     

Baru saja keduanya keluar dari butik, tiba-tiba ada yang menyapa Andrea.     

"Rea."     

Andrea melengos malas. Dari panggilannya saja sudah kentara siapa orangnya. "Lu ngapain di sini?"     

"Kan sudah kubilang, aku bisa melacak baumu." Giorge tersenyum simpatik. "Halo, Myren," sapanya ke Myren.     

"Hai," balas Myren. "Jadi, kau menguntit adikku?"     

"Bukan dalam arti yang buruk." Giorge membela diri. "Hanya ingin bicara dengan Rea."     

"Mo ngomong apaan, sih? Kan bisa di kantor aja besok Senin." Andrea kesal. Entah kenapa, akhir-akhir ini dia kesal kalau melihat Giorge. Bukan berarti sebelumnya tidak. Sama kesal, tapi minggu ini lebih kesal dari sebelumnya.     

"Nah, adikku kayaknya tidak berminat bicara denganmu, Tuan." Myren seakan membela Andrea.     

"Baiklah. Akan aku cari waktu lain. Selamat menikmati akhir pekan!" Giorge pun berlalu setelah melambaikan tangan menuju ke mobilnya sendiri.     

Myren menatap sang adik. "Kamu kenapa ma dia?"     

Andrea mendesah. "Lagi illfeel aja ke dia, Kak. Yuk dah, jangan bahas dia lagi. Ntar mood-ku bisa anjlok."     

"Oke, oke." Myren patuh. Mereka pun berkendara pulang ke rumah Andrea. Lalu, Myren langsung pamit pulang ke rumahnya di kawasan elit Denenchofu.     

-0-0-0-0-     

Sepanjang akhir pekan dimanfaatkan Andrea untuk bersantai. Kadang dia habiskan waktu di rumah saja, kadang ke kafe berlama-lama di sana membantu Shelly.     

Hingga Minggu malam, Jovano tidak juga muncul, menandakan Zardakh benar-benar akan mengantarkan sang cucu sekolah besok Senin.     

Pantas saja Jum'at sore waktu menjemput Jovano, Zardakh sekalian meminta dibawakan seragam untuk Senin.     

Ketika Zardakh mengantar Jovano ke sekolah, para ibu-ibu pengantar dan beberapa guru terhenyak melihat Zardakh.     

"Heh, bukankah dia pemilik Zen Group?"     

"Oh, iya! Benar! Aku lihat dia di majalah bisnis punya suamiku!"     

"Astaga! Ternyata Jovano itu cucunya!"     

"Waahh, tak menyangka! Berarti Andrea..."     

"Tentu saja putrinya!"     

"Bukan itu yang kumaksud."     

"Lalu apa?"     

"Ingat, kan, aku pernah tanya Andrea kerja di mana? Dia jawab di kantor properti. Jangan-jangan itu milik Zen Group!"     

"Waahh, enaknya bisa pegang perusahaan ayahnya begitu!"     

"Enak sekali punya ayah milyuner, yah!"     

Desis kagum pun membahana. Zardakh mendengar semuanya. Ia tersenyum ramah saat lewat di depan para ibu yang menggosip.     

Para ibu itu juga membalas senyum Zardakh.     

"Mohon ikut menjaga cucu saya, yah, ibu-ibu cantik." Zardakh mengucap sebelum menuju ke mobil usai mengantar Jovano ke kelas.     

"Ah, iya, Tuan! Pasti!"     

"Jangan kuatir, Tuan! Jovano pasti kami jaga kalau Andrea-san belum muncul menjemput nantinya."     

Zardakh senyum dan bungkukkan badan, dibalas sama oleh para ibu di depannya. Kemudian ia masuk ke mobil mahalnya.     

"Waahh... salah satu cucu orang terkaya di Jepang ternyata bersekolah di sini!" seru seorang ibu, takjub.     

"Aku jadi merasa butiran deterjen saja kalau begini, huhuhu..." Wanita lainnya bertingkah sedih.     

"Eh, apa kalian tau gosip tentang Zen Group?"     

"Apa itu? Apa itu?"     

"Ayo kita ke restoranku saja, akan aku ceritakan di sana."     

Mereka pun saling masuk ke mobil masing-masing, lalu beriringan menuju restoran milik salah satu dari mereka.     

-0-0-0-0-0-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.