Devil's Fruit (21+)

Friend With Benefit (21+)



Friend With Benefit (21+)

0Fruit 477: Friend With Benefit (21+)     
0

"Hanghh..." desah Andrea tanpa bisa ditahan saat putingnya dipilin lembut jemari Giorge. Itu salah satu erogenus dia. "Jangan—haagh..." Kepalanya mendadak pusing.     

Apakah pertanda birahinya datang? Dan kali ini dia sedang tidak dalam pengaruh halusinasi. Dia sadar betul siapa yang berada di hadapan dia.     

Majukan tangan, sedianya ingin menolak tubuh Giorge, pria itu justru membalikkan Andrea hingga menghadap tembok.     

Tangan kanan Giorge merayap masuk ke piyama Andrea, memilin-milin nakal puting sang Cambion, dan sesekali meremas bergantian bongkah indah itu.     

"Haanghh... jangan, Gi—aanghh!" Andrea terpaksa gigit keras bawah bibir begitu jemari tangan kiri Giorge sudah tiba di kewanitaan dia. Jari itu lembut mengelus benda mungil di bawah sana. "Haanghh... stop... haanghh... jangan..."     

"Tatap aku, Andrea. Tatap mataku..." desis Giorge dengan dua tangan tidak berhenti dari aksinya.     

Andrea bagai kerbau dicocok hidung, patuh saja. Seketika dia seperti melayang-layang. Kepala terasa ringan. Apakah Giorge melakukan hipnosis padanya? Atau hanya efek libido naik saja?     

Nyonya Cambion pasrah. Sepasrah ketika dia dibopong masuk kembali ke mobil. Hanya, kini mereka ada di jok belakang.     

"Aku ingin membuatmu bahagia pagi ini, Rea. Ijinkan aku..." bisik Giorge merayu.     

Jika tadi dia diperlakukan sebagai Dante, kali ini dia ingin Andrea menyadari keberadaannya, mengakui bahwa dia bukan bayangan halusinasi siapapun.      

Andrea menggeleng. "Gue... gue belum bisa lupa Dante..." Meski begitu, dia diam saja ketika Giorge mengurai semua kancing piyamanya. Namun, ketika tangan Giorge akan meloloskan celana dari kaki Andrea, Cambion itu menahannya. "Jangan. Gue..."      

Nyonya Cambion malu berat. Padahal tadi mereka di gedung bobrok telah berjam-jam bergumul liar. Tapi sekarang, dia sudah sadar bahwa pria di dekatnya ini bukan Dante. Bagaimana dia tidak malu?     

Giorge berhenti sejenak. Tatap lembut wanita pujaan di hadapannya. "Aku takkan memaksamu jika kau belum siap. Seperti janjiku, aku hanya ingin bahagiakan kau pagi ini. Cobalah rileks."     

Setelahnya, Andrea sibuk menahan desah lenguh dia ketika bibir Giorge mengulum putingnya sembari tangan sang pria bermain di selatan tubuhnya.      

Ini sudah lama. Begitu lama semenjak Andrea disentuh terakhir kali oleh jiwa hitam Dante. Bahkan tidak selembut ini.     

Pelan namun pasti, Andrea terbuai permainan Giorge. Berkali-kali dia curiga Giorge menggunakan pesona hipnosis vampirnya ke Andrea. Tapi, benarkah?     

"Anghh!" jerit manja Andrea saat lidah Giorge mulai merambah klitoris peka dia. Itu pusat erogenusnya. Ia takkan berdaya jika disentuh intens dan lembut di sana. Apalagi oleh lidah kenyal yang digulirkan secara piawai.     

Andrea biarkan pahanya dibuka lebar, sementara dia bersandar di pintu jok belakang, tangan menyumpal mulut sewaktu benda tersensitifnya digelitik dicumbu mulut hebat Giorge. Ia menggeliat gelisah, merasakan ada dorongan di selatan sana. "Hangh... Gi—ooghh... stop! Anghh...!" Lenguhan kian keras tanpa malu lagi diperdengarkan.     

Nyonya Cambion sudah masa bodo dengan moralitas sebagai janda anyar. Tubuhnya menjerit memohon sentuhan lelaki sesungguhnya. Bukan sekedar tangannya sendiri atau bayangan yang bertingkah kasar terburu-buru.     

Jikalau Giorge tidak keberatan dengan perasaan Andrea yang hanya cinta Dante, tentu tak ada masalah hubungan berlandaskan kenikmatan semata.      

Toh Giorge sendiri yang terus mengatakan dia tak masalah jika Andrea terus cinta Dante, yang penting Giorge memilikinya.     

Andrea paham, Giorge menginginkan tubuhnya, selain hati sang Cambion. Namun memiliki salah satu pun pastinya si vampir takkan keberatan.     

Di tengah percikan kecil hujan dan sunyinya dini hari di luar mobil, Nyonya Cambion kesulitan menyamarkan lolongan keras dia ketika dia mencapai orgasme. Usai itu, dia terengah-engah, memandangi Giorge yang tersenyum... menang?     

"Luar biasa, Rea. Aku suka squirting kamu barusan," puji Giorge seraya masukkan dua jarinya ke vagina Andrea. Awalnya kocokan di dalam lembut, namun kian lama kian intens dan cepat.     

Andrea sibuk mengerang, merintih, dan akhirnya tak bisa bertahan, meluapkan jeritan kepuasan dibarengi muncratan cairan spesialnya beserta kejang-kejang kecil khas orgasme.      

Sayangnya, jari Giorge tak mau berhenti. Terus mengaduk, menyodok, menghantam titik khusus Andrea meski dia sudah memohon untuk berhenti. Alhasil dia kembali orgasme diiringi senyum senang Giorge.     

"Aku suka. Aku sangat suka squirt-mu, Rea sayank. Umcch!" Giorge kecup dahi Andrea. "Boleh lanjut ke tahap inti?"     

Andrea paham apa itu tahap inti. Penetrasi. Coitus erectus. Ia mendecak sambil buang pandangan.     

"Apa kau tak mau?"     

"Lu bacot mulu, rese!"     

Giorge nyengir. Ia jadi tau ternyata Andrea membolehkan dia meski diucapkan dengan kalimat ketus. Mungkin malu kalau terang-terangan.     

Pria itu melepas celananya, membebaskan benda tegang di armor kainnya yang sudah tegak arogan.     

Andrea melirik. Besar dan tebal. Ia seketika merona.     

Saat Giorge mendekat, Andrea tak mau menatap. Ia terus palingkan wajah. "Aku masuk, Rea. Mmrrghh..."     

"A—aarghh..." Andrea mau tak mau pandangi Giorge sembari meringis. Benda besar tebal itu bukan main-main. Dia menutupi wajah menggunakan punggung tangannya dengan harapan suaranya tidak terdengar oleh siapapun. Oh, dalam keadaan begini, Andrea berharap hujan deras kembali datang.     

"Maaf. Apakah sakit?"     

"Bawel lu!" sembur Andrea. Kali ini pakai mulut atas. Bukan semburan mulut bawah.     

Giorge terkekeh. "Oke, here I go."     

Andrea cengkram kuat bahu Giorge. Vaginanya sesak penuh, membuat dia terus meringis picingkan mata, menahan ngilu.      

Ternyata memang sudah terlalu lama dia 'puasa'. Milik Dante juga besar, 11 12 dengan yang kini memenuhi liang dia.      

Tapi ia sudah terlalu lama tidak merasakan benda sebesar itu masuk secara nyata ke liangnya.     

Setelah pompaan kesebelas kali dengan gerakan lembut, Giorge mengangkat tubuh Andrea tanpa melepaskan penis dari dekapan vagina sang Cambion. Ia dudukkan Andrea ke pangkuan. "Lubangmu erat sekali mendekap milikku, Rea. Hehe..."     

"Bacot! Ermghh! Pelan, pe'ak! Mmrghh...!" Andrea masih berjuang menyesuaikan diri dengan milik Giorge. Ia bagai perawan lagi.     

Sedang sibuk fokus pada perjuangannya beradaptasi, Andrea tak menggubris dua tangan Giorge telah meremas-remas payudaranya.     

Andrea terus gerakkan pinggulnya. Ia tak perduli. Persetan dengan moral. Ia sudah menjadi janda. Sudah tidak diikat siapapun.      

Meski cintanya tak pernah luruh dari Dante.      

Omong kosong dengan moral! Dia butuh bahagia setelah lelah akan kegetiran yang disodorkan takdir padanya bertubi-tubi.     

Kini Andrea kian giat bergerak. Giorge turut membantu dari bawah. Hingga pada akhirnya, Giorge sandarkan punggung Andrea pada sisi belakang jok depan, dan dua tangan sang vampir bisa cengkram pinggang kecil Andrea agar dia bisa leluasa hentakkan miliknya ke vagina sang Cambion secara cepat tanpa berjeda.     

Andrea terlonjak-lonjak akibat hentakan keras nan cepat Giorge. Ia menjerit-jerit kecil sambil melenguh, bersahutan dengan geraman nikmat sang vampir.     

Tak sampai lima belas menit sejak itu, keduanya berhenti menjerit karena sama-sama klimaks. Kini berganti dengan desah puas sambil tetap di posisi demikian.      

Giorge cengkeram pantat Andrea, gerak-gerakkan maju mundur sehingga terasa sangat enak. Tak pelak itu membangkitkan kembali sang penis.     

Nyonya Cambion direbahkan pada jok, kemudian Giorge bisa bebas kembali menghentaki vagina Andrea, sepuasnya sodokkan pusaka keramat dia di liang Andrea sambil menikmati raut malu-malu Andrea.     

Ketika merasa akan mendapatkan limitnya, Giorge merunduk, peluk erat Andrea sembari percepat pompaan penis ke vagina hingga dalam kurun lima menit selanjutnya, kedua makhluk beda ras itu pun berlomba meraungkan puasnya.     

Giorge mencumbui bibir Andrea sebagai rasa terima kasih dan sayang. "Kau luar biasa, mmch! Sungguh luar biasa, hummchh! Aku makin mencintaimu, makin menginginkanmu, hrmmchh! Rea. Rea-ku, rmmchh!"     

Setelah sama-sama mengatur napas, keduanya kembali mengenakan pakaian masing-masing, dan mobil dilajukan pulang dengan Andrea duduk di jok belakang karena bagian navigasi depan sudah tidak berpintu akibat tendangan Andrea sebelumnya.     

"Sebenarnya aku ingin membawamu menginap di tempatku, Rea."     

"Gak usah ngelunjak, pret! Tadi itu... friend with benefit. Oke? Inget itu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.