Devil's Fruit (21+)

Busted!



Busted!

0Fruit 479: Busted!     
0

Sejak itu, mereka sering melakukan seks kapanpun dan di manapun ada kesempatan.     

Giorge yang selalu memulai. Kadang Andrea menolak, tapi begitu area intimnya distimulasi secara intens, ia pun takluk tak berdaya.      

Pria vampir itu bagai sudah sangat mengenal semua seluk beluk kelemahan erogenus Andrea bagai telapak tangannya sendiri.      

Seperti siang ini, usai makan siang di ruangan, Andrea sudah ditunggingkan di depan meja kerjanya, sedangkan Giorge giat hentakkan penis dari belakang sambil cengkeram pinggul Andrea.     

Rioko takkan berani masuk jika tidak dipanggil Andrea. Itulah kenapa mereka makin leluasa.     

"Andrea, ayo temani aku—IUUUUWH!" jerit Myren saat muncul di ruang kerja Andrea dan menyaksikan adegan seks adiknya dengan tuan vampir. "Go get a room!" teriaknya. Untung saja Rioko masih di kantin. "Oh iya, ini room kalian, ya! Aku lupa."     

"Ka-kakak!" Andrea buru-buru dorong Giorge hingga senggama mereka terputus. Dia segera turunkan rok mininya. Giorge juga tak kalah cepat benahi pakaiannya. Tentu saja aksi Giorge lebih cepat karena dia seorang vampir.     

"Ah ya sudah, lanjut aja, deh. Gampang lain waktu kita ngobrol. Have fun you both!" Myren pun melambai dan menghilang. Bahkan tidak menyisakan asap atau apapun.     

Andrea menelan saliva. Pasti sebentar lagi akan tersebar ke yang lain kalau Andrea sudah main gila dengan Giorge.     

Entah apa tanggapan Revka kalau tau. Mengamuk? Oke, dia memang pantas mendapat amukan Nyonya Djanh.     

-0-0-0-0-     

Anehnya, hingga keesokan harinya, tidak ada kehebohan mengenai Andrea dan Giorge melakukan digidaw aweu-aweu. Keadaan masih tenang seperti biasa. Apakah Myren belum menceritakan ke mereka?     

Penasaran itu disampaikan Andrea saat mereka makan siang berdua di salah satu restoran yang ditunjuk Myren. "Kakak belum bilang ke yang lain?"     

"Soal apa? Oh, kamu ngeseks dengan sekretaris kamu?" gamblang Myren sambil suapkan sepotong daging wagyu yang sudah dipanggang ke mulut.     

"Isshh... bahasamu, Kak." Andrea jadi malu sendiri.     

"Loh, benar kan? Atau lebih ingin dengar aku bilang kamu ngentot ama sekretaris kamu?" goda Myren lebih vulgar lagi.     

"Kak, plis! Hadeh!" Andrea mengerang protes.     

"Hahaha!" Myren tertawa lepas. "Tenang saja. Aku tidak akan menasehati kamu atau berkomentar yang gak perlu. Aku cuma pingin kamu bahagia. Terserah bagaimana caranya Lagi pula, aku bukan malaikat. Untuk apa aku perduli soal moral dan sejenisnya." Tangan sang Jenderal wanita sibuk memilih potongan tipis daging yang akan dia taruh di panggangan.     

Andrea memeluk lengan Myren saking harunya. Ia sudah berdebar-debar seandainya sang kakak akan menasehati dia dari Sabang sampai Merauke. Ternyata tidak. "Tapi cintaku tetap untuk Dante, Kak."     

"Bukan urusanku," singkat Myren tak perduli. Ia kembali taruh daging wagyu ke atas panggangan. Seketika bunyi mendesis dari daging terbakar disertai uap tipis keluar. Lalu daging segera diambil dan dicelup ke saus sebelum dilahap.     

"Aku cuma... jadiin Giorge pelampiasan. Gak apa, kan Kak?" Andrea takut-takut bertanya. Tapi dia sangat ingin mengetahui pendapat kakaknya.     

Myren berhenti sejenak. "Kan sudah kubilang, bukan urusanku, yang penting kau bisa bahagia dan tidak seperti zombi lagi. Kau tau, kau ini sangat jelek dan buluk kalau menjadi zombi!" ledek Myren membahas kondisi Andrea sebelum ini. Depresi dan nyaris gila.      

Andrea mengulum senyumnya, lega. Kakaknya sungguh orang yang sangat pengertian. Ia jadi tenang. "Cuma pelampiasan doang, Kak! Pelampiasan daripada aku manyun mulu!"      

Nyonya Cambion tidak berbohong mengenai pelampiasan.     

Dia tau dia seperti mayat hidup ketika menghadapi berita kematian Dante. Dia seperti yang dikatakan Myren, seperti zombi, yang kerjanya menangis dan terpekur di kamar berhari-hari dan terkadang menolak makan seharian penuh.      

Dan kini, untuk menutupi sebuah lubang menganga di hatinya, dia butuh seseorang sebagai tempat bersandar. Seseorang yang takkan mengkritik dia, seseorang yang akan menjadi tempat berbagi keluhan saat dia ingin menangis.      

Jika dia melakukannya pada Shelly, sang sahabat justru akan menangis lebih kencang ketimbang dirinya, dan Andrea justru akan merasa tak enak jika saat dia ingin curhat, dia justru yang menjadi pihak yang menenangkan orang lain ketimbang sebaliknya.      

"Yakin pelampiasan?" Myren melirik ke adiknya. Lirikan itu beraroma sebuah sangsi.     

Sang adik mengangguk. "Hu'um."     

"Awas ntar jatuh cinta termehek-mehek." Myren tersenyum penuh arti.     

"Enggak, kok. Kan aku cuma cinta Dante," tegas Andrea.     

"Kita liat aja nanti. Hei, buruan makan, yang banyak, biar kuat kalo diajak ngeseks mulu ma Giorge." Myren masih saja memberikan godaan pada sang adik.     

"Kakak, iihh!" Andrea mencubiti pinggang kakaknya sembari wajahnya memerah.     

"Hahahaha!" Myren tertawa lepas.     

-0-0-0-0-     

Jujur saja, Andrea masih bingung dengan dirinya sendiri, kenapa bisa menawarkan hubungan tanpa status ke Giorge. Soal hati dan cinta, jelas-jelas masih menggemakan nama Dante kuat-kuat.     

Benarkah Giorge hanya ia peralat sebagai pelampiasan?     

Tidak kuat, ia pun menelpon sang kakak, karena hanya Myren yang tau hal itu saat ini.     

"Kak, bisa ke sini? Gue galau berat, nih." Andrea bersandar di pembatas balkon kamarnya.     

Di seberang, Myren menjawab, "Sori, Ndre, nggak bisa. Voi lagi rewel, nih. Dengar sendiri, kan dia nangis gitu? Lagi minta gendong melulu, nih. Bisa-bisa aku terbangkan aja dia ke Pluto, siapa tau bisa diem."     

Andrea terkikik geli. "Iya bener sih Kak, bakalan diem... selama-lamanya. Hihihi! Umm, yodah kalo emang gak bisa. Soalnya cuma Kakak yang tau hubungan gue ma Giorge."     

Klontang!     

Andrea terlonjak saking kagetnya. Ia menoleh ke sumber suara. Ada Shelly yang terbengong (atau lebih tepat disebut syok), dan sepiring roti di lantai. Ah, untungnya roti kering, jadi tidak terlalu merepotkan bila dibersihkan.     

"B-beb?" Andrea harus berucap apa? Reaksi Shelly menunjukkan dia mendengar ucapan Andrea.      

"A-ah! Sori, Ndre!" Shelly buru-buru memunguti roti di lantai, membereskan beserta piring sebisanya agar bisa lekas keluar dari kamar sang sahabat. Dia tadi membawakan Andrea roti isi melon buatan sendiri, ingin Andrea mencicipi. Tapi, justru mendengar hal yang amat mengagetkan.     

Andrea sigap membantu sahabatnya membereskan roti dan piring melamin tadi. "Untung bukan piring kaca, yah Beb!"     

Shelly diam tak menyahut, dan terburu membawa piring serta roti tadi keluar. Andrea mengejar.      

"Beb! Beb, plis jangan gitu, Beb! Ayo, dong kasi omongan apa, kek! Jangan malah diem gitu!" kejar Andrea ikut turun ke lantai bawah.     

Sahabatnya menggeleng. "Eng-enggak apa-apa, Ndre. Bentar aku mo cuci piring dulu."     

Secepat yang dia mampu, Andrea tangkap pergelangan tangan Shelly. "Gue tau Bebeb denger ucapan gue ke Kak Myren di telepon tentang hubungan gue ma Gior-" Ia tak melanjutkan ucapannya, karena begitu melihat ke bawah tangga, sudah ada Kenzo, Zardakh, dan anak-anak.     

Andrea mati kutu seketika.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.