Devil's Fruit (21+)

Morning Sickness



Morning Sickness

0Fruit 392: Morning Sickness     
0

"Ndre..."     

"Ya, Shel?" Andrea nengok ke sohibnya.  Dia baru saja menyuapi baby Jovano dengan bubur lembut. Anaknya termasuk kuat makan dan minum, makanya ASI saja terasa kurang. Mungkin anak Cambion berbeda dengan anak manusia biasa yang musti disapih di umur minimal empat bulan?     

Ini usia Jovano hampir lima bulan.  Sudah terlihat besar. Meski Jovano memiliki detak jantung sejak lahir—tidak seperti ibunya dahulu di awal kehidupannya—tapi perkembangan Jovano lebih cepat dibanding bayi pada umumnya.     

"Baju Jovano udah pada sesak. Gimana,  nih? Belanja baju, yuk!" ajak Shelly.     

Andrea senyum kecil. "Belanja ke mana?"     

"Mall manusia. Hehe..." Shelly terkikik.     

"Nah kan,  kangen kan ama dunia manusia. Kamu,  sih... nekat ikut ke sini."     

"Tapi,  Ndre, aku kan nggak bisa nolak Kenzo. Dia kuatir."     

"Iya, deh. Iya..." Andrea senyum geli. "Segitunya bela si yayank. Pfftt!"     

"Ehh, enggak kok!" elak Shelly malu parah. Mukanya sudah merona. "Aku cuma pengen liat-liat—" Gadis itu tidak sempat menuntaskan kalimat karena buru-buru lari ke kamar mandi. "Huooowwkk!"     

Andrea dengar suara itu. Ia picingkan mata. Antara yakin dan tak mau yakin. Dia dekati kamar mandi dan saksikan Shelly sibuk mengeluarkan makan paginya di toilet duduk kamar mandi.     

"Shel?" Andrea berdiri di ambang pintu. Dua lengan terlipat dengan punggung bersandar ke rangka pintu. "Morning sickness, beb?"     

Shelly mengguyur muntahannya yang hanya berupa air saja dan bangkit untuk bersihkan mulut di wastafel dekat ia berdiri. "Uhuk!  Entah. Mungkin masuk angin. Badanku juga rasanya nggak fit."     

Andrea memanggil Druana yang kini sudah diangkat menjadi dokter pribadi keluarga kerajaan milik King Zardakh.     

Druana memeriksa Shelly yang diam terbaring di ranjang. Lalu menatap ke Andrea.     

"Kenapa? Isi, yah?" tanya Andrea lugas.     

Druana mengangguk.     

Brakk!!!      

Andrea menggebrak meja. Untung saja Jovano tidur di kamar sebelah. Hanya Druana dan Shelly yang kaget.     

"Gugurkan," tegas Andrea sambil menatap tajam Shelly.     

"Ndre! No!" Shelly gelengkan kepala. Matanya mulai basah.     

"Shel!  Sadar, dong Shel! Kamu itu hamil bukan ama manusia!"     

"Iya aku tau,  Ndre." Shelly menunduk sambil berucap lirih.     

"Ya udah kalo udah tau. Makanya gugurin!" kukuh Andrea.     

Shelly terisak. "Jangan. Hiks!" Dia mengelus perut ratanya. "Aku ingin pertahankan ini. Aku sayang anak ini, dan juga bapaknya." Ia menatap memohon ke sohib dia.     

"Shel, kamu gak liat apa, gimana sengsara idup aku dari kecil? Kamu lupa penderitaan aku gara-gara punya darah bukan manusia? Kamu pengen anakmu gitu? Menderita kayak aku?!" Andrea sampai berteriak-teriak saking kesalnya.     

"Puteri..."     

"Shut the fuck up,  Druana." cegah Andrea saat Iblis medis ingin angkat suara. "Pokoknya kalo kamu sayang beneran ama tu anak, mendingan jangan ampe dia lahir, Shel. Kasian!"     

Kemudian Andrea keluar dari kamar saking emosinya. Bisa-bisanya Shelly ingin mengulang tragedi seperti kehidupan Andrea. Shelly egois sekali kalau dia tetap pertahankan janinnya. Itu bukan rasa sayang, namun justru jahat.     

Andrea masuk ke taman bunga,  berharap dengan saksikan banyak bunga aneka warna, pikirannya bisa sedikit tenang.     

Ia mondar-mandir di taman, meremas rambut sesekali lalu melangkah berputar di spot yang sama.     

"Puteri."     

Andrea menoleh. Ada Kenzo di belakang dia bersama Shelly dan Druana yang memegangi Shelly.     

Wuusss!!!     

Andrea kibaskan tangan kanan dan Kenzo terpental jauh lalu jatuh ke pavingan taman.     

"Ndre! Jangan!" Shelly buru-buru  menghambur ke Kenzo, peluk erat lelaki Incubus itu dengan harapan Andrea tidak berani melakukan apapun lagi jika ada Shelly.     

"Kalian ini! Susah diajak ngomong bahasa manusia?! Musti pake bahasa tangan kah biar nyadar?!" lengking Andrea kembali emosi.     

Shelly sudah banjir air mata,  kuatir akan Kenzo. Padahal kan jauh lebih kuat Kenzo ketimbang Andrea.     

"Aku enggak akan ninggalin anakku,  Ndre!  Hiks! Aku akan jaga terus dia walo apapun bahaya mengancam aku,  Ndre!  Aku akan didik—hiks!—dan kasi pengertian anakku supaya dia enggak dendam ama bapaknya karena bapaknya—hiks—juga akan sayang ama dia dan ikut ngerawat dia juga. Iya, kan bener Ken?" Shelly noleh ke pujaannya, berharap Kenzo menyetujui ucapannya.     

Tentu saja Panglima Incubus itu mengangguk sesuai yang diharapkan Shelly.     

"Ini kamu lagi nyindir aku ato gimana yak,  Shel?" Andrea picingkan mata.     

Shelly menggeleng kuat-kuat. "Enggak maksud nyindir kamu, kok Ndre! Hiks! Aku cuma ingin kamu percaya bahwa aku ama Kenzo akan rawat anak kami sebaik-baiknya. Ndre, plis... hiks! Ndre? Hiks!"     

Andrea memijit kepalanya. "Kalian cuma nambahin puyeng kepalaku aja,  ceh!"     

"Puteri..." Kenzo mulai bangun dibantu Shelly.     

"Lu!" tuding jari Andrea ke Panglima ayahnya. "Awas aja kalo lu secuilpun bikin sohib gue merana ato sedih ato nekat ninggalin dia, gue bersumpah bakalan kejar lu en bunuh lu bagaimana pun caranya. Ngerti?!" Tiba-tiba Andrea kembali mendapatkan kemampuan untuk bicara secara gaul. Atau itu hanya bila dia saking emosi saja?     

-0-0-0-0-0-0-     

Sudah dua bulan berlalu sejak itu.  Baby Jovano kian menggemaskan. Dia sudah mulai pelan-pelan melafalkan ucapan "mama" bila melihat Andrea.     

Kadang Andrea diam-diam menangis jika sedang berdua dengan anaknya karena teringat suaminya. Apakah ucapan dia dulu menjadi kenyataan?     

"Aku tak mau melihatmu lagi!" Itu ucapan kala dia emosi melihat suaminya tertangkap basah dengan Ruenn.     

Suatu hari saat dia sedang berjalan-jalan di taman,  muncul Pangeran Djanh.     

"Halo, Tuan Puteri cantik. Apa kabar?" Pangeran Djanh membungkuk hormat hendak meraih tangan Andrea jika ibu muda itu tidak lekas tarik tangannya sebelum Pangeran Djanh sempat menggapai.     

"Ada apa? Tumben ke sini?" Andrea mencoba sehalus mungkin menanggapi Pangeran Djanh, karena dia ingat Pangeran mesum itu sudah banyak menolongnya, meski juga kadang menyusahkan.     

Jangan lupa, insiden Dante membenamkan benih cairnya ke Andrea, itu juga hasil kelakuan Pangeran Djanh. Secara tidak langsung.     

"Hamba kemari cuma ingin menghadap ke ayahmu,  Paduka Zardakh."     

"Yaudin sono kalo mo hadap dia. Ngapain ke sini? Ini kan bukan istana kediaman dia. Gaje lu." Andrea bersungut-sungut sambil dekap baby Jovano.     

Pangeran Djanh tertawa kecil. "Benar, ini memang bukan istana Paduka Zardakh. Motif sesungguhnya hamba ke sini hanya ingin memastikan apakah Tuan Nephilim Dante sudah kembali ke istana ini?"     

"Maksudmu?!" Andrea kerutkan dahi. "Kan lu udah tau dia jadi tawanan di Antediluvian. Gimana,  sih?"     

Raut Pangeran Djanh dibuat seolah terkejut. "Bukankah Ratu Antediluvian sudah tumbang?!" Dia mulai jatuhkan bom ke Andrea. "Antediluvian sudah tak ada pemimpin. Atau~ belum?"     

Andrea terperangah, lalu cepat katupkan mulut. "A-apa maksud lu ratu jahat itu tumbang?"     

"Karena hamba Iblis baik hati, maka hamba akan ceritakan sebuah kisah menarik." Pangeran Djanh pun menceritakan semua kejadian yang menimpa Ratu Voira hingga akhirnya dipelihara Pangeran Djanh sebagai budak seks penghasil uang bagi Pangeran Djanh.     

Nyonya muda Cambion ternganga.     

-0-0-0-0-0-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.