Devil's Fruit (21+)

Petir di Musim Semi



Petir di Musim Semi

0Fruit 320: Petir di Musim Semi     
0

Di bumi, di rumah salah satu manusia, lebih tepatnya rumah Opa.     

"Sayank, nih Oma bikin bubur putih kesukaanmu." Terdengar suara Oma yang membawa nampan berisi semangkuk bubur ketan putih dibubuhi air gula jawa kental di atasnya. Itu bubur kesukaan Andrea sejak jaman kecil dulu.     

Tubuh Puteri Cambion itu masih terasa lemah setelah kemarin seharian pingsan. Ia dibantu Oma duduk bersender di kepala ranjang.     

Sebentar lagi pasti Shelly akan datang karena ini sudah hampir jam pulang sekolah. Andrea yang memaksa agar sahabatnya tetap berangkat sekolah. Kemarin Shelly sudah menungguinya saat pingsan.     

"Kayaknya enak, nih. Apalagi buatan Oma." Andrea sunggingkan senyum lembut ke neneknya yang ikut tersenyum lega.     

Rupanya hanya bubur itu yang bisa masuk melewati tenggorokan cucunya tanpa dimuntahkan kembali. Oma lega melihat sang cucu bisa menerima bubur tersebut. Andrea butuh diberi asupan makanan sebagai tenaga dan juga untuk cicit yang ada di perut sang Cambion.     

"Makan yang banyak, yah! Nanti Oma bikinin lagi lebih enak." Oma menyuapi sang cucu. Sebenarnya Andrea malu masih disuapi, namun dia memang belum bertenaga.     

Katakanlah, mengangkat sendok saja rasanya masih belum kuat. Itu akibat dia selalu memuntahkan makanannya selama berhari-hari ini, sehingga tak ada asupan apapun kecuali air putih. Air susu pun ditolak oleh perut Andrea.     

Setidaknya kini Oma bisa lega karena ada satu makanan yang bisa diterima lambung cucunya yang sedang dalam keadaan 'istimewa'.     

Andrea memang mengalami morning sickness parah. Karena tidak hanya pagi hari saja, namun sepanjang hari dia mual. Tak heran dia lunglai begitu.     

Kenzo sudah pulang dari perjalanan ke Antediluvian bersama Djanh. Dia kini duduk diam di balkon kamar Andrea, di sudut ditemani Soth 3 dan Soth 5. Djanh sudah menghilang entah kemana, seperti biasanya.     

"Puteri belum tau tentang kehamilannya?" tanya Kenzo ke Soth 3. Iblis perempuan itu pun menggeleng. Kenzo menghela nafas. Ia sendiri bingung, patutkah Andrea diberi tau mengenai kondisi sebenarnya?     

"Panglima," ucap Soth 5. "Puteri layak tau, karena itu hak Puteri."     

Ucapan Soth 5 mendapat anggukan setuju dari saudarinya.     

"Tapi... kau tau sendiri, kan..." Kenzo menoleh ke dua Soth itu. "... Puteri orang yang emosional. Aku kuatir..."     

"Bagaimanapun, Puteri berhak tau, Panglima." Soth 3 menatap tegas ke Kenzo.     

Sekali lagi sang Panglima menghela nafas, lalu menerawang ke langit.     

Tak berapa lama, terdengar suara Shelly di ruangan bawah. Rupanya gadis itu sudah pulang dari sekolah dan ia bersiap naik ke kamar Andrea di lantai atas.     

Rumah Opa memang kecil, namun ada 2 lantai. Lantai atas memang khusus untuk kamar-kamar saja. Tepatnya ada 2 kamar.     

"Andrea. Ndre..." sapa Shelly riang ketika sudah ada di ambang pintu kamar sang sahabat. Andrea menyambut dengan senyum senang. Ia baru saja merampungkan semangkuk bubur. "Aku bawa pizza kesukaanmu! Ahh! Tiramisu juga!" Tangan gadis manis itu melambaikan dua bungkusan ke atas.     

Seketika muka Andrea berubah. Ia lekas menutup mulut begitu mencium aroma makanan yang dibawa Shelly. Oma lekas saja menarik Shelly keluar sebelum usaha Oma sia-sia dari tadi menyuapi bubur.     

"Kenapa, Oma?" Shelly agak kebingungan.     

"Andrea belum bisa makan begituan, Shel." Oma menjelaskan singkat.     

"Tapi ini 2 makanan kesukaan Andrea." Shelly kembali mengacungkan bungkusan makanan yang dia bawa.     

Oma menggeleng. "Saat ini ia tidak mampu makan itu. Oma sudah menemukan makanan yang bisa dia makan sekarang. Cuma bubur ketan putih jaman dia kecil saja yang tidak dimuntahkan."     

"Oma..." Shelly memegangi tangan Oma. Wajahnya sedih. "Sebenarnya Andrea sakit apa? Kenapa sering muntah? Kenapa Oma menolak membawa Andrea ke rumah sakit?"     

Lidah sang nenek rasanya kelu, susah berucap menjawab pertanyaan berderet sahabat cucunya. Bagaimana nantinya tanggapan Shelly jika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya? Apakah Shelly akan jijik pada Andrea? Memandang rendah cucunya?     

Blaarrr!     

Slaasshhh!     

Krrrtaallkk!     

Blaarrhhh!     

Ada bunyi ribut di luar kamar Andrea. Nenek dan Shelly yang sudah diberi tenaga Veer agar bisa melihat makhluk dunia lain oleh Kenzo, bisa mendengar jelas bunyi itu.     

Keduanya lekas memburu ke arah balkon. Mereka mendapati Kenzo dan 2 Soth sedang berhadapan dengan pemuda yang menunggangi Unicorn-Pegasus warna hitam legam.     

"Andrea! Aku ingin bertemu Andrea! Kumohon, Kenzo! Jangan halangi aku!" teriak Dante sembari matanya jelalatan melongok ke dalam, siapa tau gadis yang ia cari menampakkan diri, meski ia harus kecewa karena yang keluar ke balkon justru Shelly dan Oma.     

"Dante?" Shelly kaget. "Ada apa cari Andrea?"     

"Kali ini kau harus mati, Nephilim keparat!" Kenzo langsung maju menyerang Dante. Terpaksa pria Nephilim itu menghindari serangan Kenzo.     

"Aku datang mencari Andrea! Bukan ingin bertarung, Kenzo bodoh!" teriak Dante kesal ke sang Panglima Incubus yang geram.     

Sayangnya, Kenzo tidak menggubris. Dia terus merangsek menyerang Dante, mumpung tak ada Djanh yang bakal menghalangi seperti sebelumnya. Untuk apa Dante menjadi ayah anak Andrea? Sudah cukup pria Nephilim itu memberi kesengsaraan pada Tuan Puterinya!     

Kenzo terus memberikan serangan dan tebasan-tebasan dari pedang api yang ia munculkan. Dante ternyata sungguh-sungguh tak berminat tarung. Ia terus saja mengelak serangan apapun dari Kenzo.     

"Iblis bodoh! Aku ke sini karena ingin tau kondisi Andrea yang hamil! Dia hamil anakku, demi Tuhan! Hentikan seranganmu, Kenzo!" Dante berteriak sekuat tenaga sembari matanya nyalang melotot kesal pada Kenzo yang terus membabi-buta menyerang. Salah satu sayap Unipeg-nya sempat terkena bola sihir Kenzo.     

Shelly dan Oma jelas mendengar kata-kata Dante tadi karena diteriakkan cukup kencang. Shelly terkejut karena mengetahui apa sebenarnya yang terjadi pada Andrea, sedangkan Oma kaget karena akhirnya tau siapa pria yang menanam benih ke rahim cucunya.     

"STOP! STOOOPPP!" Kali ini Oma yang berteriak kencang. "HENTIKAN! HENTIKAN... KENZO!"     

Kenzo yang bersiap mengayunkan pedangnya, seketika menghentikan gerakannya dan menoleh ke arah Oma yang berdiri berpegangan erat di besi balkon, menatapnya penuh harap. "Tsk!" decih sang Panglima dan ia pun melesat kembali ke balkon. "Oma..."     

"Kumohon, hentikan pertarungan tadi! Kau bisa membunuh ayah dari cicitku! Kau tak boleh mencelakai cucu menantuku!" Oma menggenggam pergelangan tangan Kenzo sembari bercucuran air mata. Sudah cukup ia menyaksikan bagaimana anaknya dulu ditelantarkan si penghamil hingga mengenaskan. Ia tak mau itu terjadi pada cucu kesayangannya.     

"Oma..." Kenzo menatap Oma dengan pandangan tak mengerti akan jalan pikiran Oma. Untuk apa membiarkan pria brengsek seperti Dante hidup?     

"Kenzo... tak perduli meski dia makhluk apapun, tapi bila dia yang menanam benih pada cucuku dan dia perduli pada cucuku, maka dia adalah menantuku." Suara Oma bergetar membuat Kenzo kelu tak mampu menjawab.     

"Oma..." Terdengar lirih sebuah suara di dekat pintu geser balkon. Di lantai, Andrea sudah menyeret tubuh lemahnya karena dia belum mampu berdiri.     

"ANDREA!" Oma dan Shelly berteriak bersama-sama. Keduanya tak menyangka Andrea nekat mendatangi balkon meski harus menyeret tubuh di lantai.     

Dante terbelalak menyaksikan kondisi Andrea. Pucat pasi dan sangat kurus. Dia lekas melesat menuju ke Andrea, mendahului Oma dan Shelly, mengangkat tubuh ringkih Andrea dan membopongnya.     

"Turunkan! Turunkan aku, brengsek!" Andrea meronta memukuli dada Dante meski ia tau tinjunya takkan mampu membuat Dante kesakitan dalam kondisi begini.     

"Tidak. Tidak akan." Dante tegas menolak, dan ia membawa Andrea kembali ke atas ranjang untuk direbahkan. Oma dan Shelly mengekor. Kenzo mematung di tempat. Ia tau diri dan tau posisi. Soth 3 pun mengelus punggung Panglimanya seolah menabahkan.     

Andrea menggigit bibir bawahnya. Ia tadi sudah mendengar apa kata Dante mengenai dia hamil dan si Nephilim itu adalah ayah dari janin yang bersemayam di perutnya. Bahkan juga kalimat Oma bahwa Oma merestui Dante sebagai menantu.     

"Aku tak mau begini..." tukas Andrea dengan suara bergetar. Mati-matian dia menahan air mata. Ia tertunduk setelah memaksa ingin duduk di ranjang. "Aku... tak sudi hamil."     

"Andrea!" Oma memekik, kemudian memeluk cucunya. Tangis Andrea pun pecah seketika. Shelly ikut menangis meski kuat-kuat menutupi mulutnya agar tidak terisak.     

"Hiks! Tidak mau, Oma! Aku tak mau hamil! Aku tak mau seperti Mama! Aku tak mau-hiks-anakku bukan anak manusia! Oma, aku harus lenyapkan janin ini! Oma, kumohon... hiks!" Andrea meraung dalam pelukan Oma.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.