Devil's Fruit (21+)

Menyampaikan Kabar ke Nirwana



Menyampaikan Kabar ke Nirwana

0Fruit 324: Menyampaikan Kabar ke Nirwana     
0

Mendengar ucapan Dante, Kenzo bangun dari duduknya. "Akan aku kejar dia."     

"Percuma, Tuan Panglima." Erefim bersuara. "Kau sudah terlambat. Ini pasti mereka sudah masuk melewati gerbang utama. Maaf, saya kemari setelah yakin Nona Revka dan Orge sudah jauh daripada mereka mencurigai saya."     

Kenzo menggeram kesal. "Kalian kaum buangan memang hanya bisa membawa masalah saja!"     

"Ken... tak boleh bicara begitu." Shelly mengusap-usap lengan Kenzo. Sang Panglima mendecih sebal sebagai respon. Di dalam kamar masih ada Druana sedang memeriksa kondisi Andrea.     

"Lalu ini bagaimana?" Dante panik. Sebentar lagi tetua Nephilim akan tau dan bisa-bisa membujuk para Pengawas untuk menyampaikan ke Surga mengenai janin Andrea. "Kita harus segera bawa Andrea ke dunia bawah!"     

"Tapi... kondisi Andrea..." Shelly mencicit.     

Dante menyurut seketika. Kondisi Andrea memang belum pulih. Cambion itu masih lemah. Tenaganya belum pulih semua. Dikuatirkan, jika memaksa membawa Andrea ke dunia bawah, maka justru akan membahayakan Andrea sendiri.     

"Weeww..." Druana memecah keheningan di balkon. Ia menggerai rambut pirang palsunya yang tadinya dikonde saat memeriksa Andrea. Ia bersikeras ingin tampil ala dokter profesional memeriksa pasien seperti di film-film manusia yang ia tonton. "Kondisinya mulai membaik meski masih lemah. Itu karena ia hanya mau makan bubur saja. Bahkan susu pun tak bisa masuk. Duh..."     

Semua terdiam. Druana makin menegaskan bahwa memang Andrea belum bisa dibawa ke dunia Iblis.     

"Kalian kenapa diam begitu?" Druana menyadari suasana yang seperti kurang enak. "Apa ada perkataanku yang salah?"     

"Tidak." Dante berbicara. Lalu menjelaskan mengenai apa yang tadi disampaikan Erefim.     

"Astaga! Rencana kita harus dipercepat!" Druana ikut panik setelah mendengar. "Tapi kondisi Puteri Cambion..."     

"Apakah kalian tak punya sihir yang bisa membuat seseorang mau makan apapun?" Shelly mencoba mengeluarkan saran. Dia tatap satu persatu Iblis di situ, berharap ada yang berkata iya sebagai penumbuh semangatnya akan kondisi sang sahabat.     

"Itu... sihir tingkat tinggi. Aku belum menguasainya," ucap lirih Druana seraya menggeleng pelan.     

"Mungkinkah Pangeran Djanh bisa sihir itu?" Kenzo buka suara. Ia tau Pangeran Incubus satu itu ilmu sihirnya tinggi, siapa tau juga menguasai sihir jenis demikian. Sihir manipulasi.     

"Sepertinya aku sedang diperbincangkan." Sebuah suara terdengar di luar balkon.     

"Pangeran Djanh!" seru Kenzo dan Druana nyaris bersamaan. Keduanya seketika merasa girang karena orang yang diharapkan tiba-tiba saja menampakkan diri.     

"Hai semua... aku sebenarnya hanya iseng lewat sini cuma ingin menjenguk si calon ibu," ungkap Djanh sembari melayang masuk ke balkon. "Halo manis..." Ia meraih tangan Shelly dan mengecupnya. Gadis Manusia itu sampai tersipu. Terlebih Djanh muncul menggunakan sosok manusia tampan berambut perak panjang penuh kharisma.     

"Pangeran, kami membutuhkan bantuanmu," desak Kenzo.     

"Hei, hei... aku baru saja datang sudah kau todong—" Djanh berhenti sejenak, lalu ulaskan senyum. "Itulah kenapa aku datang ke sini. Karena aku tau kalian butuh bantuanku, fufufuu..." Dasar Iblis, sudah tau masih saja menggoda. Demikian rutuk Kenzo dan Dante berbarengan meski dalam hati.     

"Kami yakin Pangeran mampu," sambung Kenzo meski hati menahan kesal.     

Djanh mengusap-usap dagunya. "Huumm... tunggu sebentar aku lihat dulu perpustakaan tubuhku, apakah aku punya kekuatan sihir itu..."     

"Araraaa... Pangeran..." Druana segera menerjang ke Djanh dan memeluk lengan kokoh sang Pangeran. "Jangan main-main lagi. Aku tau pasti kau bisa. Ayo lekas lakukan untuk Puteri Cambion, sebelum Kenzo dan Dante mewek karena khawatir, hihihi..."     

Djanh mencubit gemas dagu Druana. "Memangnya kau akan membayar dengan apa atas energiku nanti, humm?"     

"Apapun yang menyenangkan paduka Pangeran, ihihiii..." balas Druana sembari mengedip nakal.     

"Dasar Iblis binal..." Djanh meremas bokong Druana, menyebabkan Iblis medik itu mengerang manja. "Hei, omong-omong, memangnya kau tak ingin menyaksikan Kenz dan Dante mewek?"     

"Araraaa... Pangeran... ihihihii..." Druana terkikik manja. Pangeran satu itu memang terkenal di kalangan para Iblis betina. Mereka tak segan-segan merayu sang Pangeran jika ada kesempatan.     

.     

.     

Djanh sudah ada di sebelah Andrea, duduk di tepi ranjang gadis Gambion yang masih lemah. "Halo Puteri manis, kudengar kau masih saja susah makan sampai lemas begini. Dasar bocah nakal."     

"Iblis bawel," balas Andrea tak mau kalah. "Gara-gara siapa aku seperti ini, heh?!"     

"Ahahaha... oke, oke, aku mengaku kalah dan salah." Djanh tergelak santai. "Kau ini memang anak Zardakh. Sama ketusnya, sama tajam mulutnya, hahaha..."     

"Ceh! Jangan sebut-sebut Iblis keparat itu." Andrea buang muka. Djanh sedang menempelkan telapak tangannya pada leher Andrea, mengalirkan sebuah energi hangat di sana.     

"Hei, hei... apakah Dovz yang kutempelkan di tenggorokanmu sudah copot? Enteng sekali kau memaki ayahmu?"     

Andrea menatap tajam Djanh. "Dia pantas mendapat ucapan itu, lihat kan... bahkan sihirmu aja menyetujui ucapanku."     

"Hahahaha!" Kembali tawa Djanh terburai lepas. "Andai aku bisa punya istri yang menggemaskan sepertimu, manis..." Ia menepuk lembut pipi Andrea. "Tapi rasanya akan ada beberapa pria yang akan mencincangku andai aku memperistrimu, hahaha..."     

Kini telapak tangan itu ditempelkan ke area lambung Andrea. Gadis itu merasakan sensasi hangat di sana.     

"Bisakah sekalian kau musnahkan makhluk yang ada di perutku?" tanya Andrea membuat Djanh dan Druana terbelalak sekejap. Untung saja tak ada Shelly dan Oma di sana atau Cambion itu bisa ditegur habis-habisan.     

"Makhluk di perutmu? Cacing? Ohh, itu mudah, sayank..." goda Djanh.     

"Bukan cacing, bodoh!" Andrea malah kesal sendiri.     

"Hahaha..." Djanh tergelak, lalu tampangnya tiba-tiba berubah serius. "Hei, apa kau sudah ingin sekejam Iblis murni yang sanggup membunuh darah dagingnya sendiri?"     

Andrea menelan ludah. Kata-kata Djanh barusan sungguh menusuk nuraninya. Dia yang amat membenci Iblis atas kelakuan semena-mena, dan kini dia akan menirukan kelakuan ras yang ia benci?     

"Tapi—"     

"Jadilah ibu yang baik, seperti ibumu, yang berjuang melahirkanmu meski apapun yang terjadi." Begitulah Djanh berhasil merasukkan kalimat yang terus terngiang di benak Andrea. Sungguh ironis, justru Iblis seperti Djanh yang membuka kesadaran Andrea.     

Sesudah memberikan energi sihir pada tenggorokan dan lambung Andrea, Djanh pun kembali ke balkon. "Aku sudah berikan sihir manipulasi agar tenggorokan dan hidungnya tidak lagi bereaksi negatif pada makanan apapun, dan pada lambungnya agar bersedia mengolah apapun yang masuk tanpa mengeluarkannya lagi, kecuali dalam bentuk kotoran."     

"Kau tidak mengusik anakku, kan?" Dante tatap tajam ke Djanh. Bagaimana pun, ia tau itu adalah Iblis yang sempat membuat kekacauan di alam Antediluvian beberapa hari lalu.     

"Hahaha... aku senang kau perduli pada anakmu." Kemudian Djanh pergi bersama Druana.     

.     

.     

Semenjak itu, berangsur-angsur selera makan Andrea kembali pulih seperti sedia kala. Hanya dalam waktu 3 hari, dia sudah mulai normal. Berat badan mulai bertambah ke sebelumnya, dan pipinya sudah ada rona, tidak lagi pucat.     

Shelly terus saja menghujani Andrea dengan berbagai makanan enak.     

"Astaga, say... aku bisa seperti gentong nanti!" teriak Andrea tatkala melihat Shelly datang membawa 2 kotak besar pizza dan cheese cake. Shelly cuma terbahak. Toh pasti akan dimakan juga oleh si Cambion.     

Untuk sementara, keadaan tenang seiring dengan pulihnya kondisi Andrea.     

.     

.     

Di alam Antediluvian, para tetua sibuk berunding.     

"Pokoknya kita harus ke Nirwana!"     

"Tapi itu suatu yang mustahil! Keberadaan kita pun tidak diakui di sana."     

"Kita bisa minta tolong pada Pengawas agar mereka menyampaikan ke Malaikat Nirwana. Ini sudah pelecehan! Dua Iblis mengobrak-abrik tempat kita tanpa kita bisa menangkap begundal itu! Dan kini malahan bakal ada anak keturunan mereka yang akan membawa bencana pada dunia!"     

"Mungkin Surga lebih tertarik mengenai keturunan itu ketimbang dua Iblis membuat keributan di sini."     

"Cih! Surga memang tidak adil! Padahal kita anak mereka juga!"     

"Sudah, sudah... nanti kita malah membuka luka lama di batin kita."     

Usai pertemuan intern tadi, salah satu tetua Nephilim beranjak pergi ke sebuah tempat. Ia mendatangi sesosok makhluk. "Dunia manusia dan Surga akan dalam bahaya. Bisakah kau menyampaikan itu pada para Malaikat lainnya?"     

Makhluk itu menoleh ke Tetua tadi. Sayap putihnya bergerak lembut tertiup angin. "Aku hanya Angel biasa. Tidak yakin ucapanku akan di dengar oleh yang lebih tinggi."     

"Tapi ini kabar bukan isapan jempol! Akan ada anak Cambion dan Nephilim yang akan membahayakan dunia manusia dan Surga!" Tetua berkeras membujuk sang Malaikat. Rupanya itu adalah Malaikat yang biasa mengunjungi anaknya di dunia Antediluvian, meski sebenarnya itu hal tabu dilakukan para Malaikat murni seperti dia.     

"Aku akan mencoba semampuku, jangan terlalu berharap," tutur si Malaikat, kemudian mengepakkan sayap dan terbang menuju Nirwana.     

Tetua pun tersenyum puas. Akhirnya dia punya kesempatan untuk melibatkan Surga. Dan ia berharap dengan ini, ia dipandang berjasa dan patut naik ke Surga. Sebuah cita-cita luhur baginya.     

Kemudian Tetua bernama Naxos tadi kembali ke huniannya. Ia disambut oleh keponakannya.     

"Paman, bagaimana pertemuan kalian? Ini sudah pertemuan keempat membahas apa yang kusampaikan, iya kan?" Itu adalah ucapan dari Revka. Rupanya dia keponakan dari Naxos.     

"Kau tenang saja. Sebentar lagi Surga akan berpihak pada kita dan kita bisa memerangi para Iblis-Iblis sialan itu," ujar Naxos dengan suara licik. Revka tersenyum girang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.