Devil's Fruit (21+)

Friend or Foe?



Friend or Foe?

0Fruit 332: Friend or Foe?     
0

"Dante?!" pekik Andrea disertai raut kaget, yang kemudian berujung kecewa.     

"Andrea!" Dante sebaliknya, wajah begitu sumringah serta lega. Ia mendekat ke Andrea yang malah mundur. "Syukurlah kau tidak apa-apa."     

"Cuma elu?" Gadis Cambion itu menoleh ke area di belakang punggung Dante, berharap ada sosok lain di sana yang dia kenal. "Kenzo mana?"     

"Iya, cuma aku. Karena hanya aku yang bisa masuk portal." Kemudian raut Dante mendadak suram mendengar Andrea menyebut nama orang yang dia sangat tidak suka. Ia malas menjawab mengenai Panglima Incubus.     

"Tsk! Sangat mengecewakan. Belum apa-apa aku sudah malas dengan perjalanan ini."     

"Andrea, kumohon... demi Anak kita, jangan lagi memusuhiku."     

"Itu salahmu sendiri."     

"Iya, iya, salahku. Aku mengaku salah."     

"Makanya gue kayak gini ke elu!" Andrea kini sudah bisa memulihkan gaya bahasanya seperti yang biasa karena ia sudah berhasil melunturkan Dovz ciptaan Pangeran Djanh di tenggorokannya.     

"Tidak bisakah kita bekerja sama agar kita bisa survive di sini?" pinta Dante disertai raut memelas.     

"Kagak bisa!" tegas Andrea.     

"Astaga... rasanya Druana benar. Aku agak tercekik di sini. Atmosfir udaranya beda, cukup buruk untuk ras sepertiku." Dante pun menyadari hal itu. Ini adalah alam yang sangat berbeda untuknya. Tentu saja atmosfernya pun berbeda. Lama kelamaan, Dante mulai kesulitan menghirup napas.     

"Cih! Makanya kagak usah ngikut kalo udah tau itu!" Andrea masih saja memberikan nada ketus pada Tuan Nephilim. Seakan-akan penderitaan sang Nephilim adalah akibat ulah pria itu sendiri, bukan karena demi Andrea.     

"Semua demi kamu dan Anak kita, Andrea." Dante berusaha mengingatkan Andrea mengenai alasan kenapa dia rela dan nekat berbuat sejauh ini.     

"Mules gue dengernya. Sayangnya gue gak tau tempat boker di sini," sungut Andrea masih saja belum bisa memaafkan Dante. "Elu yah, elu... mending jauh-jauh dari gue!" Telunjuknya menuding Dante tanpa ragu. "Gue ogah--"     

"Andrea, apa kenangan kita di alam milik Pangeran Djanh sudah hilang tak berbekas dari memori kamu?" Dante menatap penuh putus asa. Ia tak habis pikir, kenapa Andrea masih saja pahit dan sengit mengenai kejadian naas di akhir kepulangan mereka ke alam bumi. Kenapa Andrea tidak mencoba mengingat momen-momen manis mereka sebelumnya?     

"Anggap aja itu semua gak pernah terjadi." Andrea kejam mengatakan itu. Dia tipe orang yang akan sangat pahit jika dikhianati. Yah, Dante bagi dia, memang berkhianat. Dante sudah mengkhianati janji untuk tidak memaksa Andrea mengenai seks sebelum mereka resmi menikah.     

"Apa yang kau ingat dari alam itu hanya... hanya perbuatanku saat... saat di Sacred L-"     

"Cukup, Dan! Jangan terusin bacotan elu soal itu! Gue gerah dengarnya, tauk!" Mata Andrea sudah mendelik sadis, berharap Dante tidak perlu menyebutkan apapun mengenai topik tersebut.     

"Baiklah, aku minta maaf." Dante mencoba terus memperluas batas sabarnya. "Tapi, Andrea, bisakah aku membantu menjaga kamu di sini? Aku tau aku tidak sekuat Kenzo di alam ini, tapi aku ingin bisa-"     

"Gak perlu repot-repot, deh Dan! Aku gak perlu-"     

"Wah, wah, ada manusia rupanya!" Sebuah suara menginterupsi kedua makhluk berdarah campuran itu. Seketika Andrea dan Dante menoleh ke asal suara. "Hey, guys! Ada manusia yang masuk portal juga! Err... kalian manusia, kan?"     

Yang bersuara tadi adalah pria berambut pirang. Mungkin bule. Dia tinggi besar sesuai dengan gen-nya. Barusan dia memanggil teman-temannya. Apakah dia sama-sama manusia seperti Andrea? Atau Iblis yang menyamar?     

"Hah?" Andrea agak terkejut juga dengan kemunculan pria itu. Tidak mengira ada orang lain di area transit. "Gu--aku?" Ia memilih berbicara secara formal. Bahasa kasar biarlah untuk Dante saja. "Aku manusia, iya... manusia. Kalau dia," tunjuknya ke Dante. "...dia bukan manusia. Dia Nephilim, tukang makan daging dan bangkai manusia." Andrea lekas berikan senyum ramah.     

Teman-teman si bule berdatangan. Ada 4 orang, dan semuanya menatap takjub ke Andrea. Takjub atas penampilan aduhai Andrea, dan takjub karena ada manusia seperti mereka bisa masuk ke portal.     

Namun, sebelum ketakjuban mereka melimpah ruah, si bule sudah bicara lantang. "Guys! Yang laki-laki itu bukan manusia! Katanya dia Nephilim! Pemakan manusia!"     

"APA?! Nephilim?!" seru yang lain. "Tangkap kalau begitu!"     

"Iya! Tangkap saja sebelum dia memakan kita nantinya!"     

Dante memandang orang-orang itu dengan raut penuh siaga. Andrea sebenarnya tidak bermaksud mencelakakan Dante dengan memprovokasi sekelompok orang asing itu, namun dia tidak tau harus berbuat apa, dan hanya bisa terdiam di pinggir.     

Dalam waktu sekejap, kelima pria itu pun berhasil meringkus Dante yang ternyata kehilangan kekuatannya di alam Underworld.     

"Hei! Hei! Jangan seenaknya begini!" protes Dante pada lima pria yang sudah memeganginya erat. "Aku sudah lama tidak makan manusia! Kalaupun harus memakan, aku pilih bangkai manusia saja!"     

"Sudah, jangan bawel! Sama saja!" tegas si bule.     

"Hei, carikan tali!"     

"Tidak usah! Aku masih punya sedikit energi untuk mengikatnya!" Seorang pria pun mendekat ke Dante dan menciptakan sihir dari tanah yang dibentuk menyerupai kubah tanah membungkus tubuh Dante hingga mencapai leher. "Nah, sekarang dia tak bisa berkutik."     

Semua pria itu pun terkekeh puas. "Kita aman dari pemakan manusia!"     

"Hei! Lepaskan aku! Lepaskan, hei!" teriak Dante. "Kalian sudah salah paham padaku! Aku janji takkan menyentuh kalian, tapi tolong lepaskan ini!"     

"Kau masih ingin punya lidah, Tuan?" tanya salah satu pria. Dante terdiam, tau kalau posisinya amat lemah karena kekuatannya lenyap di sini.     

Andrea ikut tersenyum puas melihat Dante bagai dikurung hidup-hidup dalam kubah tanah, hanya menyisakan kepala saja di puncaknya. "Sukurin," bisik Andrea.     

"Jadi... nona... siapa namamu?" Salah satu pria menanya Andrea.     

"Aku Andrea. Salam kenal."     

"Namaku Hans." Pria itu pun menjabat tangan Andrea, ramah. Tampilannya mirip pria Eropa. Logatnya pun kental British punya.     

"Helo, Hans." Andrea balas menjabat dengan hangat.     

"Aku Rudy." Yang ini seperti tipikal orang Asia seperti Vietnam. Tapi sepertinya sudah berdarah campuran.     

"Hai, Rudy."     

"Kalau aku, Vasco." Kalau ini, mirip pria latin. Berkulit cokelat dan wajahnya khas Amerika Latin.     

"Halo, Vasco. Salam kenal."     

"Aku Javier. Kau bisa memanggilku Jav," salam si bule yang pertama bertemu Andrea. Dia perpaduan Amerika dan Eropa.     

"Ohh, namamu Javier. Oke, aku panggil Jav." Andrea tersenyum ramah ke Javier.     

"Dan aku Faruq." Pria berperawakan ala Timur Tengah maju memperkenalkan diri ke Andrea.     

"Salam kenal, Faruq." Andrea menerima jabatan tangan Faruq, pria TimTeng tinggi jangkung dengan cambang tipis-tipis menggoda iman.     

"Ya, salam kenal pula untukmu, Andrea," balas Faruq sembari sunggingkan senyum.     

"Kalian... apa kalian... bisa sihir?" tanya Andrea ragu-ragu. Bukankah Druana pernah berkata bahwa hanya makhluk dengan kekuatan sihir saja yang bisa melewati portal dan menuju Underworld.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.